Sunday, March 5, 2017
Wahyu Yohanes2
wahyu yohanes
Daftar Isi:
HAAG: Apokaliptik ; ENSIKLOPEDIA: APOKALIPTIK , ILHAM, PENGILHAMAN (WAHYU) , NYATA, PENYATAAN , WAHYU ; BROWNING: APOKALYPSIS , APOKALYPTIK , PENGILHAMAN , PENYATAAN , WAHYU/PENYATAAN ; YUNANI: 2315 θεοπνευστος theopneustos ; 5318 φανερος phaneros ; 601 αποκαλυπτω apokalupto ; 602 αποκαλυψις apokalupsis ; STATISTIK: WAHYU ; LAIN: Dalam Versi-Versi Alkitab ;
Wahyu
Ke atas
Apokaliptik [Kamus Haag]
APOKALIPTIK. (Bhs. Yun: menyingkap, membuka rahasia).
Suatu gerakan yang tersebar luas sekali dalam alam pikiran Yahudi dari abad 2 sebelum Mas. sampai akhir abad 1 sebelum Mas. Gerakan itu menyangkut berbagai elemen tradisi Isr. (nubuat, sastra kebijaksanaan) yang dipersatukan bersama dan menjurus pada suatu jenis sastra tersendiri (~A. dalam arti khusus). Keadaan hidup awal kepercayaan Yahudi terdesak (terlebih-lebih di bawah pemerintahan --> AntoikhusIV Epifanes), sehingga memperkuat harapan mereka akan pelaksanaan janji-janji yang diberikan Allah kepada bangsaNya yang terpilih. Semua latar belakang itu membuat jelasnya tendensi kitab-kitab ~A. ini. Tendensi itu terarah pada waktu yang akan datang: Pembebasan Isr. sebagai pemenuhan sejarah. Khayalan aneh-aneh sering menjadi ciri khas gerakan ini. Di situ digunakan gambaran-gambaran kuno, simbol, mitos penciptaan dan perhitungan dengan angka-angka simbolis. Dua ciri khas dari bentuk sastra itu: ~A. pengetahuan yang didasarkan atas wahyu-wahyu (semu). b. nama-nama pengarang merupakan nama samaran (Adam, Abraham, Musa dan lain-lain sebagai penggubah). Hampir-hampir tidak dapat dipastikan dari lingkungan manakah sastra itu timbul. Demikian pula tidak jelas dari mana datangnya pengaruh-pengaruh dari luar Kitab. (astrologi asal Babilon, mitologi asal Yunani). Dalam garis utamanya boleh dikatakan, bahwa sastra ~A., yang ditemukan bekas-bekasnya pada --> wahyu-wahyu apokrif (terutama 1Hen; As Mus, 4 Esr, Syr Bar) menjadi penghubung penting antara PL dan PB. Dua buah kitab apokalipsis memperoleh pengesahan dalam daftar kanonik KS: (-->) Daniel dan Wahyu.
Ke atas
APOKALIPTIK [Ensiklopedia]
Kata ini menunjukkan baik suatu jenis kesusastraan Yahudi dan Kristen, maupun jenis agama yg biasanya diungkapkan dalam sastra itu.
Tulisan-tulisan apokaliptik Yahudi muncul dari suatu keadaan sejarah yg khas. Nabi tidak muncul lagi di Israel setelah nabi-nabi zaman pembuangan. Pengilhaman nabi telah berakhir: Allah tidak bicara lagi melalui suara-suara yg vokal. Lagipula, zaman itu kejam. Keselamatan yg dijanjikan melalui seorang Juruselamat Mesianis tak kunjung tiba. Sederetan raja non-Yahudi memerintah umat Allah, bukan Allah sendiri; dan pada zaman Antiokhus Epifanes (168 sM) agama Yahudi dilarang dan orang Yahudi yg setia pada kepercayaannya menderita dalam pemburuan yg mengerikan. Untuk mengisi kehampaan ini, muncullah tulisan-tulisan apokaliptik antara 200-100 sM. Tulisan-tulisan itu menyajikan penyataan-penyataan Allah yg menerangkan penyebab berkuasanya kejahatan, dan membuka tabir rahasia sorgawi serta menjanjikan kedatangan kerajaan-Nya dengan segera bagi orang-orang yg dilanda penderitaan.
Apokaliptik Yahudi paling terkenal ialah I Henokh (atau Henokh dari Etiopia), suatu karya gabungan yg ditulis pada akhir abad 2 sM, tapi mungkin disusun pada abad 1 M; Yubil, dari abad 2 sM; Kenaikan Musa, dari abad 1 sM; 4 Ezra atau 2 Esdras dan Apokalips Barukh, keduanya ditulis pada akhir abad 1, dan 2 Henokh (atau Henokh dari Slavonia), tarikhnya tidak diketahui. Wasiat Duabelas Bapak Leluhur, dari abad 2 sM, termasuk ramalan tentang masa depan setiap suku. Apokaliptik lainnya telah ditemukan dalam sastra Qumran, tapi belum diterbitkan. Mzm Salomo, pertengahan abad 1 sM, dan Ucapan Sibil sering dimasukkan dalam sastra apokaliptik ini, tapi sebenarnya bukan apokalips, walaupun memuat unsur-unsur ajaran tentang masa depan yg bersifat apokaliptis.
Beberapa hal tertentu mencirikan sastra ini.
1. Sastra apokaliptik nampaknya bersifat ramalan. Tanpa suara nubuat yg hidup, tulisan-tulisan ini menceritakan ramalan yg diperoleh melalui mimpi, penglihatan dan perjalanan sorgawi.
2. Sastra ini bersifat meniru, tidak mencatat pengalaman yg sebenarnya mengenai penglihatan (mungkin 4 Ezra kekecualian). Apa yg disebut 'penyataan' hanyalah merupakan peranti sastra yg bersifat meniru, guna menyampaikan pesan kepada pembaca. Penglihatan para nabi, khususnya penglihatan Daniel, memberi bentuk asli untuk ditiru oleh penulis-penulis ini.
3. Sastra apokaliptik memakai nama samaran. Roh Allah tidak bicara lagi melalui nabi-nabi yg hidup. Jadi para penulis apokaliptik menempatkan pernyataan mereka sebagai ucapan orang-orang suci PL. Teknik ini digunakan untuk mengukuhkan pesannya kepada pembaca.
4. Sastra apokaliptik umumnya memakai lambang. Para nabi sering memakai lambang, dan Kitab Dan telah menggunakannya dengan cara baru untuk melukiskan perjalanan sejarah dan ihwal penyelamatan yg besar. Para penulis apokaliptik banyak menggunakan jenis lambang, sedemikian gandrungnya sampai memakai penghuni suatu kebun binatang liar untuk menggambarkan sejarah Israel dan meramalkan kedatangan kerajaan Allah.
5. Sastra ini memuat banyak ramalan tiruan. Pernyataan ditempatkan dalam mulut seorang saleh dari zaman PL, justru mengandung 'penglihatan-penglihatan' tentang hari depan dari zaman penulis samaran hingga zaman penulisnya yg benar, dalam pengharapan kerajaan Allah akan segera muncul. Para penulis apokaliptik menceritakan kembali sejarah tersembunyi sebagai ramalan, untuk menerangkan kepada pembaca keadaan sadis pada masa mereka sendiri, lalu meyakinkan mereka bahwa Allah akan segera mewujudkan kerajaan-Nya.
Istilah 'apokaliptik' juga dipakai sebagai kata sifat bagi pandangan yg terdapat dalam sastra ini mengenai agama. Istilah 'eskatologi' menunjuk pada hal-hal yg akan terjadi pada akhir zaman; 'apokaliptik' menunjuk pada suatu jenis eskatologi yg meliputi ciri-ciri tertentu, yg bersifat mengembangkan unsur-unsur yg terdapat dalam agama para nabi. Unsur-unsur itu antara lain adalah:
1. Dualisme. Para nabi menempatkan penyelamatan terakhir dalam dunia ini. Orde baru nanti yg akan dibentuk oleh kedatangan kerajaan Allah, tidak terpisah dari sejarah dunia yg berjalan terus, sekalipun akan berbeda dalam hal dihapusnya penderitaan, kekerasan dan kejahatan (mis Yes 11: 6-9). Dunia baru itu akan datang sebagai akibat kedatangan Ilahi, bukan akibat dari proses-proses alarm yg bekerja dalam sejarah (Yes 26:21; 24:1-3). Para penulis apokaliptik mengembangkan pertentangan ini -- antara zaman sekarang dengan zaman akan datang, sampai timbul gagasan ada dua zaman yg sangat bertentangan: zaman ini dan zaman akan datang. Dualisme demikian bersifat sementara dan historis, bukan bersifat metafisis dan untuk selama-lamanya, dan di luar PB memperoleh bentuknya yg paling berkembang dalam 4 Ezra dan Apokalips Barukh. Zaman ini penuh kejahatan: zaman yg akan datang adalah zaman Kerajaan Allah.
2. Determinisme. Kedatangan zaman baru tergantung seutuhnya dalam tangan Tuhan, tak dapat dipercepat atau diperlambat oleh manusia. Zaman kejahatan harus menempuh jalannya dan kerajaan Allah harus menunggu kesudahan zaman ini. Gagasan ini sering mendorong orang menerka zaman-zaman dan pembagian waktu menjadi serentetan kurun zaman seperti telah ditentukan terlebih dahulu, sehingga dengan demikian mereka menganggap dapat memperhitungkan saat akhir segala zaman.
3. Pesimisme. Para penulis apokaliptik mendambakan kemenangan terakhir dari kerajaan Allah pada zaman yg akan datang. Tapi mereka pesimis tentang zaman ini. Allah telah menarik kembali bantuan-Nya dari orang benar, dan soal kejahatan merupakan teka-teki total: tak ada jawaban kecuali harapan akan kedatangan zaman baru.
4. Sikap etis yg pasif. Penulis-penulis apokaliptik tidak memberitakan penghukuman Allah atas umat-Nya seperti dilakukan oleh para nabi. Persoalan bagi para penulis apokaliptik ialah, Israel benar tapi masih menderita secara tidak sepatutnya. Kebanyakan tulisan apokaliptik kurang tegas mengenai kelakuan di bidang moral dan etis. Suatu kekecualian ialah Wasiat Duabelas Bapak Leluhur.
Ciri-ciri yg disajikan di atas menggambarkan tulisan apokaliptik Yahudi, tapi tidak dapat diterapkan kepada semua pokok pada tulisan apokaliptik dalam Alkitab. Agama PB dapat disebut apokaliptik dalam hal turut mengenal dua zaman: tapi sifatnya bukan determinis atau pesimis ataupun bersikap pasif dalam bidang etika. Menurut PB, walaupun kerajaan Allah datang dari luar dunia ini dan tidak merupakan hasil sejarah, namun kerajaan itu kini bekerja dalam sejarah dan pada akhirnya akan mengubahnya sama sekali. Kitab Why atau Apokaliptik Yohanes, buat sementara turut memperlihatkan beberapa sifat apokaliptik, tapi tidak memperlihatkan yg lain. Why tidak memasang nama samaran, tapi langsung memakai nama penulis, yg menganggap dirinya seorang nabi. Yohanes menggunakan lambang apokaliptik, tapi ia berdiri pada zamannya sendiri dan melihat ke hari depan. Ia tidak menulis sejarah sebagai nubuat samaran. Yohanes tidak pesimis seperti para penulis apokaliptik yg putus asa terhadap sejarah, dan hanya melihat harapan pada zaman akan datang. Tuhan Allah sedang bekerja untuk menyelamatkan, baik dalam sejarah maupun pada akhir sejarah. Hal ini digambarkan oleh singa yg juga domba yg telah disembelih (Why 5:5-6). Sejarah merupakan adegan penyelamatan: hanya Kristus yg tersalib dapat memecahkan teka-teki sejarah. Akhirnya, Yohanes sama seperti para nabi, sangat menekankan soal moral, dengan cara mencela gereja yg tak setia. Ia menuntut pertobatan untuk menghindari penghukuman ilahi (2:5, 16, 21, 22; 3:3, 19).
KEPUSTAKAAN. G. R Beasley-Murray, Jesus and the Future, 1954; P. D Hanson, The Dawn of Apocalyptic, 1976; M Hengel, Judaism and Hellenism, 1974; K Koch, The Rediscovery of Apocalyptic, 1970; L Morris, Apocalyptic, 1973; H. H Rowley, The Relevance of Apocalyptic, 1944; R. J Bauckham, Them 3.2, Jan 1978, hlm 10-23; D Russell, The Method and Message of Jewish Apocalyptic, 1964. GEL/NY WBS
Ke atas
ILHAM, PENGILHAMAN (WAHYU) [Ensiklopedia]
Dalam 2 Tim 3:16 Paulus menulis, 'Segala tulisan yg diilhamkan Allah memang bermanfaat....' Kata sifat yg diterjemahkan 'diilhamkan' adalah theopneustos. Pada akhir-akhir ini Ewald dan Cremer mencoba memperlihatkan, bahwa kata sifat itu mengandung arti aktif, 'menghembuskan Roh itu', dan Barth rupanya setuju (dia membubuhi catatan, bahwa kata itu bukan hanya berarti 'diberikan dan dipenuhi dan diperintah oleh Roh Allah', tapi juga 'aktif menghembuskan dan menyebarluaskan keluar dan memperkenalkan Roh Allah' [Church Dogmatics, I. 2, E. T. 1956, hlm 504)). Tapi B. B Warfield telah memperlihatkan dengan tegas pada thn 1900, bahwa kata itu hanya dapat berarti pasif. Pengertiannya bukanlah seakan-akan Allah menghembus melalui Kitab Suci, atau seakan-akan Kitab Suci menghembuskan Allah, melainkan bahwa Allah menghembuskan Kitab Suci. Kata-kata Paulus itu berarti, Kitab Suci bukan merupakan sumber inspirasi bagi manusia (walaupun itu memang benar), melainkan bahwa Kitab Suci pada dirinya adalah karya ilahi, justru harus didekati dan dinilai demikian.
'Hembusan' atau 'roh' Allah dalam PL (Ibrani `ruakh, nesama) menekankan peri aktifnya ke luar daya kuasa ilahi, apakah itu dalam penciptaan (Mzm 33:6; Ayb 33:4; bnd Kej 1:2; 2:7), pemeliharaan (Ayb 34:14), wahyu kepada dan melalui para nabi (Yes 48:16; 61:1; Mi 3:8; Yl 2:28 dab), pembaharuan (Yeh 36:27), atau penghakiman (Yes 30:28, 33). PB menyatakan 'hembusan' (Yunani pneuma) ilahi ini sebagai Oknum dari ke-Allah-an (*Ron KUDUS).
Dalam 2 Tim 3:16 Paulus menegaskan bahwa semua yg termasuk dalam kategori 'Kitab Suci', yaitu semua yg mempunyai tempat dalam 'tulisan suci' itu (hiera grammata, ay 15) demikian halnya justru karena diilhamkan Allah, yg adalah berguna untuk menuntun baik iman maupun hidup.
Berdasarkan ay ini, teologi biasanya menggunakan kata 'pengilhaman' (inspirasi) untuk mengungkapkan keilahian asal dan kualitas Kitab Suci. Secara aktif, kata benda itu menyatakan karya Allah yg 'menembus ke luar' sehingga menghasilkan Kitab Suci; secara pasif, keadaan Kitab Suci yg sudah terhembuskan dan yg terjadi dengan jalan demikian. Kata itu juga lebih umum dipakai untuk pengaruh ilahi, yg memampukan manusia pengemban penyataan -- nabi-nabi, pemazmur-pemazmur, orang-orang berhikmat dan rasul-rasul -- untuk mengatakan dan juga untuk menuliskan, Firman Allah.
I. Gagasan ilham alkitabiah
Menurut 2 Tim 3:16, apa yg diilhamkan adalah tulisan-tulisan alkitabiah itu sendiri. Ilham adalah karya Allah yg bermuara bukan pada orang-orang yg ditugasi menuliskan Kitab Suci (seakan-akan setelah Allah menyampaikan kepada mereka gagasan ide yg wajib mereka komunikasikan, Allah membiarkan mereka menempuh atau mencari media atau cara yg terbaik untuk mengkomunikasikannya), melainkan pada wujud nyata media itu sendiri. Itulah Kitab Suci graphe, wujud naskah tertulis -- itulah yg diilhamkan Allah. Pemikiran hakiki di sini ialah, bahwa Kitab Suci mempunyai sifat yg sama dengan khotbah-khotbah para nabi, baik yg dikhotbahkan maupun dituliskan (bnd 2 Ptr 1:19-21, mengenai keilahian asal mula dari setiap 'nubuat dlm Kitab Suci') bukan melulu kata-kata manusia, buah dari pemikiran manusia, renungan dan karya seni, tapi juga, dan dalam arti yg sama, adalah kata-kata atau Firman Allah, yg diungkapkan melalui mulut manusia atau dituliskan dengan pena manusia. Dengan kata-kata lain, Kitab Suci mempunyai dua komunikator, dan manusia hanyalah komunikator kedua. Komunikator utama, yg sigap memacu dan menerangi, dan yg dalam pengawasan-Nya setiap komunikator atau insan penulis melakukan tugasnya, ialah Allah Roh Kudus.
Wahyu kepada para nabi pada dasarnya adalah lisan; sering wahyu itu mempunyai aspek penglihatan, tapi 'wahyu berupa penglihatan adalah juga wahyu lisan' (L Koehler, Old Testament Theology, E. T. 1957, hlm 103). Brunner mengamati, bahwa 'Firman Allah yg diberitakan oleh para nabi sebagai sesuatu yg mereka terima langsung dari Allah, dan mereka ditugaskan untuk mengulanginya, seperti mereka menerimanya ... di dalamnya mungkin kita mendapati analogi yg paling dekat dengan arti dari pengilhaman verbal (Revelation and Reason, 1946, hlm 122, catatan 9). Lebih tepat, apa yg kita dapati di situ bukan hanya analogi, tapi juga suatu pola; demikian ajaran alkitabiah. Ilham alkitabiah haruslah dirumuskan dengan istilah teologis yg sama sebagai ilham propetik: yaitu, sebagai proses keseluruhan, di mana Allah menggerakkan orang-orang yg dipilih-Nya dan dipersiapkan-Nya (bnd Yer 1:5; Gal 1:15) untuk menuliskan persis apa yg dikehendaki-Nya untuk dituliskan, guna mengkomunikasikan pengetahuan peri penyelamatan kepada umat-Nya, dan dengan perantaraan mereka kepada dunia. Cara ini memang beraneka ragam, dalam bentuk psikologis, seperti halnya dengan ilham propetik.
Ilham alkitabiah, dengan demikian, adalah verbal pada hakikatnya; Kitab Suci yg diilhamkan oleh Allah diisi dengan kata-kata yg diilhamkan oleh Allah. Jadi Kitab Suci yg diilhamkan adalah penyataan yg tertulis, sama seperti khotbah-khotbah nabi-nabi adalah penyataan yg dilisankan. Alkitab mencatat bahwa pengungkapan diri Allah dalam sejarah penyelamatan, bukan melulu kesaksian manusiawi mengenai wahyu, tapi juga adalah wahyu. Pengilhaman Kitab Suci adalah bagian integral dalam proses penyataan, sebab dalam Kitab Suci Allah telah memberikan kepada gereja lukisan dari dan tafsiran atas karya penyelamatan-Nya dalam sejarah, dan tafsiran-Nya sendiri yg berwibawa mengenai tempat gereja dalam rencana-Nya yg abadi.
Ungkapan 'Demikianlah Firman Tuhan' patut diukir sebagai kalimat pertama pada setiap kitab dari Kitab Suci, yg memang sudah terukir demikian (359 kali, menurut Koehler, hlm 245) pada uraian-uraian para nabi yg terdapat dalam Kitab Suci. Oleh karena itu, ilham menjamin kebenaran dari segala yg dinyatakan Alkitab, sama seperti ilham para nabi menjamin kebenaran dari lukisan mereka tentang pemikiran Allah. ('Kebenaran' di sini menunjukkan kesejajaran kata manusia dan pemikiran Allah, apakah itu dim dunia fakta atau dim dunia makna.) Sebagai kebenaran dari Allah, Khalik manusia dan Raja yg benar, ajaran alkitabiah, seperti nubuat propetik, mengandung wibawa ilahi.
II. Penyajian Alkitab
Ide mengenai adanya Kitab Suci kanonis, yaitu suatu naskah atau suatu kumpulan dokumen yg memuat catatan permanen dan berwibawa mengenai penyataan ilahi, berawal pada tulisan Musa mengenai titah Allah di gurun pasir (Kel 34:27 dab; Ul 31:9 dab, 24 dab). Kebenaran dari semua pernyataan secara historis atau teologis dalam Kitab Suci, dan wibawanya sebagai Firman Allah, diterima tanpa soal atau diskusi dalam PL dan PB. Kanon itu berkembang, tapi konsep ilham, yg mengisyaratkan gagasan adanya kanon, sudah ada dalam bentuk matang dari semula, dan tidak berubah dalam seluruh Alkitab. Seperti disajikan di sana, hal itu terdiri dari dim keyakinan.
1. Kata-kata Kitab Suci adalah kata-kata Allah sendiri. Nas PL menyamakan hukum Musa dan kata-kata para nabi, baik lisan dan tertulis sebagai kata-kata Allah sendiri (bnd 1 Raj 22:8-16; Neh 8; Mzm 119; Yer 25:1-13, dll). Penulis-penulis PB memandang keseluruhan PL sebagai 'Firman Allah' (Rm 3:2), bersifat propetik (Rm 16:26; bnd 1:2; 3:21), yg ditulis oleh manusia yg digerakkan dan diajari oleh Roh Kudus (2 Ptr 1:20 dab; bnd 1 Ptr 1:10-12). Kristus dan para rasul-Nya mengutip PL, bukan hanya sebagai apa yg dikatakan oleh Musa, Daud atau Yesaya (lih Mrk 7:10; 12:36; 7:6; Rm 10:5; 11:9, 10, 20, dll.), tapi juga sebagai apa yg dikatakan oleh Allah melalui mereka (lih Kis 4:25; 28:25), bahkan kadang-kadang seutuhnya sebagai apa yg 'Dia' (Allah) katakan (lih 1 Kor 6:16; Ibr 8:5,8), atau apa yg dikatakan Roh Kudus (Ibr 3:7; 10:15).
Lebih gamblang lagi, pernyataan-pernyataan PL, biarpun bukan Allah yg langsung mengatakan konteksnya, dikutip juga sebagai firman Allah sendiri (Mat 19:4 dab; Ibr 3:7; Kis 13:34 dab, kutipan dari Kej 2:24; Mzm 95:7; Yes 55:2 berturut-turut). Paulus juga menunjuk pada janji Allah kepada Abraham dan ancaman Allah kepada Firaun, keduanya diucapkan lama sebelum kumpulan tulisan Kitab Suci mencatatnya, sebagai kata-kata yg seolah-olah Kitab Suci sendiri langsung mengatakannya kepada kedua orang itu (Gal 3:8; Rm 9:17); hal ini memperlihatkan, bagaimana Paulus menyamakan seutuhnya pernyataan-pernyataan Kitab Suci dengan ucapan Allah.
2. Peranan manusia dalam menghasilkan Kitab Suci hanyalah meneruskan apa yg dia terima. Psikologis, berdasarkan sudut nalar bentuk, jelas bahwa para penulis menyumbang banyak pada terbentuknya Kitab Suci -- penyelidikan historis, renungan teologis, gaya bahasa, dst. Setiap kitab dari Alkitab, menurut pengertian terbatas, adalah karya tulis dari penulisnya. Tapi teologis, berdasarkan sudut hakikat isi, Alkitab mengartikan bahwa para penulis tidak menyumbangkan sesuatu apa pun, dan menyatakan tegas bahwa Kitab Suci seutuhnya adalah karya ciptaan Allah. Keyakinan ini berakar pada kesadaran diri para pendiri agama alkitabiah, semua mereka sepakat 'mengkleim' -- dan dalam hal para nabi dan para rasul untuk menuliskan secara harfiah -- perkataan-perkataan orang lain sebagaimana adanya: yaitu Allah sendiri.
Para nabi (termasuk Musa: Ul 18:15; 34:10) menyatakan bahwa mereka mengucapkan Firman Yahweh, menyajikan kepada Israel apa yg diperlihatkan Yahweh kepada mereka (Yet 1:7; Yeh 2:7; Am 3:7 dab; bnd 1 Raj 22). Yesus dari Nazaret menyatakan bahwa Dia mengucapkan kata-kata yg diberikan oleh BapakNya kepada-Nya (Yoh 7:16; 12:49 dab). Para rasul mengajar dan menyampaikan perintah-perintah dalam Nama Kristus (2 Tes 3:6), dengan demikian 'mengkleim' wibawa dan izin-Nya (1 Kor 14:37), dan mereka mempertahankan bahwa baik bahan maupun kata-kata mereka adalah yg diajarkan kepada mereka oleh Roh Allah (1 Kor 2:9-13; bnd janji-janji Kristus, Yoh 14:26 dab; 15:26; 16:13 dst). Hal-hal itulah yg menyatakan dan mensahihkan bahwa apa yg mereka katakan adalah ilham dari Tuhan. Dalam terang tuntutan kesahihan ini, maka penilaian atas tulisan-tulisan propetik dan rasuli sebagai seratus persen murni Firman Allah, adalah sama halnya dengan bagaimana kedua loh batu yg berisi hukum, yg 'ditulis dengan jari Allah' (Kel 24:12; 31:18; 32:16), seutuhnya adalah firman Allah, tentu menjadi bagian dari keyakinan alkitabiah.
Kristus dan para rasul memberikan kesaksian mencolok tentang fakta pengilhaman dalam seruan mereka mengakui kewibawaan PL. Dan adalah suatu kenyataan, betapa mereka menandaskan Kitab Suci Yahudi sebagai Alkitab Kristen: suatu kumpulan literatur yg memberikan kesaksian propetik tentang Kristus (Yoh 5:39 dab; Luk 24:25 dab, 44 dab; 2 Kor 3:14 dab), dan yg dimaksudkan Allah menjadi panduan bagi orang Kristen (Rm 15:4; 1 Kor 10:11; 2 Tim 3:14 dst; bnd penjelasan rinci mengenai Mzm 95:7-11 dlm Ibr 3-4, dan tentu seluruh Ibr, di mana setiap pokok penting berdasarkan ay-ay PL). Kristus menekankan bahwa apa yg tertulis dalam PL 'tidak dapat dibatalkan' (Yoh 10:35). Dia datang, kataNya kepada orang Yahudi, bukan untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi (Mat 5:17); apabila mereka berpikir demikian, maka mereka salah; Dia datang untuk melakukan yg sebaliknya yaitu memberikan kesaksian atas otoritas keduanya dengan menggenapinya. Hukum Taurat berlaku selamanya, justru karena Taurat adalah Firman Allah (Mat 5:18; Luk 16:17); nubuat-nubuat teristimewa yg berkenaan dengan Dia sendiri, harus digenapi, dengan alasan yg sama (Mat 26:54; Luk 22:37; bnd Mrk 8:31; Luk 18:31). Bagi Kristus dan rasul-rasul-Nya apa yg dikatakan Kitab Suci tetap menentukan (bnd Mat 4:4, 7, 10; Rm 12:19; 1 Ptr 1:16, dll).
Dalam hal pengutipan, penulis-penulis PB mengikuti LXX, Targum-targum, atau terjemahan ad hoc dari bh Ibrani sejauh mereka kehendaki. Pernah dikatakan, hal ini memperlihatkan bahwa mereka tidak menerima kata-kata asli seperti yg diilhamkan. Tapi perhatian mereka tidak terletak pada perkataan secara harfiah, melainkan pada artinya; dan penyelidikan belakangan ini memperlihatkan, bahwa kutipan-kutipan itu diperbuat dengan maksud menafsirkan dan menjelaskan -- suatu cara mengutip yg dikenal di antara orang Yahudi. Para penulis mencoba menyatakan arti yg benar (kristiani) dan penerapan dari naskah mereka melalui bentuk kutipan. Dalam kebanyakan hal anti ini terang diperoleh dengan memakai secara seksama prinsip-prinsip teologis yg jelas, tentang hubungan Kristus dan gereja pada PL. (Lih C. H Dodd, According to the Scriptures, 1952; K Stendahl, The School of St. Matthew, 1954; R. V. G Tasker, The Old Testament in the New Testament, 1954; E. E Ellis, Paul's Use of the Old Testament, 1957.)
III. Pernyataan teologis
Dalam rumusan ajaran alkitabiah mengenai pengilhaman, perlu dikemukakan empat pokok negatif.
1. Pengilhaman bukanlah pendiktean mekanis, atau penulisan otomatis, ataupun salah satu proses penulisan dengan menyingkirkan peranan daya pikir atau daya nalar insan penulis. Konsep pengilhaman yg demikian terdapat dalam Talmud, Filo dan Bapak-bapak Gereja, tapi bukan dalam Alkitab. Bimbingan dan pengawasan ilahi sewaktu penulis-penulis Alkitab menulis, bukanlah suatu kekuatan badani atau psikologis, juga bukan mengurangi, tapi bahkan mempertinggi kebebasan, spontanitas dan daya cipta penulisan mereka.
2. Bahwa dalam pengilhaman Allah tidak melenyapkan kepribadian, gaya bahasa, pandangan dan kondisi kultural dari penulis-penulis-Nya bukanlah berarti bahwa pengawasan-Nya atas mereka tidak sempurna, atau bahwa dalam proses menuliskannya mereka mengubah kebenaran yg mereka terima untuk menyampaikannya. Warfield secara halus mengejek dugaan, bahwa apabila Allah menghendaki Surat-surat Paulus ditulis maka 'Allah harus turun ke dunia, harus tersiksa meneliti cermat semua orang yg dijumpaiNya, cemas mencari satu orang yg paling piawai di antara semuanya untuk tujuan-Nya. Lalu dengan kekerasan Ia memasukkan bahan-bahan yg dikehendaki-Nya dituliskan ke dalam diri orang pilihan-Nya itu, sekalipun berlawanan dengan bakat alamiah orang itu, dan dengan kehilangan sekecil mungkin karena sifat kepala batu orang itu. Tentu, tidak demikian yg terjadi. Apabila Allah menghendaki untuk memberikan suatu rangkaian surat kepada umat-Nya seperti Surat-surat Paulus, maka Dia mempersiapkan Paulus untuk menuliskannya, dan Paulus yg dipilih-Nya untuk tugas itu adalah Paulus yg spontan menulis surat-surat demikian' (The Inspiration and Authority of the Bible, 1951, hlm 155).
3. Pengilhaman bukanlah suatu kualitas yg menempel pada kesilapan yg terjadi sewaktu perbanyakan dan penyebaran naskah, melainkan hanya pada naskah asli seperti yg dihasilkan semula oleh penulis-penulis yg diilhami. Pengakuan akan ilham alkitabiah menantang tugas kritik naskah dengan cermat sekali, guna mengeluarkan kesilapan-kesilapan demikian dan memastikan naskah aslinya.
4. Pengilhaman tulisan alkitabiah tidak dapat disamakan dengan inspirasi sastra agung, biarpun (dan ini sering sekali) tulisan Alkitab adalah juga sastra agung. Gagasan pengilhaman itu berkaitan, bukan dengan kualitas sastra dari apa yg ditulis itu, melainkan dengan sifatnya sebagai wahyu
ilahi yg tertulis. --> ROH KUDUS; --> NUBUAT; --> ALKITAB; *OTORITAS; --> KANON PL; --> KANON PB; *TAFSIRAN ALKITAB.
KEPUSTAKAAN. B. B Warfield, buku yg disebut di atas (banyak bahan yg relevan juga terdapat dlm Biblical Foundations, 1958, ps 1 dan 2); A Kuyper, Encyclopaedia of Sacred Theology, E. T, 1899; J On, Revelation and Inspiration, 3, 1907; A. H Strong, Systematic Theology III, 1907; C. F. H Henry (red), Revelation and the Bible, 1958; K Barth, Church Dogmatics, I. 1, 2 (The Doctrine of the Word of God), E. T,1936,1956; W Sanday, Inspiration,1893; R Abba, The Nature and Authority of the Bible, 1958; TDNT 1, hlm 742-773 (sv grapho), 4, hlm 1016-1084 (sv nomos); J. W Wenham, Christ and the Bible, 1972; G. C Berkouwer, Holy Scripture, 1975. JIP/AL
Ke atas
NYATA, PENYATAAN [Ensiklopedia]
I. Gagasan tentang penyataan
Kata Ibrani gala, Yunani apokalupto, Latin revelo, dan Indonesia menyatakan, mengungkapkan gagasan tentang membuka selubung sesuatu yg tersembunyi. Karena itu, bila Alkitab bicara tentang penyataan, maka pemikiran yg dimaksudkan ialah Allah Pencipta aktif membuka bas manusia kuasa dan kemuliaan-Nya, hakikat dan sifat-Nya, kehendak, jalan, dan rencana-Nya -- pendek kata, diriNya sendiri -- supaya manusia dapat mengenal Dia. Perbendaharaan kata mengenai penyataan dalam PL dan PB cukup luas, meliputi gagasan-gagasan tentang: membuat hal-hal yg samar-samar menjadi jelas, membuat hal-hal yg tersembunyi menjadi terang, memperlihatkan tanda-tanda, mengucapkan kata-kata, dan membuat orang-orang yg menjadi si alamat melihat, mendengar, merasa, mengerti, dan mengetahui. Tidak satu pun dari kata-kata itu dalam PL merupakan istilah yg khas teologis -- setiap kata mempunyai penggunaan biasa --, tapi dalam PB apokalupto dan apokalupsis digunakan hanya dalam konteks teologis, dan pemakaian yg lazim atas kata-kata itu tidak muncul, malah juga tidak di tempat dimana orang mengharapkannya (bnd 2 Kor 3:13 dab). Hal ini menimbulkan kesan bahwa bagi penulis-penulis PB kedua istilah itu seolah-olah mengandung status teknis.
Kata-kata lain dalam PB yg mengungkapkan gagasan tentang penyataan ialah faneroo, 'membuat nyata, membuat jelas'; epifaino, 'memperlihatkan' (kata bendanya epi-faineia, 'manifestasi'); deiknuo, 'menunjukkan'; exegeomai, 'membentangkan, menjelaskan, dengan menceritakan', bnd Yoh 1:18; khrematizo, 'mengajar, menegur, memperingatkan' (dipakai dlm bh Yunani sekuler mengenai ramalan ilahi, bnd Arndt, MM; kata bendanya khrematismos, jawaban Allah', Rm 11:4).
Dari sudut isinya, penyataan ilahi adalah menerangkan dan juga menyuruh, dan dalam setiap hal adalah normatif. Penyingkapan-penyingkapan (oleh) Allah selalu dilakukan dalam konteks tuntutan untuk percaya kepada, dan taat terhadap apa yg dinyatakan -- suatu tanggapan, yaitu, yg seluruhnya ditentukan dan dibatasi oleh isi penyataan itu sendiri. Dengan kata lain, penyataan Allah datang pada manusia bukan sebagai penerangan tanpa kewajiban, melainkan sebagai peraturan yg bersifat perintah tentang iman dan tingkah laku. Hidup manusia harus ditata, bukan oleh gagasan dan angan-angan sendiri, bukan pula oleh dugaan-dugaan mengenai hal-hal ilahi yg tidak dinyatakan, melainkan oleh kepercayaan yg khidmat mengenai semua apa yg dikatakan oleh Allah kepadanya, yg membimbing kepada kepatuhan yg sungguh-sungguh mengenai segala perintah yg terkandung dalam penyataan (Ul 29:29).
Penyataan mempunyai dua poros: (1) maksud Allah; (2) pribadi Allah.
1. Pada satu pihak, Allah mengatakan kepada manusia tentang diriNya sendiri -- siapa Dia, apa yg telah Dia lakukan, dan yg sedang Dia lakukan, dan yg akan Dia lakukan, dan apa yg Dia kehendaki untuk dilakukan oleh manusia. Demikianlah, Dia mempercayai Nuh, Abraham, dan Musa, dengan mengatakan kepada mereka apa yg telah Dia rencanakan dan bagian mereka di dalam rencana-Nya itu (Kej 6:13-21; 12:1 dab, 15:13-21; 17:15-21; 18:17 dab; Kel 3:7-22). Juga, Dia menyatakan kepada Israel hukum-hukum dan janji janji perjanjian-Nya (Kel 20-23, dll; Ul 4:13 dab; 28, dll, Mzm 78:5 dab; 147:19). Dia membukakan tujuan-Nya kepada nabi-nabi (Am 3:7). Kristus mengatakan kepada murid-murid-Nya tentang 'segala hal yg telah Ku-dengar dari BapakKu' (Yoh 15:15) dan menjanjikan kepada mereka Roh Kudus untuk menyempurnakan pekerjaan-Nya mengajar mereka (Yoh 16:12 dab). Allah menyatakan kepada Paulus 'rahasia' tentang kehendak-Nya yg kekal di dalam Kristus (Ef 1:9 dab; 3:3-11). Kristus menyatakan kepada Yohanes 'hal-hal yg harus segera terjadi' (Why 1:1). Dari sudut ini, sebagai penyingkapan yg tepat oleh Allah sendiri tentang tujuan dan pekerjaan penyelamatan-Nya, Paulus menamakan Injil: 'kebenaran', yg bertentangan dengan kesesatan dan dusta (2 Tes 2:11-13; 2 Tim 2:18; dll). Dari sinilah timbulnya pemakaian ungkapan 'kebenaran yg dinyatakan' dalam teologia Kristen. untuk menunjukkan apa yg telah Allah katakan kepada manusia tentang diriNya sendiri.
2. Di lain pihak, manakala Allah menyampaikan firman-Nya kepada manusia, Dia pun memperhadapkan manusia dengan diriNya sendiri. Alkitab tidak berpikir tentang penyataan sebagai penyiaran informasi semata-mata, yg dijamin oleh Allah, melainkan sebagai kedatangan pribadi Allah kepada pribadi-pribadi untuk membuat diriNya dikenal oleh manusia (bnd Kej 35:7; Kel 6:3; Bil 12:6-8; Gal 1:15 dab). Inilah pelajaran yg harus dipelajari dari pengejawantahan Allah dalam PL (bnd Kel 3:2 dab; 19:11-20; Yeh 1; dll), dan dari peranan yg dimainkan oleh 'malaikat (pesuruh) TUHAN' yg aneh itu, yg begitu terang bahwa ia adalah manifestasi TUHAN sendiri (bnd Kej 16:10; Kel 3:2 dab; Hak 13:9-23): pelajaran bahwa Allah bukan saja Pencipta dan subyek berita-Nya kepada manusia tapi Dia sendirilah juga pemberitanya. Manakala seseorang berjumpa dengan firman Allah, betapa pun perjumpaan itu nampak seperti terjadi begitu saja dan kebetulan, Allah menjumpai orang itu, mengalamatkan firman itu kepadanya secara pribadi dan meminta jawaban pribadi kepada Dia sendiri sebagai Pencipta firman. Berbicara secara umum, ahli-ahli teologia Protestan yg lebih tua mengulas penyataan seutuhnya dalam pengertian: tindakan Allah menyampaikan kebenaran-kebenaran mengenai diriNya sendiri. Tentu, mereka tahu bahwa Allah mengatur sejarah Alkitab, dan bahwa sekarang Dia menerangi manusia untuk menerima berita Alkitab, tapi mereka menggarap yg pertama di bawah judul: pemeliharaan (providensia), dan yg terakhir di bawah judul: penerangan (iluminasi), dan mereka tidak pula menghubungkan secara formal pengertian mereka tentang penyataan dengan salah satu dari keduanya. Pusat ajaran mereka tentang penyataan ialah Alkitab; mereka memandang Alkitab sebagai kebenaran yg dinyatakan melalui tulisan, dan penyataan adalah kegiatan ilahi yg menghasilkan Alkitab. Mereka menghubungkan penyataan dengan pengilhaman (inspirasi), dengan mendefinisikan yg pertama sebagai tindakan Allah menyampaikan kepada penulis-penulis Alkitab kebenaran tentang diriNya sendiri yg kalau tidak disampaikan tidak dapat dijangkau, dan yg terakhir sebagai tindakan Allah membuat mereka mampu menuliskan semua itu dengan benar, sesuai kehendak-Nya. (Jelas bahwa perumusan ini mempunyai akarnya dlm Kitab Dan; bnd Dan 2:19, 22, 28 dab, 47; 7:1; 10:1; 12:4.)
Banyak ahli modern menolak pandangan ini karena menganggap harus ditinggalkan pikiran bahwa Alkitab adalah kebenaran yg dinyatakan. Mereka berbicara tentang penyataan seutuhnya dalam pengertian: tindakan Allah mengarahkan sejarah Alkitab dan membuat pribadi-pribadi menyadari kehadiran-Nya, kegiatan-Nya, dan tuntutanNya. Dengan demikian pusat ajaran tentang penyataan digeser ke sejarah penyelamatan yg direkam oleh Alkitab. Seiring dengan ini biasanya ditandaskan bahwa, sebenarnya, tidak ada kebenaran yg disampaikan ('penyataan proposisional') dari Allah; penyataan pada dasarnya berwatak awacana (non-verbal). Tapi, ini sebenarnya berarti bahwa berita Alkitab tentang Allah berfirman (tindakan penyataan yg paling lazim dan paling asasi dlm Alkitab) hanyalah kiasan yg menyesatkan; yg rupanya tidak masuk akal. Atas dasar tersebut, lebih lanjut dipertahankan bahwa Alkitab, sebenarnya, bukanlah penyataan, melainkan tanggapan manusia terhadap penyataan.
Pandangan ini tidak cocok dengan Alkitab sendiri. PB secara keseluruhan mengutip pernyataan-pernyataan PL -- yg bersifat profetis, puitis, legal, historis, faktual, dan bersifat teguran -- sebagai kata-kata Allah yg memiliki wibawa (bnd Mat 19:4 dab; Kis 4:25 dab; Ibr 1:5 dab; 3:7 dab; dll). Pandangan Alkitab ialah bahwa Allah menyatakan diriNya baik dengan tindakan-tindakan maupun dengan kata-kata: mula-mula dengan mengatur (jalannya) sejarah penyelamatan, kemudian dengan mengilhamkan suatu rekaman penjelasan tertulis mengenai sejarah itu untuk membuat singkatan-singkatan yg lebih kemudian menjadi 'berkhidmat menuju ke keselamatan' (bnd 2 Tim 3:15 dab; 1 Kor 10:11; Rm 15:4), dan akhirnya dengan menerangi manusia pada tiap zaman untuk melihat pentingnya dan mengakui kewibawaan penyataan yg diberikan dan direkam itu (bnd Mat 16:17; 2 Kor 4:6). Jadi, tekanan-tekanan yg positif dalam kedua perangkat gagasan yg dipertentangkan di atas lebih bersifat saling melengkapi ketimbang saling bertentangan; keduanya harus digabungkan untuk mencakup segenap wilayah pengertian Alkitab tentang penyataan.
II. Perlunya penyataan
Alkitab seluruhnya menganggap bahwa Allah haruslah lebih dulu menyingkapkan diriNya sebelum manusia dapat mengenal Dia. Gagasan Aristoteles tentang Allah yg tidak aktif yg dapat ditemukan oleh manusia dengan melaksanakan secara tuntas suatu penalaran adalah tidak alkitabiah sama sekali. Diperlukan lebih dulu suatu prakarsa penyataan, sebab Allah adalah transenden. Dia di dalam cara berada-Nya adalah begitu jauh dari manusia sehingga manusia tidak dapat melihat Dia (Yoh 1:18; 1 Tim 6:16; bnd Kel 33:20), ataupun menemukan Dia dengan mencari-Nya (bnd Ayb 11:7; 23:3-9), ataupun membaca pikiran-pikiranNya dengan terkaan yg cerdik (Yes 55:8 dab). Karena itu, bahkan seandainya manusia tidak berdosa pun, manusia tidak dapat mengenal Allah tanpa penyataan; kita membaca tentang Allah yg juga berbicara kepada Adam yg belum jatuh ke dalam dosa di Eden (Kej 2:16).
Tapi, sekarang ada alasan kedua mengapa pengetahuan manusia tentang Allah harus bergantung pada prakarsa penyataan Allah. Manusia adalah berdosa. Daya tangkapnya akan hal-hal ilahi telah begitu ditumpulkan oleh Setan (2 Kor 4:4) dan oleh dosa (1 Kor 2:14), dan pikirannya begitu dikuasai oleh 'hikmat' khayalannya sendiri yg bertentangan dengan pengetahuan yg benar tentang Allah (Rm 1:21 dab; 1 Kor 1:21), sehingga untuk mengerti Allah adalah di atas kemampuan alamiahnya, betapapun hal itu diterangkan padanya.. Menurut Paulus, Allah terus-menerus hadir pada setiap orang melalui karya penciptaan dan pemeliharaanNya (Rm 1:19 dab; Kis 14:17; bnd Mzm 19:1 dab), dan melalui bekerjanya suara hati alamiah yg spontan (Rm 2:12-15; bnd 1:32), namun Dia toh tidak diakui atau dikenal. Penyingkapan diri dari pihak Allah yg terus-menerus ini merupakan tekanan yg menghasilkan penyembahan berhala, sebab pikiran yg telah jatuh itu, di dalam semangat pemberontakannya, mencoba memadamkan terang dengan membalikkannya menjadi kegelapan (Rm 1:23 dab; bnd Yoh 1:5), tapi itu tidak membawa kepada pengenalan akan Allah, ataupun kepada kesalehan hidup. 'Penyataan umum' (sebagaimana lazimnya disebut) dari Allah tentang kekekalan, kuasa, dan kemuliaan-Nya (Rm 1:20; bnd Mzm 19:1), kebaikan-Nya kepada manusia (Kis 14:17), tentang hukum moral-Nya (Rm 2:12 dab), tentang tuntutan-Nya untuk menyembah dan menaati Dia (Rm 1:21), dan tentang murka-Nya atas dosa (Rm 1:19, 32), jadinya hanya membuat manusia 'tidak dapat berdalih' mengenai 'kefasikan dan kelaliman' mereka (Rm 1:18-20).
Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan penyataan pada manusia yg telah jatuh melebihi kebutuhan Adam dalam dua hal. Pertama, ia membutuhkan penyataan Allah yg menebus dan memulihkan, yg memperlihatkan belas kasihan kepada para pendosa. Penyataan Allah melalui penciptaan dan suara hati berbicara tentang hukum dan penghakiman (Rm 2:14 dab; 1:32), tapi bukan tentang pengampunan. Kedua, taruhlah bahwa Allah memberikan penyataan semacam itu (Alkitab merupakan proklamasi yg panjang, yg memang Dia lakukan begitu), namun manusia yg telah jatuh itu masih membutuhkan penerangan batiniah sebelum ia dapat memahaminya; kalau tidak, maka ia akan membalikkannya, sebagaimana ia telah membalikkan penyataan alamiah. Orang Yahudi memiliki penyataan tentang rahmat di dalam PL yg mengarahkan mereka kepada Kristus, tapi pada kebanyakan hati mereka ada selubung yg mencegah mereka untuk mengertinya (2 Kor 3:14 dab), dan dengan demikian mereka menjadi korban salah paham yg legalistik mengenai itu (Rm 9:31-10:4). Malah Paulus pun, yg meminta perhatian pada kenyataan-kenyataan ini, yg sendiri telah mengenal Injil Kristus sebelum pertobatannya -- dan mencoba untuk menindasnya --, baru mengakuinya sebagai firman Allah setelah 'Allah berkenan ... menyatakan AnakNya di dalam diriku' -- yakni dengan penerangan batiniah. Kebutuhan akan penerangan ilahi untuk menyatakan kepada individu-individu tentang realitas, kewibawaan, dan makna penyataan yg secara obyektif diberikan, dan untuk menyesuaikan hidup mereka dengan itu, kadangkala ditunjukkan dalam PL (Mzm 119:12, 27, dll;' Yer 31:33 dab); dan dalam PB hal itu ditekankan paling banyak oleh Paulus dan dalam pengajaran Kristus yg diabadikan (Mat 11:25; 13:11-17; Yoh 3:3 dab; 6:4 dab, 63 dab; 8:43-47; 10:26 dab; bnd 12:37 dab).
III. Isi penyataan
a. PL
Dasar dan kerangka pandangan religius Israel ialah perjanjian yg dipermaklumkan oleh Allah antara diriNya dan keturunan Abraham (Kej 17:1 dab). Suatu --> perjanjian adalah suatu hubungan yg ditetapkan yg berisikan janji dan kewajiban yg mengikat kedua pihak bersama-sama. Perjanjian ini merupakan ketetapan mulia yg dengannya Allah menjanjikan diriNya kepada kaum keturunan Abraham sebagai Allah mereka, dan dengan demikian memberikan wewenang kepada mereka untuk memohon kepada-Nya sebagai Allah kami dan Allah-ku.
Kenyataan bahwa Allah memberitahukan nama-Nya (YAHWEH) kepada Israel (Kel 3:11-15; 6:2 dab; mengenai tafsirannya lih J. A Motyer, The Revelation of the Divine Name, 1960) adalah merupakan kesaksian tentang hubungan ini. 'Nama' terutama berarti suatu pribadi; dan bagi Allah, mengatakan nama-Nya kepada orang Israel adalah tanda bahwa dalam segala kuasa dan kemuliaan-Nya, Dia menjadikan diriNya jaminan kesejahteraan mereka. Tujuan hubungan-Nya dengan Israel ialah penyempurnaan hubungan itu sendiri: yaitu, bahwa Allah dapat memberkati keturunan Abraham dengan kesempurnaan pemberian-pemberian-Nya, dan bahwa keturunan Abraham dapat memuliakan Allah dengan ibadat dan ketaatan yg sempurna. Karena itu Allah melanjutkan menyatakan diriNya kepada persekutuan perjanjian dengan firman-firman-Nya yg bersifat hukum dan janji, dan dengan tindakan-tindakan penyelamatan-Nya sebagai Tuhan sejarah untuk mewujudkan eskatologi perjanjian ini.
Allah membuat watak mulia perjanjian-Nya itu lebih tegas di Sinai, di mana, sesudah secara dramatis memperlihatkan kuasa penyelamatan-Nya di dalam Keluaran dari Mesir, Dia secara resmi diakui sebagai Raja Israel (Kel 19:3-8; Ul 33:4 dab), dan melalui mulut Musa, nabi yg menjadi teladan semua nabi (Ul 18:15), Dia mengumumkan hukum-hukum perjanjian, yg menjelaskan bahwa menikmati berkat perjanjian adalah dengan syarat menaati hukum-hukum itu (Kel 19:5; bnd Im 26:3 dab; Ul 28). Hukum-hukum ini ditulis, Dasa Titah pertama-tama oleh Allah sendiri (Kel 24:12; 31:18; 32:15 dab), pada akhirnya seluruh kitab hukum ditulis oleh Musa, yg berperan sebagai sekretaris Allah (Kel 34:27; Ul 31:9 dab, 24 dab; bnd Kel 24:7). Patut dicatat bahwa di kemudian hari Allah melalui Hosea berbicara tentang seluruh penulisan hukum Taurat sebagai pekerjaan-Nya sendiri, walaupun tradisi bersepakat bahwa Musa yg melakukannya (Hos 8:12); di sini terdapat beberapa akar gagasan tentang pengilhaman (inspirasi). Sekali dituliskan maka hukum Taurat dipandang sebagai penyataan kehendak Allah yg definitif dan berlaku tetap untuk kehidupan umat-Nya, dan para imam dijadikan bertanggung jawab selama-lamanya untuk mengajarkan itu (Ul 31:9 dab; bnd Neh 8:1 dab; Hag 2:11 dab; Mal 2:7 dab).
Allah melarang orang Israel melakukan praktik sihir dan peramalan untuk menjadi bimbingan sehari-hari, sebagaimana dilakukan oleh orang Kanaan (Ul 18:9 dab); mereka harus mencari pedoman hanya dari Dia (Yes 8:19). Dia menjanjikan kepada mereka sederet nabi, orang-orang yg pada mulut mereka Dia letakkan kata-kata-Nya sendiri (Ul 18:18; bnd Yer 1:9; 5:14; Yeh 2:7-3:11; Bil 22:35, 38; 23:5), untuk memberikan kepada umat-Nya bimbingan pada waktu-waktu tertentu manakala mereka butuhkan (Ul 18:15 dab).
Nabi-nabi di Israel menunaikan suatu pelayanan yg sangat diperlukan. Nabi-nabi besar, atas perintah YAHWEH, mengucapkan kata-kata Allah dan menafsirkan pikiran-Nya kepada raja-raja dan kepada bangsa; mereka menjelaskan dan menerapkan hukum-Nya, sambil menyerukan pertobatan dan mengancam dengan penghakiman atas nama Dia, dan mereka menerangkan apa yg akan Dia lakukan, baik dalam penghakiman maupun dalam penggenapan eskatologi perjanjian dengan membangunkan kerajaan-Nya sesudah penghakiman selesai. Dan mungkin nabi-nabi yg dapat memberikan jawab dari Allah kepada pribadi-pribadi yg menanyakan pertanyaan-pertanyaan yg khusus mengenai bimbingan dan masa yg akan datang (bnd 1 Sam 9:6 dab; 28:6-20; 1 Raj 22:5 dab; lih A. R Johnson, The Cultic Prophet in Ancient Israel, 1944). Suatu alat bimbingan lebih lanjut dalam kehidupan Israel sebelum pembuangan ialah undian suci, --> Urim dan Tumim, yg digunakan oleh imam-imam (Ul 33:8 dab; bnd 1 Sam 14:36-42; 28:6). Petunjuk ilahi untuk hidup seperti itu yg lebih umum diberikan pula oleh amsal-amsal 'orang-orang bijaksana', yg kebijaksanaannya dipandang berasal dari Allah (bnd Ams 1:20; 8).
Disamping penetapan-penetapan mengenai penyampaian penyataan kehendak Allah ini, lisan atau seakan-akan lisan, Israel mengenal penampakan Allah dengan cara tertentu dan penjelmaan-Nya dalam ujud tertentu yg menekankan betapa dekatnya Dia, yaitu: 'kemuliaan' (Kel 16:10; 40:34; Bil 16:19; 1 Raj 8:10 dab; Yeh 1, dll, --> MULIA, KEMULIAAN); hujan ribut berguntur (Mzm 18:6-15; 29); memandang 'wajah'-Nya dan menyadari dengan gembira 'kehadiran'-Nya, hal yg diinginkan oleh para penyembah Tuhan yg setia (Mzm 11:7; 16:11; 17:15; 51:11 dab).
Penekanan utama penyataan Allah dalam PL terletak pada: (a) keunikan Allah, sebagai Pencipta dan Pemerintah segala sesuatu; (b) kekudusan-Nya, yaitu gabungan sifat-sifat khas yg menimbulkan takut dan hormat yg memisahkan Dia dari manusia -- keagungan dan kebesaran dan kekuatan, pada satu pihak, dan kesucian dan kasih akan kebenaran dan kebencian akan perbuatan salah, pada lain pihak; (c) kesetiaan-Nya terhadap perjanjian dan kesabaran dan kemurahan hati, dan kesetiaan-Nya terhadap tujuan-tujuan-Nya yg rahmani bagi umat perjanjian.
b. PB
Dalam PB Kristus dan rasul-rasul merupakan alat-alat penyataan yg baru, sama dengan Musa dan nabi-nabi dalam PL. Penggenapan eskatologis perjanjian PL terdapat dalam kerajaan Kristus dan harapan Kristen akan kemuliaan. Allah PL yg esa itu dinyatakan sebagai Tritunggal, pertama dengan datangnya Kristus dan kemudian dengan datangnya. Roh, dan dengan pengungkapan tujuan penyelamatan Allah sebagai tujuan yg di dalamnya ketiga purusa ke-Allah-an semua bekerja bersama-sama (bnd Ef 1:3-14; Rm 8). Dua peristiwa yg akan membawa rencana Allah bagi sejarah manusia kepada klimaksnya, dikatakan sebagai tindakan penyataan yg masih akan terjadi (yaitu: munculnya anti-Kristus, 2 Tes 2:3, 6, 8, dan datangnya Kristus kembali, 1 Kor 1:7; 2 Tes 1:7-10; 1 Ptr 1:7, 13). PB menegaskan bahwa penyataan PL telah diperluas melalui dua garis utama.
*) Catatan: di sini dipakai purusa untuk menerjemahkan person' dalam Trinitas. Itu diambil dari bh Jawa, yg mengambilnya dari bh Sansekerta, yg mempunyai akar mirip dengan person'.
(i) Penyataan Allah dalam Kristus. PB memproklamasikan bahwa 'Allah ... pada zaman akhir ini telah berbicara kepada kita di dalam AnakNya' (Ibr 1:1 dab). Ini merupakan puncak penyataan Allah dan yg terakhir, firmanNya yg terakhir kepada manusia. Dengan kata-kata dan pekerjaan-Nya, dan dengan watak hidup dan pelayanan-Nya secara menyeluruh, Yesus Kristus menyatakan Allah dengan sempurnanya (Yoh 1:18; 14:7-11). Kehidupan pribadi-Nya merupakan penyataan sempurna tentang sifat Allah; sebab Anak adalah gambaran Allah (2 Kor 4:4; Kol 1:15; Ibr 1:3), logos-Nya (firman, yg dipandang sebagai ungkapan pikiran-Nya, Yoh 1:1 dab), yg di dalamnya, seluruh kepenuhan Allah diam (Kol 1:19; 2:9). Sama halnya, pekerjaan mesianik-Nya secara sempurna menyatakan tujuan-tujuan penyelamatan Allah; sebab Kristus adalah hikmat Allah (1 Kor 1:24), yg melalui-Nya, sebagai Pengantara (1 Tim 2:5), seluruh tujuan penyelamatan Allah dikerjakan dan semua hikmat yg dibutuhkan oleh manusia untuk keselamatannya bisa didapati (Kol 2:3; 1 Kor 1:30; 2:6 dab). Penyataan Bapak oleh Anak, yg oleh orang Yahudi dikutuk sebagai penipu dan penghujat karena Dia menyatakan keAnak-an-Nya, merupakan tema utama Injil Yohanes.
(ii) Penyataan rencana Allah melalui Kristus. Paulus menyatakan bahwa'misteri' kerelaan Allah untuk menyelamatkan gereja dan untuk memulihkan dunia melalui Kristus sekarang dinyatakan, setelah dibiarkan tersembunyi sampai pada saat inkarnasi (Rm 16:25 dab; 1 Kor 2:7-10; Ef 1:9 dab; 3:3-11; Kol 1:19 dab). la menunjukkan bagaimana penyataan ini meniadakan tembok pemisah yg lama antara Yahudi dan non-Yahudi (Rm 3:29 dab; 9-11; Gal 2:15; 3:29; Ef 2:11-3:6); demikian pula, penulis Surat Ibrani menunjukkan bagaimana penyataan ini meniadakan kultus imamat dan pengorbanan yg lama pada bangsa Yahudi (Ibr 7-10).
IV. Sifat penyataan
Dari catatan terdahulu jelas bahwa Alkitab memahami penyataan terutama dan secara asasi sebagai komunikasi lisan -- tora ('ajaran, pengajaran, hukum') Allah, atau devarim ('kata-kata') dalam PL dan logos atau rhema ('kata, ucapan')-Nya dalam PB. Pikiran bahwa Allah telah dinyatakan di dalam tindakan-tindakan-Nya adalah sekunder, dan mengenai kebenarannya tergantung pada anggapan dasar tentang penyataan lisan. Jika dengan melihat pekerjaanNya dalam sejarah manusia dapat 'mengetahui bahwa Dia adalah YAHWEH', itu terjadi hanya apabila Dia berbicara untuk menerangkan bahwa itu semua adalah pekerjaanNya, dan menjelaskan apa artinya semua itu. Demikian juga, terlepas dari penyataan-penyataan Allah tentang Yesus dalam PL dan dari kesaksian diri Yesus sendiri, manusia tidak pernah dapat menduga atau menyimpulkan siapa Yesus dari Nazaret itu (bnd Yoh 5:37-39; 8:13-18).
KEPUSTAKAAN. Arndt; A Oepke, TDNT 3, hlm 563592; C. F. D Moule, IDB, 4, hlm 54-58; B Warfield, The Inspiration and Authority of the Bible, 1951; H. H Rowley, The Faith of Israel, 1956; L Kohler, Old Testament Theology, E. T, 1953; H. W Robinson, Inspiration and Revelation in the Old Testament, 1946; E. F Scott, Revelation in the New Testament, 1935; J Orr, Revelation and Inspiration, 1910; B Ramm, Special Revelation and the Word of God, 1961; G. C Berkouwer, General Revelation, 1955. JIP/BS/HAO
Ke atas
WAHYU [Ensiklopedia]
Lihat NYATA, PERNYATAAN.
Ke atas
APOKALYPSIS [Kamus Browning]
Meskipun terutama dipergunakan untuk kitab terakhir dalam Alkitab, yakni Wahyu kepada Yohanes, yang disebut 'Apokalypsis', secara lebih umum kata ini berarti 'penyingkapan' rahasia ilahi. Dalam kitab-kitab PL, seperti Daniel dan bagian-bagian dari Yesaya dan Zakharia, terdapat pula apokalypsis. Dalam PB, Mrk. 13 sering kali dikenal sebagai 'apokalypse kecil'. Dalam *pseudepigraf PL terdapat sejumlah tulisan, seperti Apokalypsis Abraham dan Apokalypsis Elia. Fragmen 1 Henokh terdapat di antara --> Gulungan Laut Mati. Tulisan-tulisan apokalypsis melintasi seluruh rentang pengalaman manusia, dari latar sosial yang digunakan oleh penulis, seperti percobaan penganiayaan (Daniel), hingga pernyataan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada akhir zaman dan penyataan malaikat mengenai ' --> langit ketujuh' (2 Henokh). Tulisan-tulisan apokalypsis diterbitkan oleh --> Yudaisme sejak sekitar 250 hingga 200 sM, dan setelah itu *gaya sastra tersebut dilanjutkan oleh para penafsir Kitab Wahyu Kristen, seperti Abbot Joachim (1132-1202), dan Edward Irving (1792-1834) serta oleh Saksi Yehovah.
Ke atas
APOKALYPTIK [Kamus Browning]
Sifat apokalyptik PL adalah pengharapan yang kuat mengenai keselamatan masa depan yang akan terjadi pada akhir penghinaan dan penderitaan nasional yang dialami saat ini. Karena itu, pemikiran apokalyptik, yang berupa wahyu kepada --> Abraham, *Enokh, --> Barukh, dan sebagainya, mengambil bentuk sastra *eskhatologis, dan biasanya pseudonim. Secara khas, pemikiran apokalyptik berupa narasi historis, yang ceritanya dituturkan dengan ketepatan yang lumayan, dari masa hidup penulis yang diperkirakan, hingga waktu penyusunannya, setelah itu ceritanya (seperti Dan. 11) menjadi samar-samar. Tulisan ini mencerminkan keputusasaan proses historis dan meramalkan pergolakan bencana kosmis serta penyelamatan Allah atas umat Israel. Ini merupakan sastra pengharapan dan penghiburan. Zaman penderitaan masa kini akan diubah menjadi sukacita firdaus; tanah yang ditaklukkan oleh para penyembah berhala akan menjadi dunia yang penuh dengan --> kemuliaan Allah.Pemikiran apokalyptik mencakup gagasan mengenai kebangkitan umum dan mempengaruhi perkembangan doktrin-doktrin Kristen, seperti kedatangan Kristus yang kedua. Beberapa kitab apokrif, seperti 2 Esdras, yang ditulis antara 170-100 sM, adalah apokalyptik. Di antara --> Gulungan Laut Mati juga terdapat doktrin apokalyptik.
Ke atas
PENGILHAMAN [Kamus Browning]
Kepercayaan dalam PL bahwa para --> nabi dipenuhi dengan 'roh', dan bahwa perkataannya mengandung pesan ilahi (Bil. 24:2), yang kadang-kadang didukung dengan perilaku eksentrik (1Sam. 10:6). Dalam PB --> Roh juga dianggap sebagai sumber nubuat, --> bahasa lidah, --> penyembuhan, dan *karunia-karunia yang lain (1Kor. 12:4-11).Kemudian dikemukakan gagasan mengenai pengilhaman tulisan-tulisan tertentu (1Tim. 3:16), dan hal ini dipegang oleh beberapa ahli Alkitab untuk gagasan ngenai suatu teks yang diilhamkan. Juga dipertahankan bahwa 1Tim. 3:16 berarti bahwa Kitab Suci tertulis sesungguhnya adalah karya Allah, sebagaimana Ia adalah sumber nubuat para --> nabi. Dalam teori keduanya berasal langsung dari Allah (1Kor. 6:16). Dari pendirian ini selangkah lagi sampai pada gagasan bahwa Alkitab tidak dapat salah. Alkitab bebas dari kesalahan bukan hanya dalam masalah-masalah religius, melainkan juga dalam sejarah, ilmu pengetahuan, dan etika. Ini adalah pandangan yang secara luas dikenal sebagai *fundamentalisme.Bagaimanapun, terdapat berbagai kesulitan serius mengenai pandangan tentang pengilhaman seperti itu. Dalam Kitab Suci sendiri terdapat inkonsistensi dan kontradiksi-kontradiksi yang jelas; di dalamnya ada masalah-masalah historis; ada akumulasi pengetahuan mengenai cara penyusunan kitab-kitab di dunia purba dan kemiripan yang jelas dengan kitab-kitab dalam diakui bahwa bapa-bapa Kristen mula-mula, seperti *Irenaeus (kira-kira 180 M), tidak menganggap PL dan PB (yang sering dikutipnya) sebagai sesuatu yang diilhamkan secara supranatural dijamin oleh Allah. Irenaeus hanya menghargai Injil-injil, karena Injil-injil tersebut mencatat perkataan dan tindakan Yesus. Mengikuti Irenaeus, dapat dikatakan bahwa PB tidak lebih dari memberikan data yang di atasnya iman Kristen dapat didasarkan (atau diingkari).
Ke atas
PENYATAAN [Kamus Browning]
Lihat --> wahyu.
Ke atas
WAHYU/PENYATAAN [Kamus Browning]
Pengetahuan baru yang diberikan tanpa si penerima memikirkan dan menyimpulkannya. Sebagai yang demikian itu, penyataan adalah karunia ilahi (Mat. 16:17), tetapi lalu dapat diteruskan kepada orang lain (Gal. 1:15-17). Cara mendapatkan penyataan itu mungkin melalui penglihatan (Yer. 1:11-13), atau melalui pemahaman kejadian-kejadian dalam sejarah (Mzm. 11:6).
Ke atas
Yunani
Strongs #2315 θεοπνευστος theopneustos
θεοπνευστος yeopneustov:ον diilhamkan Allah (Kamus Barclay)
Strongs #5318 φανερος phaneros
φανερος fanerov:nyata, jelas, sederhana;
subst.: yang terbuka (Kamus Yoppi)α, ον diketahui, jelas, nyata, tampak ( ελθειν εις φ. di bawa keluar hingga kelihatan, diungkapkan Mrk 4.22;
Luk 8.17;
ο εν τω φ orang yang Yahudi diluar Rm 2.28) (Kamus Barclay)
Strongs #601 αποκαλυπτω apokalupto
apokalupto {ap-ok-al-oop'-to}:menyingkapkan, menampakkan (Kamus Yoppi)aorist pas απεκαλυφθην membuka (rahasia);
menyatakan (Kamus Barclay)
Strongs #602 αποκαλυψις apokalupsis
apokalupsis {ap-ok-al'-oop-sis}:penyataan, wahyu (Kamus Yoppi)εως [feminin] pernyataan, wahyu (Kamus Barclay)
Ke atas
Wahyu [Statistik]
Jumlah dalam TB : 5 dalam 5 ayat (dalam OT : 2 dalam 2 ayat) (dalam NT : 3 dalam 3 ayat)
Strong dalam PL : [<02377> חזון 2x]
Strong dalam PB : [<602> αποκαλυψις 3x]
Ke atas
Dalam Versi-Versi Alkitab:
Wahyu: BIS TB
Sent from Kamus Alkitab: https://play.google.com/store/apps/details?id=org.sabda.kamus
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment