Wednesday, December 26, 2018

Gubernur Papua akan dihentikan oleh Presiden RI

Gubernur Papua, Lukas Enembe, Saya Bersedia Diberhentika  oleh Negara karena Saya Melingungi Rakyat Saya Dimomen Natal 2018
Penulis Nuken - 23 Desember 201802983

Share

Lukas Enembe, (Gubernur Papua)

Oleh Dr. Socratez S.Yoman, Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua.

1. Pendahuluan

Sangat mengejutkan tentang keberanian iman dan hati nurani kemanusiaan Lukas Enembe, Gubernur Papua. Penulis mendapat pesan singkat dari pak Enembe setelah membaca artikel saya yang berjudul: “Kementerian Dalam Negeri RI Melawan Hati Nurani Kemanusiaan Yang Tulus, Jujur, Murni Rakyat Papua.”

Lukas Enembe mewariskan legacy keberanian. Bacalah isi pesan Lukas Enembe, Gubernur Papua sebagai berikut:

“Tidak ada masalah kalau saya diberhentikan oleh negara karena saya melindungi masyarakat sipil di moment Natal tahun 2018. Saya tidak pernah melindungi OPM yang tidak peri kemanusiaan melakukan pembunuhan masayarakat sipil. Wa kaonak.”

Apa konsekwensi bagi Negara ini, kalau seorang gubernur yang punya UU Otonomi Khusus dan yang mempunyai kewenangan melindungi rakyatnya diberhentikan hanya karena ia menyatakan Natal harus dalam suasana damai?

Pemerintah pusat dan aparat keamanan jangan berlebihan menanggapi pernyataan gubernur Papua untuk menarik pasukan TNI/Polri dari Nduga. Penguasa pusat tidak harus berlebihan dan salah tafsirkan maksud dan tujuan mulia Gubernur Papua.
Pernyataan Gubernur sangat mulia, yaitu Lukas Enembe sebagai gubernur, Kepala Daerah mempunyai tanggungjawab iman dan kewajiban moril untuk melindungi masyarakat sipil di moment Natal tahun 2018.

Apa yang disampaikan gubernur Papua ditanggapi dengan jujur, sebenarnya Lukas Enembe tidak menentang dan juga tidak bertentangan dengan kebijakan Jakarta. Masalahnya ialah penguasa Indonesia di pusat selalu curiga rakyat Papua, termasuk pejabat dan penguasa pemerintahan di Papua.

2. Penguasa Jakarta Pakai Kaca Mata Stigma Separatis

Pernyataan Gubernur Papua yang dikutip sangat jelas. Pak Enembe tidak melindungi OPM. Dia tidak setuju dan mengutuk perilaku keji OPM tidak manusiawi itu.

Pokok masalahnya ialah penguasa pemerintah pusat selalu menggunakan lensa kecurigaan, yaitu stigma separatis kepada semua orang Asli Papua. Kalau penguasa pemerintah pusat melihat pernyataan pak Gubernur Papua dengan hati yang jujur dan terbuka, tentu saja kesimpulan dan penafsirannya jauh lebih mendamaikan dan menyejukkan.

Selain lensa separatis, ada juga lensa paranoid para penguasa Indonesia di pusat. Pemerintah pusat selalu diliputi dengan ketakutan yang luar biasa. Dari rasa ketakutan berlebihan dan tanpa dasar itu selalu mencul reaksi negatif terhadap semua yang baik dan positif.

Masalah lain yang menjadi penghalang penguasa pusat ialah tidak introspeksi diri atas seluruh kebijakan untuk rakyat Papua. Tidak merasa bersalah dan semua kesalahan itu ada di Papua.

Akhir dari artikel ini, apa yang disampaikan Gubernur Papua dan Ketua DPR Papua menarik pasukan TNI dari Nduga dapat diterima iman dan akal sehat. Karena rakyat di Nduga harus melaksanakan Natal 2018 dengan tenang, tanpa rasa takut dan mereka harus menikmati damai Natal.

Perlu diingat bahwa Lukas Enembe, Gubernur Papua dipilih oleh rakyat Papua, bukan ditunjuk oleh Presiden atau Menteri Dalam Negeri. Tentu saja, rakyat Papua tidak mau dan tidak terima, Gubernur mereka dihentikan di tengah jalan dengan alasan yang menga-ngada.

Lukas Enembe, Gubenur fenomenal, Moderen, Moderat, selalu membaca dan mendengar setiap getaran hati manusia, kecil atau besar, tua atau muda, Kristen atau Islam, Hindu atau Budha. Lukas Enembe adalah anugerah Tuhan di era ini bagi semua orang yang berada, hidup dan berkarya di Papua. Lukas Enembe, Gubernur Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI selalu mencatat dalam sejarahnya bahwa Indonesia pernah memiliki seorang gubernur fenomenal di Ufuk Timur Indonesia Tercinta.

Tuhan memberkati, melindungi, menjaga dan memelihara Lukas Enembe, Gubernur Papua dalam tugas dan juga dalam kehidupan keluarga.

TORAH & PENGAJARAN

Daftar Isi: KECIL: Buku Musa , Taurat ; HAAG: Hukum Musa ; PEDOMAN: Hukum, Hukum Musa ; BROWNING: KETUBIM , TAURAT , TORAH ; ENSIKLOPEDIA: TAURAT ; STATISTIK: TAURAT ; LAIN: Dalam Versi-Versi Alkitab ; Taurat Ke atas Buku Musa [Kamus Kecil] BIS- Dalam Perjanjian Baru, Luk 24:44; Kis 13:15; 28:23, "Buku Musa" adalah ajaran-ajaran agama Yahudi yang menurut kepercayaan mereka berasal dari Musa dan yang sudah dikumpulkan menjadi buku. Biasanya yang dimaksud adalah kelima buku pertama dalam Perjanjian Lama. Begitu juga "Buku Nabi-nabi" adalah ajaran agama Yahudi yang diajarkan oleh nabi-nabi dahulu kala, dan yang sudah dikumpulkan menjadi buku. Yang dimaksud dengan "Buku Musa" dan "Buku Nabi-nabi" adalah Perjanjian Lama. Ke atas Taurat [Kamus Kecil] Taurat; (kata Ibrani --> Torah) TB- Sebenarnya berarti: pengajaran oleh Allah. Diterapkan pada Kesepuluh Hukum, kemudian pada segala hukum dan peraturan dari Tuhan, khususnya pada kelima kitab Musa atau kitab Taurat. Ke atas Hukum Musa [Kamus Haag] Hukum (Musa). (1) Di dalam PL, ~H (Bhs. Ibr.: Torah) adalah keseluruhan norma-norma hukum religius dan sipil, yang dikumpulkan di --> Pentateukh dan diakukan berasal dari Musa. ~H berarti pula petunjuk yang banyak jumlahnya dan tidak perlu berbentuk iuridis, namun dimaklumkan Yahwe lewat para imam atau para nabi. Kadang-kadang tradisi Yahudi maupun PB menggunakan kata ~H (Bhs. Yub.: nomos) untuk keseluruhan Kitab Suci PL (1Kor 14:21). ~H itu berkembang secara perlahan-lahan. Hal mana dapat disimpulkan dari penetapannya secara tertulis. Di situ ditemukan banyak pararel dengan pembuatan ~H bangsa-bangsa Timur-Tengah kuno (: terutama dengan ~H Babilon dari --> Hammurapi). Kumpulan-kumpulan tertulis mengenai ~H dapat diperinci dalam golongan sebagai berikut: (a) --> Dekalog (: kesepuluh firman: Kel 20:1-17; Ul 5:6-21); berbagai ahli mengungkapkan adanya sebuah --> Dekalog Ibadat dalam Kel 34:11-26. (b) --> Kitab Perjanjian (Kel 20:22-23:19). (c) --> Hukum-hukum imamat (Kel 25-31; 36-40; Im 1-16; 23-27; Bil 1-10; 17-19; 28-29). --> Tulisan para imam. (d) --> Hukum kekudusan (Im 17:1-26:46). (e) Pemberian ~H --> Deuteronomium (Ul 12-26). Karena kumpulan-kumpulan ini timbul secara berturut-turut dalam berbagai waktu dan tempat, maka dalam Pentateukh tidak diuraikan secara sistematis, melainkan menurut alasan yang kebetulan sesuai. (2) Makna. ~H adalah tali pegangan yang diwahyukan untuk keseluruhan hidup religius dan sipil. Suatu tuntutan Yahwe yang mutlak terhadap anggota bangsaNya. Dalam pengukuhan perjanjian itu rakyat berjanji dengan upacara besar, bahwa mereka siap melaksanakan semua perintah Yahwe (Kel 24:3). Setiap tujuh tahun ~H harus dibacakan pada hari raya Pondok Daun (Ul 31:10-13). Para imam mempunyai pengaruh besar di dalam menguraikan makna dan pemakaiannya. Pada mulanya ~H itu bukan menjadi sebuah beban yang berat, melainkan menyukakan hati (Mazm 19:1-14). Para ahli Kitab di kemudian hari membuatnya begitu berat dan tidak dapat dipenuhi lagi. Mereka tambah dengan peraturan yang meliputi soal kecil-kecil yang tak terhitung banyaknya dan harus dipenuhi secara cermat. (3) ~H dan PB. Kristus membawa pemenuhan pelaksanaan janji-janji PL (: terutama bdk. Mat). Kristus adalah kegenapan ~H (Rom 10:4). Kita bertemu pada Paulus dengan suatu theologi ~H yang terurai. Tujuan ~H adalah membongkar kejahatan dosa dan menunjukkan kebutuhan penebusan pada manusia. Manusia tertimpa kutukan, sebab ia tidak mampu memenuhi ~H. Padahal ~H tidak dapat membebaskannya dari kutukan tadi (Rom 8:3). Hanya Kristuslah yang mampu berbuat itu. Semua saja yang percaya padanya dibebaskan dari Perbudakan ~H dan mereka memiliki kebebasan anak-anak Allah. ~H Kristus yang baru didasarkan pada cinta kasih (Gal 5:14). Ke atas Hukum, Hukum Musa [Kamus Pedoman] 1. Adalah hukum Tuhan. Im 26:46 2. Diberikan: 2.1 Bukan kepada bangsa lain. Ul 4:8; Mazm 147:20 2.2 Melalui Musa. Ul 5:5,27,28; Yoh 1:17; Gal 3:19 2.3 Di gunung Sinai. Kel 19:11,20 2.4 Di gunung Horeb. Ul 4:10,15; 5:2 2.5 Di padang gurun. Yeh 20:10,11 2.6 Kepada orang Israel. Im 26:46; Mazm 78:5 2.7 Oleh malaikat-malaikat. Kis 7:53 2.8 Setelah keluar dari Mesir. Ul 4:45; Mazm 81:5,6 3. Seorangpun tidak boleh mendekati gunung Sinai ketika Tuhan memberikan - . Kel 19:13,21-24; Ibr 12:20 4. Tanda-tanda pada waktu - diberikan. Kel 19:16-19 5. Orang Yahudi sangat gemetar ketika menerima - . Kel 19:16; 20:18-20; Ul 5:5,23-25 6. Tambahan perintah dan peraturan - diberikan di dataran Moab di tepi sungai Yordan. Bil 36:13 7. Dinamai: 7.1 Pelayanan yang memimpin kepada penghukuman. 2Kor 3:9 7.2 Pelayanan yang memimpin kepada kematian. 2Kor 3:7 7.3 Firman yang dikatakan dengan perantaraan malaikat-malaikat. Ibr 2:2 7.4 Hukum yang menyala-nyala. Ul 33:2 7.5 Hukum kerajaan (utama). Yak 2:8 7.6 Kitab Musa. 2Taw 25:4; 35:12 7.7 Kitab Taurat. Ul 30:10; Yos 1:8 7.8 Firman-firman yang hidup. Kis 7:38 8. Diulangi oleh Musa. Ul 1:1-3 9. Semua - ditulis dalam sebuah kitab. Ul 31:9 10. Kitab Taurat diletakkan di samping tabut perjanjian Tuhan. Ul 31:26 11. Loh - diletakkan di dalam tabut perjanjian. Ul 10:5 12. Terbagi atas: 12.1 Kesusilaan, tertulis di dalam kesepuluh hukum. Ul 5:22; 10:4 12.2 Yang berhubungan dengan upacara, cara-cara berbakti kepada Allah. Im 7:37,38; Ibr 9:1-7 12.3 Pemerintahan, yang mengenai pekerjaan pengadilan. Ul 17:8-11; Kis 23:3; 24:6 12.4 Perjanjian tentang perbuatan orang Yahudi sebagai satu bangsa. Ul 28:1,15; Yer 31:32 13. Mengajar orang Yahudi supaya: 13.1 Jujur. Im 19:35,36 13.2 Mengasihi dan takut kepada Allah. Ul 6:5; 10:12,13; Mat 22:36-38 13.3 Mengasihi sesama manusia. Im 19:18; Mat 22:39 13.4 Semua hukuman dijatuhkan berdasarkan - . Yoh 8:5; 19:7; Ibr 10:28 14. Semua orang Yahudi harus: 14.1 Memegang - . Ul 4:6; 6:2 14.2 Mengajarkan - kepada anak-anak mereka. Ul 6:7; 11:19 14.3 Mengingat - . Mal 4:4 14.4 Mengetahui - . Kel 18:16 14.5 Memperhatikan - . Ul 6:6; 11:18 15. Raja-raja disuruh menulis dan mempelajari - . Ul 17:18,19 16. Raja-raja yang baik menjalankan - . 2Raj 23:24,25; 2Taw 31:21 17. Imam-imam dan orang Lewi harus mengajarkan - . Ul 33:8-10; Neh 8:8; Mal 2:7 18. Para ahli Taurat mahir dalam - dan berkhotbah tentang - . Ezr 7:6; Mat 23:2 19. Pelajaran tentang - diajarkan kepada pemuda-pemuda. Luk 2:46; Kis 22:3 20. Dibacakan di depan umum: 20.1 Dalam rumah ibadah tiap-tiap hari Sabat. Kis 13:15; 15:21 20.2 Oleh Ezra. Neh 8:2,3 20.3 Oleh Yosua. Yos 8:34,35 20.4 Pada hari raya Pondok Daun pada akhir tiap tujuh tahun. Ul 31:10-13 21. Satu cara untuk pembaruan bangsa. 2Taw 34:19-21; Neh 8:13-18 22. Suatu bayangan dari keselamatan yang akan datang. Ibr 10:1 23. Tidak dapat menghidupkan dan membenarkan. Gal 3:21; Rom 8:3,4; Ibr 10:1 24. Suatu penuntun bagi kita sampai Kristus datang. Gal 3:24 25. Kristus: 25.1 Datang bukan untuk meniadakan melainkan untuk menggenapi - . Mat 5:17,18 25.2 Disunat sesuai dengan - . Luk 2:21; Rom 15:8 25.3 Mati bagi - . Rom 7:4 25.4 Membesarkan dan memuliakan - . Yes 42:21 25.5 Memenuhi semua contoh dan bayang-bayang - . Ibr 9:9-14; 10:1,11-14 25.6 Memenuhi semua peraturan - . Mazm 40:7,8 25.7 Menanggung kutuk - . Ul 21:23; Gal 3:13 25.8 Menghadiri semua perayaan yang disuruh di dalam - . Yoh 2:23; 7:2,10,37 25.9 Takluk kepada - . Gal 4:4 26. Bukan pernyataan kasih karunia Allah. Yoh 1:17; Rom 8:3,4 27. Tidak dapat menghilangkan kekuatan perjanjian kasih karunia di dalam Kristus. Gal 3:17 28. Di antara orang-orang Yahudi yang pertama kali beragama Kristen, ada yang menghendaki agar orang Kristen mentaati - . Kis 15:1 29. Orang-orang Yahudi: 29.1 Akan dihukum menurut - . Yoh 5:45; Rom 2:12 29.2 Menganggap orang yang tidak mengenal - terkutuk. Yoh 7:49 29.3 Menyangkal Kristus karena mengejar - . Rom 9:31-33 29.4 Menghina Allah dan melanggar - . Rom 2:23 29.5 Menuduh Kristus melanggar - . Yoh 19:7 29.6 Tidak seorangpun di antara mereka yang melakukan - . Yoh 7:19 29.7 Rajin memelihara - . Yoh 9:28,29; Kis 21:20 30. Menjadi satu kuk yang tidak dapat dipikul. Kis 15:10 31. Kegelapan pada waktu - diberikan. Ibr 12:18-24 Ke atas KETUBIM [Kamus Browning] (kitab-kitab) Bagian ketiga dalam --> Alkitab Ibrani (bagian pertama = Torah; bagian kedua = Nebiim). Pembagian ini ada sejak akhir abad pertama Masehi. Bagian ketiga berisikan Kitab-kitab mur, Amsal, Ayub, Kidung Agung, R Ratapan, Pengkhotbah, Ester, Daniel, E Nehemia dan Tawarikh. Ke atas TAURAT [Kamus Browning] Terjemahan dari kata Ibrani --> Torah, sekalipun kata ini mempunyai arti lebih luas dari arti legal saja, sehingga arti 'tafsirannya' mungkin lebih baik. Dalam Alkitab Ibrani, Torah digunakan untuk --> Pentateukh (lima kitab), di mana hukum sebagai sistem peraturan hanya merupakan sebagian saja dari kelima buku tersebut.Taurat dalam anti paling sempit adalah dasar bagi pengelolaan keadilan, yang dijalankan oleh para tua-tua setempat pada gerbang kota, tetapi kasus-kasus berat dilimpahkan kepada ahli-ahli yang berwenang di Bait Allah di Yerusalem. Raja menjalankan fungsi pengadilan dan putusannya menjadi teladan, yang diperkuat oleh pertimbangan para nabi kerajaannya, membimbing konsolidasi berbagai undang-undang dalam --> Pentateukh. Cerita-cerita sejarah membuat catatan peristiwa-peristiwa yang ikut menyumbang terwujudnya proses tersebut: ada cerita --> Samuel menempatkan sebuah kitab yang memuat hal-hal khusus dari raja di --> tempat kudus (1Sam. 8), yang diikuti --> Yeremia (Yer. 36) dan penemuan kitab --> perjanjian pada waktu pemerintahan --> Yosia (2Raj. 23) dan proklamasi Ezra (Ezr. 7:10).Undang-undang tertua adalah yang biasa disebut Undang-undang Perjanjian (Kel. 21-23) yang memuat aturan-aturan mengenai perbudakan, pembunuhan, pencurian, bersama ketentuan-ketentuan kemanusiaan. Undang-undang Imamat, terutama mengenai agama dan peribadahan, dan di dalamnya terdapat pula undang-undang kekudusan (Im. 17-26). Disebut undang-undang Imamat, karena berkaitan dengan sumber --> P dari --> Pentateukh.Undang-undang Ulangan (Ul. 12-26) secara umum diidentifikasikan dengan kitab yang ditemukan di Bait Allah pada zaman Yeremia. Bentuknya adalah suatu pidato Musa kepada umat Israel sebelum memasuki --> tanah yang dijanjikan. Memegang dan memelihara Taurat adalah syarat perjanjian, sebab Musa hanyalah jurubicara dari Allah, yang perintah-perintah-Nya diteruskan oleh Musa. Melanggar hukum Taurat berarti melanggar kehendak Allah. Sesudah masa Pembuangan hukum itu makin banyak diulangi, diperluas, dan dibarui sesuai dengan keadaan. Hal ini ini dilakukan oleh berbagai kelompok dalam --> Yudaisme, seperti dibayangkan oleh Kitab Ulangan sendiri (Ul. 18:15-22). Hukum lisan orang 'Farisi yang dikumpulkan dalam *Misnah, sekitar 200 M, hanyalah merupakan satu bentuk tambahan, Persekutuan di --> Qumran menambahkan undang-undang kekudusan yang berbeda dari Yerusalem dan Bait Allah. Philo menginterpretasikan hukum Taurat dengan cara *alegoris; Yes tidak datang untuk meniadakan hukum Taurat, tetapi dalam --> Khotbah di Bukit, Yesus menginterprestasikannya secara radikal. Paulus tidak menentang hukum Taurat Yahudi itu sendiri, tetapi menolak pandangan bahwa memegang Taurat adalah jalan *ke. selamatan bagi orang Kristen (Gal. 5:4). Hukum Taurat adalah dasar persekutuan Yahudi dan Paulus bermaksud memisahkan jemaat-jemaatnya dari Yudaisme. Paulus menyadari bahwa jemaat-jemaat --> bukan Yahudi tidak mempunyai masa depan apabila orang-orang bukan Yahudi yang bertobat diharuskan untuk *disunat dan diwajibkan mengikuti aturan-aturan keagamaan Yudaisme, sebelum dapat *dibaptiskan. Ke atas TORAH [Kamus Browning] Kata Ibrani yang berarti 'pengajaran'. Terjemahan: *'hukum' terlalu terbatas: memang ada sejumlah perundang-undangan hukum di dalamnya, tetapi selalu diletakkan dalam kerangka --> penyataan dan pengajaran ilahi -- seluruhnya itu dikenal sebagai Torah. Di samping undang-undang (Kel. 18:16), Torah memuat petunjuk-petunjuk untuk *peribadahan (Im. 6:14), pelaksanaan --> kurban, perilaku benar, dan tindakan-tindakan pencegahan untuk memelihara ketahiran (Im. 10:10; 14:57; Ul. 4-7; 11-15; 23). Dalam Kitab Ulangan, Torah berarti keseluruhan Kitab Torah, keseluruhan tata hidup yang menentukan identitas kebudayaan dan keagamaan Israel, berdasarkan Kitab Torah yang akhirnya ditemukan di Bait Suci (2Raj. 22:8). Yeremia, orang seangkatan Raja Yosia menggunakan kata Torah dalam arti yang luas, seperti dalam Kitab Ulangan dan Kitab Mazmur (mis. Mzm. 1:2). Mempelajari Torah adalah seluruh tujuan kehidupan. Ketidaktaatan atau pengabaian Torah membawa pembuangan, kecelakaan dan kematian sebagai akibatnya, yang berlaku juga untuk raja-raja (Ul. 17:18-20). Dalam keyakinan yang kemudian, --> Pentateukh lalu dikenal sebagai Torah tertulis, sementara Torah lisan terdiri atas tradisi-tradisi yang akhirnya dituliskan ke dalam *Misnah, yang menjadi dasar --> Talmud.Musalah yang diakui telah mengucapkan dan memaparkan Torah (Ul. 4:44) tetapi sesudah itu Torah dalam arti luas, disebarluaskan oleh raja-raja, imam-imam dan orang-orang bijak (Ams. 6:20). Torah adalah suatu pernyataan ilahi dan menyambutnya dalam hidup adalah kesukaan terbesar dari orang saleh di Israel (Mzm. 119). Dalam PB Yesus memperingatkan pengikut-Nya bahwa perintah-perintah hukum --> Taurat, hanya membawa mereka ke ambang *Kerajaan Allah: hukum Taurat melarang membunuh sementara dalam Kerajaan Allah, amarah pun tidak ada (Mat. 5:22). Paulus menganggap ketaatan pada hukum Taurat itu sebagai tanda utama dari Yudaisme, dan orang Kristen dilepaskan daripadanya, karena Kristus saja, satu-satunya yang menyelamatkan. Ke atas TAURAT [Ensiklopedia] a. Asal usul kata Tora (Taurat) Alkitab bh Indonesia menerjemahkan tora (bh Ibrani) dan nomos (bh Yunani), yg masing-masing muncul kr 200 kali, dengan 'hukum Taurat', 'hukum' saja, atau 'Taurat' saja. Ada perbedaan pendapat yg luas tentang asal usul kata tora, tapi dapat dipastikan ada kaitannya dengan kata kerja hora yg berarti memimpin, mengajar, mendidik dan di banyak tempat dapat diterjemahkan dengan 'pengajaran', mis dalam Yes 1:10 dan Hag 2:11-13. b. Asal usul tora Ajaran seperti itu diberikan oleh para bapak, atau orang bijaksana yg menyapa murid-muridnya dengan sebutan 'anak' (Ams 3:1; 6:23; 7:2; 13:14), atau oleh para ibu (Ams 1:8; 6:20; 31:26). Kata-kata yg sejajar adalah mutsar, 'petunjuk'; khokhma, 'kebijaksanaan'; dan khususnya mitswa, 'perintah'. Tapi kebanyakan pengajaran itu berasal bukan dari manusia, melainkan dari Allah. Tora tidak pernah digunakan bila menggambarkan komunikasi langsung antara Allah dan manusia. Sebab itu dalam cerita Kej tidak banyak dijumpai (kecuali Kej 26:5 saja). Tora diberikan oleh Allah, tapi melalui perantara-perantara manusia seperti Musa, para imam, para nabi atau hamba Tuhan (Yes 42:4). Sejak permulaan istilah tora digunakan untuk menggambarkan ajaran mengenai suatu hal, keputusan-keputusan yg diambil untuk memecahkan soal yg musykil. Contoh yg baik ditemukan dalam Hag 2:11-13, di mana ditanyakan keputusan para imam mengenai soal ketahiran. Keputusan para imam, petunjuk mereka bagi tingkah laku umat disebut tora, 'ajaran'. Tugas untuk memberi petunjuk-petunjuk macam itu dipercayakan kepada para imam oleh Allah (Mal 2:6-7), dan oleh sebab itu keputusan-keputusan mereka mempunyai kekuatan ilahi. Keputusan-keputusan yg penting berlaku Iebih lama daripada peristiwa yg menjadi sebab lahirnya keputusan itu. Keputusan-keputusan itu dipelihara oleh umat yg hidupnya dikuasai oleh keputusan tersebut. Tradisi lisan pada akhirnya mengumpulkan keputusan-keputusan tersebut menjadi kesimpulan ajaran yg diperkenalkan oleh para imam, yg bukan hanya menjadi perantara dari keputusan-keputusan ilahi itu, tapi mereka juga menjadi penerus keputusan-keputusan tersebut kepada angkatan berikutnya. Pada waktunya kumpulan-kumpulan torot itu dituliskan. Himpunan petunjuk untuk upacara-upacara keagamaan atau hal-hal lain, juga disebut sebuah tora, sering dalam bentuk tunggal, walaupun bentuk jamak juga dijumpai. Tora yg tertulis seperti itu dijaga oleh para imam di tempat kudus (Ul 31:24-26). Pada akhir perkembangan ini segenap Pentateukh (lima Kitab Musa) atau bahkan seluruh PL dikutip sebagai 'tora itu'. Jadi ajaran ilahi adalah bagian dari tugas imam-imam, tapi sementara memberikan ajaran ilahi para imam juga menunaikan tugas nabi, karena kekuasaan dari tora mereka bersandar pada wahyu. Jadi para nabi sering juga memberikan tora (Yes 1:10; 8:16, 20; 30:9-10). Ini tidak berarti bahwa sebelum nabi-nabi abad 8 sM bersuara, tidak ada tora; Hos 8:12 secara jelas menyebut himpunan torot yg tertulis. Pada umumnya kita dapat mengatakan bahwa teguran-teguran para nabi bagi pendengarnya yg mula-mula, tiada nilainya bila sebelumnya tidak ada tora yg diketahui dengan baik maupun diterima umum kekuatannya. Sama seperti nabi-nabi menyampaikan pemberitaan mereka dalam bentuk puitis berirama, ajaran ilahi nampaknya sering mempunyai kerangka puitis yg tetap, yg pasti dianjurkan untuk lebih mullah diingat orang. Dalam Kel 21:12 dab sebagai contoh, ada sederetan ay yg masing-masing terdiri atas 3-2 tekanan metris, dan semuanya berakhir dengan 'pastilah ia dihukum mati'. Dengan cara yg sama kita baca dalam Ul 27:15 dab dua belas baris, masing-masing dengan empat tekanan, dan semua dimulai dengan 'Terkutuklah orang yg ... Dasa Titah dan pasangan-pasangannya di bagian kitab lainnya (Kel 20:1-17; Ul 5:6-21; Kel 34:1-26) menunjukkan bentuk yg lebih berkembang, di mana pertimbangan-pertimbangan metris tidak lagi memainkan peranan penting. c. Buku Perjanjian Disamping himpunan-himpunan terkecil ini (bnd Mzm 15:2-5; 24:4-6), yg menggambarkan sikap-sikap agamawi dan susila yg dituntut Tuhan terhadap mereka yg terhisab dalam umat perjanjian-Nya, ada pula himpunan-himpunan yg lebih besar yg bersifat lebih teknis. Tidak ada alasan untuk menduga bahwa himpunan yg kecil itu harus lebih tua umurnya dibandingkan himpunan yg lebih besar. Perbedaannya terletak pada tujuannya. Yg kecil digunakan untuk keperluan umum dan ajaran sedang himpunan yg besar untuk buku-buku pegangan bagi para imam dan para hakim. Suatu himpunan besar yg sangat tua usianya disebut Buku Perjanjian (Kel 21-23). Kebanyakan ahli berpendapat bahwa buku ini harus berasal dari zaman sebelum kerajaan ( --> JANJI, KITAB PERJANJIAN). Seorang ahli bernama Alt menduga bahwa perintah-perintah 'tanpa syarat' dalam kumpulan ini (mis, 'seorang janda dan anak yatim janganlah kamu tindas') berasal dari pernyataan ajaran ilahi di kalangan imam Israel. Dia juga berpendapat bahwa perintah-perintah yg kasuistik (mis, 'jika seorang pencuri kedapatan pada saat membongkar, dan ia dipukuli orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah') asalnya dari hukum adat Kanaan, yg diambil alih oleh orang Israel setelah pendudukan negeri itu. Dalam hal itu Buku Perjanjian tentu berasal dari zaman sesudah Musa. Alasan lain untuk mendukung penempatan pada zaman setelah Musa, ialah bahwa isinya menyangkut suatu masyarakat di mana pertanian memainkan peranan penting (Kel 22:1-6, 29; 23:10, 11, 14-16). Namun sewaktu bangsa Israel bermukim di Gosyen di tanah Mesir pastilah mereka bukan bangsa pengembara. Dapat diduga bahwa ketika bangsa itu pindah ke Mesir, mereka membawa serta unsur-unsur dari hukum adat Kanaan. Jadi Buku Perjanjian itu dapat digambarkan sebagai pembakuan menjadi hukum (kodifikasi) dari peraturan-peraturan yg ada di lingkungan Israel di negeri Mesir, diperkaya oleh perintah-perintah tanpa syarat yg diperoleh melalui pernyataan-pernyataan nabi imamat. Penjelasan ini tidak bertentangan dengan hal bahwa Musa-lah yg menyusun Buku Perjanjian itu. d. Hukum Deuteronomis (Ulangan) Kumpulan hukum lainnya yg dapat dengan mudah dikenal adalah Hukum Deuteronomis, atau rumusan-rumusan peraturan hukum yg dijumpai di Ul 12-25. Kendati sangat besar kemungkinannya bahwa itulah kitab hukum yg penemuannya kembali oleh Yosia digambarkan dalam 2 Raj 22, tidaklah dapat dipertahankan pendapat yg mengatakan bahwa perumusan-perumusan hukum ini berasal dari zaman Yosia atau zaman sebelumnya yg dekat. Peraturan-peraturannya mengandung sifat kuno dan kita dapat melihat pengaruh bagian-bagian tertentu dari Kitab Ul pada abad-abad yg mendahului zaman Yosia (bnd Ul 17:8-13 dgn 2 Taw 19:5-11; Ul 24:16 dgn 2 Taw 25:4). Lebih-lebih bila dibandingkan dengan hukum-hukum di daerah Timur kuno, kita didorong untuk menduga bahwa penyusunan deuteronomis haruslah mempunyai pendahuluan dan tambahan akhir, yg dijumpai pada ps-ps sebelum ps 12 dan sesudah ps 25. Jadi ada petunjuk-petunjuk bahwa bagian utama Kitab Ul asal usulnya cukup dini. Tapi hal ini tidaklah harus menolak kemungkinan, bahwa bertepatan dengan penerbitan baru pada zaman Yosia terjadi perluasan terhadap bahan asli yg kuno, baik di dalam pendahuluan atau tambahan akhir ataupun dalam inti pokok-pokok hukumnya. Ini menerangkan mengapa pelembagaan kerajaan memainkan peranan yg sangat tidak penting dalam Kitab Ul, walaupun itu disebutkan dalam Ul 17:14-20 (dgn kaitan mental kepada 1 Sam 8 dan 1 Raj 10:26-11:8). --> ULANGAN, KITAB. e. Hukum kesucian Pengelompokan ketiga dari hukum-hukum adalah yg disebut 'hukum kesucian' dijumpai dalam Im 17-26, berupa kumpulan peraturan mengenai upacara-upacara keagamaan dan kesusilaan yg berpusat di Kemah Suci, para imam yg bertugas di sana, dan umat yg mendukung upacara ini. Kesucian upacara keagamaan dan kesusilaan digambarkan sebagai ciri khas yg hakiki dari suatu bangsa, yg oleh pembebasan dari Mesir dan penetapan Perjanjian telah menjadi milik Allah sendiri. Banyak peraturan yg tajam menentang upacara-upacara agamawi bangsa Kanaan maupun praktik sosial mereka. Berdasarkan atas asas dasar dari Musa, hukum-hukum ini mencerminkan pergumulan dengan kebudayaan Kanaan. Kata kunci bagi penyusunan ini ialah Im 21:8, 'Sebab Aku, TUHAN, yg menguduskan kamu adalah kudus', yg sering disingkatkan 'Aku-lah TUHAN'. Hukum kesucian ini telah mempengaruhi Yeh, dan sebab itu berasal dari zaman sebelum pembuangan; beberapa peraturan secara terpisah sering dapat dikembalikan pada zaman pengembaraan Israel ( --> IMAMAT, KITAB). f. Perkembangan-perkembangan terakhir Demikian juga halnya banyak peraturan lain, yg umumnya mencerminkan peraturan-peraturan yg berlaku dalam upacara-upacara di tempat kudus di Yerusalem. Jelas bahwa setelah Bait Allah dibangun, para imam yg bertugas tidaklah menciptakan kebiasaan-kebiasaan baru, tapi melanjutkan upacara-upacara seperti yg Iebih dahulu digunakan di sekitar Kemah Suci dan tempat-tempat kudus seperti yg ada di Silo dan Gibeon. Bahkan seandainya peraturan-peraturan untuk korban seperti yg disebut dalam Im 1-7 seperti bentuknya yg tertulis, dapat dibuktikan baru ada sejak zaman pembuangan, adalah pasti bahwa walaupun tidak tertulis isi peraturan itu telah diberlakukan sejak sangat lama di tempat-tempat khusus Israel. Secara bertahap kumpulan yg berbeda-beda dihimpun jadi satu, uraian-uraian pengantara historisnya dipadukan dengan nisbah historis yg agung dari asal usul bangsa Israel, dan hasilnya adalah lima Kitab Musa dalam bentuk akhirnya seperti yg diberitakan oleh Ezra (Neh 8, kr 450 sM). Tapi ini tidaklah berarti bahwa Ezra adalah penulis dari bagian utama dari kelima Kitab itu. Kenyataan bahwa bangsa Samaria, yg menjadi lawan keras dari karya-karya Ezra dan Nehemia, mempunyai kelima Kitab yg sama yg berbeda hanya sedikit saja, merupakan bukti yg cukup bahwa kelima Kitab itu telah ada pada zaman Ezra. Namun demikian Ezra-lah yg menjadikan kelima Kitab itu dasar dari segenap kehidupan bangsa Yahudi. Oleh pekerjaan Ezra, tora menjadi undang-undang dasar negara, dasar dari masyarakat Yahudi, dan 'hukum' yg diberlakukan oleh kekuasaan negara. Tora mengatur setiap rincian dari kehidupan pribadi baik di bidang keagamaan, upacara keagamaan maupun kesusilaan. g. Hukum dalam Alkitab dibandingkan hukum-hukum kuno yg lain Riset-riset arkeologis abad 20 menghasilkan temuan berupa hukum-hukum kuno dari wilayah Asia Barat. Telah ditemukan, selain bagian-bagian dari hukum Sumeria yg ringkas dan lebih tua, juga Hukum-hukum Akadia dari Esynunna (1850 sM, ANET, hlm 161-163); Hukum Sumeria dari Lipit-Isytar (lebih muda beberapa dasawarsa, ANET, hlm 159-161); Hukum Hammurabi, merupakan hukum yg terpanjang dan terpelihara sangat baik di antara semuanya (1700 sM, ANET, hlm 163-180); Hukum-hukum Het (abad 15 sM, ANET hlm 188-196); Hukum-hukum Asyur Zaman Pertengahan (abad 12 sM, ANET, hlm 180-188). Kumpulan-kumpulan hukum ini terutama berisi peraturan-peraturan yg bercorak 'kasuistik', biasanya dimulai: '...jikalau ....' Sebab itu ada kesamaan tertentu antara hukum-hukum kuno dari Timur pada umumnya dengan beberapa perintah dalam Alkitab. Kesamaan-kesamaan isi ini agak terlalu dilebih-lebihkan oleh ahli-ahli, bahkan contoh yg paling sering dikutip (hukum-hukum ttg 'lembu yg menanduk') tidaklah meyakinkan betul. Ada tujuh pokok yg berbeda antara peraturan-peraturan yg disebut dalam Alkitab dengan yg dari Mesopotamia. Perbandingan umum antara hukum-hukum alkitabiah dan hukum-hukum Timur lebih penting dibandingkan kesamaan-kesamaan tertentu yg terjadi secara kebetulan. Dalam hukum-hukum alkitabiah hampir selalu ditekankan bahwa hukum-hukum itu berasal dari Allah, sehingga memberi kekuasaan terhadap perintah-perintah itu. Sesungguhnya seluruh tora dipandang sebagai petunjuk yg amat jelas dari kasih Tuhan terhadap umat pilihan-Nya (Mzm 147:19-20). Dalam hukum-hukum Asia Barat agama memegang peranan yg kurang penting; rajalah yg memberikan kekuasaannya pada hukum, bukan Allah. Dalam sastra populer sering disebut bahwa gambar ukiran yg dijumpai pada puncak tiang Hammurabi, melukiskan ilah matahari memberikan hukum-hukumnya kepada raja; pada kenyataannya gambaran ini menunjukkan ilah itu memberikan raja tanda-tanda kerajaannya (cincin dan tongkat, --> ASYTORET). Pada umumnya, hukum-hukum Timur Tengah hanya mengenai perkara-perkara hukum saja, dan membiarkan nasihat-nasihat agamawi dan kesusilaan dikupas oleh cabang-cabang sastra yg lain. Dalam tora alkitabiah, peraturan-peraturan hukum, kesusilaan dan agamawi membentuk satu kesatuan yg tak terpisahkan. Untuk pemikiran modern penyatuan nilai-nilai susila, upacara agamawi dan peraturan-peraturan hukum menimbulkan kesan yg membingungkan. Dalam hubungan ini hukum-hukum Asia Barat adalah lebih cocok dengan cara 'modern' dibandingkan hukum yg ada dalam Alkitab. Tapi bagi alam pikiran alkitabiah pemisahan antara agama dengan kesusilaan dan pemisahan antara kesusilaan dengan hukum seperti yg kita lihat sekarang ini, dapat merupakan bukti keadaan masyarakat yg amat kurang sehat. Salah satu dari pengaruh-pengaruh penyatuan agama, kesusilaan dan hukum adalah watak yg dimiliki oleh hukum-hukum alkitabiah yg sering bersifat teguran-teguran. Bertentangan dengan semua Hukum Asia Barat Kuno, peraturan-peraturan alkitabiah sering berisi beberapa motivasi yg memikat rasa keagamaan dan kesusilaan dari para pendengarnya -- yaitu yg disebut kalimat-kalimat motif yg merupakan bagian-bagian hakiki dari tora alkitabiah, walau dianggap berlebih-lebihan dari sudut pemahaman hukum. Suatu segi yg sangat menarik dalam pembentukan hukum di Israel, ialah banyaknya ps yg menyebut tentang perlindungan hak-hak kaum lemah, ump orang-orang buta (Im 19:14; Ul 27:18), orang-orang tuli (Im 19:14), para janda dan anak-anak yatim (Kel 22:21-22; Ul 24:17 dsb), 'orang-orang asing' (gerim, Kel 23:9; Im 19:10 dab), orang-orang miskin (Kel 23:6; Ul 15:7-11), orang-orang yg berhutang hingga harus menjual diri sendiri menjadi hamba (Kel 20; 21:1-11; Ul 15:12-18) dan bahkan orang-orang yg terlahir sebagai budak (Kel 23:12). Hukum-hukum mengenai hari Sabat, tahun Sabat dan tahun kebebasan dan hukum-hukum yg mengatur hari-hari raya keagamaan (mis Ul 14:29; 16:11, 14) menunjuk kepada sikap sosial yg sama, yg secara tajam sangat berbeda, mis berbeda dengan hukum Hammurabi, yg cenderung mendukung kepentingan kelompok-kelompok penguasa jelas kelihatan. Ul 23:15 mis sangat berlawanan dengan hukum-hukum Babel mengenai hamba-hamba yg melarikan diri. Dalam hal ini hukum-hukum dalam Alkitab sungguh lebih cocok dengan cara 'modern' dibandingkan hukum-hukum kuno mana pun. Sebagai perbedaan yg terakhir antara tora dalam Alkitab dengan hukum-hukum kuno yg lain, dapatlah disebut mengenai kedudukan historis dari hukum-hukum dalam Pentateukh. Sering keadaan khusus yg menyebabkan datangnya pernyataan mengenai peraturan-peraturan baru disebut secara jelas (mis Im 10; 24:10-16; Bil 15:32-36). Walaupun pendahuluan-pendahuluan dari hukum-hukum Asia Barat sering berisi keterangan-keterangan historis, hukum-hukumnya sendiri adalah bebas dari semua kaitan dengan peristiwa historis; hukum-hukum itu merupakan abstraksi yg tidak mengenal waktu. Sebaliknya kedudukan historis dari hukum-hukum dalam Alkitab, lebih menarik perhatian sebab pada saat yg sama ada arah nabiah dan bahkan eskatologis dalam hukum-hukum dalam Pentateukh itu. Hukum-hukum ini diberikan dengan memandang kepada peristiwa yg akan datang, yaitu pendudukan tanah Kanaan di mana teokrasi masih harus dibangun. Hukum-hukum yg mengatur segala sesuatu yg penting bagi teokrasi ini, hukum-hukum sipil seperti mis hukum perjanjian (kontrak), tidaklah ditulis dalam naskah-naskah suci itu, walaupun tidak dapat disangsikan bahwa hukum-hukum itu harus sudah ada kendati dalam bentuk lisan. h. Tora dalam kehidupan Israel Pengaruh tora dalam hidup bangsa Israel banyak sekali, kendati penulis-penulis pada waktu itu mengeluh bahwa tora diabaikan. Telah disinggung bahwa nubuat di Israel mengandaikan adanya tora dalam bentuk lisan atau tertulis (bnd Mi 6:8; Hos 4:2; Yer 7:9). Kitab-kitab seperti Hak, Sam dan Raj menyajikan sejarah Israel dari sudut pandang tora, sambil menunjukkan bahwa waktu-waktu ketaatan kepada Allah adalah waktu-waktu kelimpahan kebendaan maupun kerohanian, sementara bila tora diabaikan maka tibalah bencana menimpa Israel. Mzm 1, 19 dan 119 memuliakan tora sebagai anugerah Allah yg terbesar. Bahkan dalam Ams, seperti telah kita lihat tora sering diberi arti pengajaran manusia, hukum ilahi dipuji sebagai permulaan segala hikmat dan kebahagiaan (lih Ams 28:4, 7, 9; 28: 18). Penetapan Pentateukh pada akhirnya sebagai buku pegangan dasar dari semua tora, bertepatan dengan hilangnya semangat kenabian, menyebabkan bangkitnya kelompok pimpinan kerohanian baru, yaitu 'ahli-ahli Taurat', dan Ezra merupakan teladan pertama (Ezr 7:6; Neh 8:1-8). Bersamaan dengan pekerjaan mereka, pusat-pusat kerohanian Israel bergeser dari Bait Allah ke tempat-tempat ibadah. Bagi bangsa yg terserak-serak di kemudian hari, tora terbukti lebih penting dari ibadah korban di Yerusalem. Tora diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa di wilayah-wilayah dan negara-negara di mana orang Yahudi tinggal. Penerjemahan istilah tora ke dalam Yunani nomos sering dikritik, dan kritik ini sering cukup kuat alasannya, sebabnya ialah karena tora itu mempunyai makna yg lebih luas dan lebih dalam. Khususnya tora mencakupi (nomos tidak) Allah yg hidup dan maha kasih sebagai Pemberi pengajaran ini. Tapi orang tidak boleh lupa, bahwa Septuaginta dalam hubungan ini didahului bagian-bagian dari Kitab Ezr yg berbahasa Aram, di mana tora diterjemahkan dengan kata Aram (aslinya bh Persia) dat; dalam Ezr 7:26 dat digunakan baik dengan arti hukum negara Persia dan juga dengan arti tora ilahi. Namun, benarlah bahwa dengan cara demikian langkah-langkah permulaan telah diambil, yg pada akhirnya bertumbuh ke arah konsepsi tora yg legalistik saja, seperti yg kemudian dijumpai di lingkungan kelompok-kelompok Yahudi pada zaman PB. Dalam konsepsi ini Tuhan yg hidup dan penuh kasih telah menghilang di belakang ps-ps hukum ataupun tafsiran-tafsiran mengenai hukum itu. Mengenai nomos (Hukum, Taurat) dalam PB, --> HUKUM. KEPUSTAKAAN. A Alt, 'The Origins of Israelite Law', Essays on Old Testament History and Religion, 1968, hlm 101-171; W Beyerlin, Origins and History of the Oldest Sinaitic Traditions, 1965; D Daube, Studies in Biblical Law, 1947; Z Falk, Hebrew Law in Biblical Times, 1964; F. C Fensham, 'Widow, Orphan and the Poor in Ancient Near Eastern Legal and Wisdom Literature',JNES 21, 1962, hlm 129-139: 'Aspects of Family Law in the Covenant Code', Dine Israel 1, 1969, hlm 5-19; E. Gerstenberger, Wesen and Herkunft des 'apoditischen Rechts', 1965; M Greenberg, 'Some Postulates of Biblical Criminal Law', Y Kaufman Jubilee Volume, 1960; B. S Jackson, Theft in Early Jewish Law, 1972; Essays in Jewish and Comparative Legal History, 1975; L Kohler, Der hebraische Mensch, 1953; G Liedke, Gestalt and Bezeichnung alttestamentliche Rechtssktze, 1971; N Lohfink, Das Hauptgebot, 1963; M Noth, The Laws in the Pentateuch and Other Studies, 1966; G Ostborn, Tora in the Old Testament, 1945; S. M Paul, Studies in the Book of the Covenant, 1970; A Phillips, Ancient Israel's Criminal Law, 170; G. J Wenham, 'Grace and Law in the Old Testament' dan 'Law and the Legal System in the Old Testament' dalam B. N Kaye dan G. J Wenham, (red.) Law, Morality and the Bible, 1978; D. J Wiseman, 'Law and Order in Old Testament Times', Vox Evangelica 8, 1973, hlm 5-21. A VAN S/FCF/SS/HAO Ke atas Taurat [Statistik] Jumlah dalam TB : 302 dalam 263 ayat (dalam OT : 68 dalam 66 ayat) (dalam NT : 234 dalam 197 ayat) Strong dalam PL : [<01882> דת ‎2x] [<05608> ספר ‎1x] [<08451> תורח ‎100x] Strong dalam PB : [<460> ανομως ‎2x] [<1121> γραμμα ‎1x] [<1122> γραμματευς ‎62x] [<1785> εντολη ‎1x] [<3544> νομικος ‎9x] [<3547> νομοδιδασκαλος ‎3x] [<3548> νομοθεσια ‎1x] [<3549> νομοθετεω ‎1x] [<3551> νομος ‎142x] [<3778> ουτος ‎1x] Ke atas Dalam Versi-Versi Alkitab: Hukum Musa: BIS Taurat: TB

YAHWIS (SUMBER Y)

Daftar Isi: HAAG: Deuteronomistis , Elohis , Pentateukh , Yahwis (Sumber Y) ; BROWNING: CERITA SUMBER P , D , DEUTERONOMIS , E , H , P , PENTATEUKH , SUMBER-SUMBER , Y ; ENSIKLOPEDIA: PENTATEUKH ; Pentateukh Ke atas Deuteronomistis [Kamus Haag] Deuteronomistis. Kata ini dipakai untuk mencakup tulisan PL yang ada hubungannya dengan --> Kitab Ulangan. Berbagai kitab PL ditulis atau diolah kembali dalam kejiwaan ~D, terutama Yos, Hak, dan Raja-raja. Agar dapat menangkap pertentangan pengertian pada Yos. sampai Raj sebagai suatu kesatuan karya sejarah ~D, maka kelihatan sekali, bahwa perbedaan pandangan sejarah terutama ditemukan pada Hak. dan Raj.: Hak. selalu menggunakan suatu urutan tetap mengenai pendurhakaan, tobat dan keselamatan (: urutan berlingkar). Sebaliknya Raj. menggunakan urutan pandangan, bahwa ketidaksetiaan dan kesalahan yang semakin berakar, membawa orang pada kehancuran yang tak terhindarkan lagi (: urutan linear). Tetapi kedua kitab itu jelas menerima pengaruh ~D. Bentuk daripada kitab Yer., Taw., dan Mak. yang sekarang ini menunjukkan pengaruh ~D pula. Apakah ke empat kitab pertama --> Pentateukh diolah secara ~D ataukah hanya memuat nukilan-nukilan ~D (seperti antara lain Kel 12:24-27; 13:1-16; Kel 19:3-8; 23-33) masih dipertentangkan. Nampaknya semua nukilan itu hanya memuat elemen kecil yang bercorak theologi ~D. Sedangkan pengungkapannya belum diperoleh kepastian, sehingga nukilan tersebut di atas lebih cenderung dianggap sebuah stadium awal dari UL yang lebih muda. Ke atas Elohis [Kamus Haag] Elohis (E). Pembuat sumber Elohim di dalam --> Pentateukh. Nama itu diambil dari sebutan Allah dengan Elohim pada naskah --> Pentateukh sampai pada Kel 3:15 (: Elohim dipakai untuk menggantikan Yahwe. Keistimewaan ungkapan lainnya: Orang Amori untuk menggantikan Orang Kanaan. Horeb untuk menggantikan Sinai). Meskipun pemisahan sumber-sumber itu tidak bisa dilakukan dengan jelas sampai bagian-bagian yang terkecil, tetapi orang sependapat, bahwa ~E memulai ceritanya dengan Kej 15:1-21 (Abraham) dan berkembang terus sampai Ul 34:1-12. Di tengahnya ada selingan dari sumber-sumber lain. Sekarang ini ada pertentangan di dalam sumber ~E. Oleh karenanya ditemukan kesimpulan: Ada tradisi-tradisi yang lebih tua (E.1, E.2, E.3). ~E dipandang sebagai sebuah tradisi yang hidup sebelum timbulnya tradisi Deuteronomis dan ketetapan tanggal untuk tradisi itu ditaruhkan pada menjelang tahun 750. Cara ~E bercerita itu lancar dan hidup. Cara berpikirnya universalistis dan bergaya kenabian. Pada umumnya orang mau menempatkannya ke dalam kalangan religius yang hidup di daerah Kerajaan utara. Ke atas Pentateukh [Kamus Haag] Pentateukh. (I) CORAK PENTATEUKH. Kelima bagian dari hukum Yahudi (:Taurat), (-->) Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan yang membentuk sebuah kesatuan. Tradisi menyebut --> Musa sebagai penyusun karya sastra itu. Kata Yunani "Pentateukhos" berarti: Kitab "berisi lima kotak" (artinya: dibagi atas lima kotak, sebab terdiri dari lima buah gulungan). Campuran cerita dan hukum merupakan corak yang paling menyolok dari ~P. Hampir seluruh bagian kedua Kitab Kel memuat naskah-naskah yang berkaitan dengan jenis hukum. Cerita dan hukum diarahkan pada pembentukan umat Allah, pada wahyu perintah-perintah illahi yang harus menjamin kehidupan bangsa Allah (Ul 6:24). Corak susunan sastra ~P itu campuran sekali: Loncatan yang sukar dimengerti (Kej 20:1; Kel 20:1), tinjauan kembali serta ulangan-ulangan (Kej 2:4; 5:1) kelihatan seketika. Pengulangannya tidak terjadi tanpa perbedaan (Kej 12:1-20; 20:1-18; 26:1-35). (II). KRITIK PENTATEUKH. (1) Sejarah. Pada abad 16 dimulailah pekerjaan kritik itu. R. Simon (1679) mulai melancarkan kritik, sehingga menyoloklah metode-metode yang sebenarnya: Mencari naskah-naskah, melakukan analisa naskah per bagian antara lain Simon berpandangan bahwa ~P di dalam keseluruhannya tidak mungkin ditulis sendiri oleh Musa. Lambat-laun orang temukan, arti dan sebabnya tidak ada nama (Tuhan) YAHWE pada Kej 1:1-31. Juga soal perbedaan sastra antara Kej 1:1-31 dan Kej 2:1-3:24. Bagian dengan sebutan Yahwe di satu pihak dan dengan sebutan Elohim di lain pihak membentuk sebuah kesatuan tersendiri di dalam ~P (: teori tentang dokumen-dokumen). Kelompok lain menganggap ~P sebagai sebuah kumpulan dari berbagai fragmen (J.S. Vater 1802). Sebaliknya para pengikut teori penyempurnaan (H. Ewald) mempertahankan kesatuan ~P kembali dan membedakan adanya sebuah tulisan yang elohistis. Akhirnya seorang penulis Yehowis mengadakan tambahan-tambahan penyempurnaan yang lebih muda. Teori tentang dokumen-dokumen memperoleh angin baru dengan membedakan Elohis yang pertama sebagai tulisan dasar Elohis, kemudian ada tulisan Elohis yang kedua, tulisan Yehowis dan tulisan Ulangan (Hupfeld, 1853). J. Wellhausen pada tahun 1876 menuangkan hipotesa tentang sumber-sumber ~P dalam sebuah bentuk yang klasik: Yang dulu disebut tulisan dasar Elohis disebutnya kodeks Imamat (: sumber ~P) dan dipandang sebagai sumber yang termuda. Kitab Ulangan (sumber D) berasal dari abad 7. Sumber ketiga adalah sumber Yehowis: sebuah campuran dari kedua sumber yang termuda: Yahwis (sumber Y) (abad 9 di kerajaan Selatan) dan Elohis (sumber E) (abad 8 di kerajaan Utara). (2) Sanggahan. Dengan pembuatan skema yang konsekwen mengenai perkembangan rokhani Isr., maka banyak orang yang memperoleh kesan, bahwa sistim Ellhausen menunjukkan titik-tolak pegangan untuk meniadakan sifat atas-kodrati pada sejarah Alkitab. Dari kalangan pihak Katolik, maka pimpinan pengajaran gereja mengadakan reaksi. Di kalangan orang-orang pietis di luar Gereja Katolik timbul lawan-lawan untuk hipotesa itu. (3) Perkembangan. Di samping pengujian hasil-hasil kritik sastra juga ditempuh jalan-jalan baru. Sejarah agama semakin kuat diikut-sertakan. Arkheologi Palestina (penting bagi Pentateukh adalah --> Kodeks [-->) Hamurapi, Undang-undang bangsa Het dan Asyur) dan penyelidikan atas jenis-jenis sastra (-- kritik bentuk) memberi titik-titik tolak baru. Kini jelaslah jadinya, bahwa pada Kitab ~P orang menghadapi sebuah perkembangan harmonis, yang mau tidak mau timbul dari tuntutan-tuntutan sosial berbagai tahap waktu kebudayaan yang harus dilintasi oleh bangsa Isr. Agama tidak lagi hanya dipandang sebagai sebuah skema perkembangan kosong bagi eksegese ~P. Itulah sebabnya Gereja Katolik secara pelan-pelan membuka kembali sikapnya yang semula telah tertutup itu (--> "Divino afflante Spiritu", 1943; Komisi Alkitab dalam sepucuk suratnya kepada Kard. Suhard, 1948). Berbagai hasil kritik sastra dari waktu lalu kini mulai dipersoalkan kembali. Misalnya dipersoalkan kembali akan waktu timbulnya Kitab Ulangan. Sekolah Skandinavia telah lebih kuat usahanya menekankan soal tradisi lisan, tetapi kritik sastra juga tetap penting. Y. Pedersen menekankan dan M. Noth mengartikan inti pokok ~P sebagai sebuah cerita di dalam ibadat, yang mengingatkan kembali pada pesta-pesta utama Isr., bagaimana mereka tertekan di Mesir dan kemudian bagaimana mereka dibebaskan. Menurut pandangan G.v. Rad, theologi melepaskan cerita-cerita itu dari ibadat dan memperkembangkannya menjadi sebuah kesaksian atas penyelenggaraan yang dilakukan Allah di dalam sejarah. Hal itu terjadi di dalam tulisan sumber Y. Orang telah berusaha menempatkan sumber-sumber Pentateukh di dalam hidup sosial maupun hidup sejarah bangsa Isr.: Sumber Y pasti dihubungkan dengan cerita soal penggantian takhta Daud (2Sam 13:1-39 dst.) dan menyangkut soal-soal pada zaman Salomo, sehingga nampak maksud-maksudnya, yaitu hendak menyatakan pengesahan Salomo dan kenisah yang dibangunnya. Hanya janji-janji kepada para nenek-moyang serta pembebasan Isr. yang dilakukan oleh Musa menjamin keselamatan bangsa dari pihak Tuhan. Sumber E lebih jauh terpisah dari ideologi Monarki (: sebab berhubungan dengan gerakan para nabi). Keselamatan bangsa dan jaminan illahi dimasukkan dalam bentuk sebuah perjanjian -- Elemen dasar dari Kitab Ul, maupun sumber E berasal dari kerajaan Utara. Kitab-kitab para raja bergantung pada Kitab Ulangan dan tertuju pada Bait Kudus Daud di Yerusalem. Penyusunan pertama nampaknya berasal dari para imam Lewi di kerajaan Utara, yang lari ke istana raja Hizkia. Kodeks imamat (: sumber ~P) mempertahankan jabatan keselamatan oleh para imam. Uraian sejarahnya secara skematis menunjukkan masalah institusi-institusi suatu umat Isr., yang di tengah para bangsa kafir tetap setia pada imam para nenek-moyangnya dan mengharapkan sebuah eksodus (: keluaran) baru. Pada zaman setelah pembuangan kodeks Imamat (: sumber ~P) masih disempurnakan dengan tambahan-tambahan yang terutama memuat soal-soal liturgi. Dengan demikian, maka akhirnya ditemukanlah penutupan naskah dasar dari agama Isr. Yahudi, yang diawali -- dalam bentuk yang bagaimanapun --, dengan Musa. Sejarah sastranya menjangkau lebih-kurang seribu tahun. Ke atas Yahwis (Sumber Y) [Kamus Haag] Yahwis (Sumber ~Y). Salah satu dari empat sumber --> Pentateukh. Sebutan itu diberikan atas dasar penggunaan nama Tuhan "Yahwe" di dalam naskahnya. Sumber ~Y ini dimulai dengan Kej 2:46 (: cerita perihal jatuhnya manusia purba ke dalam dosa) dan dilanjutkan secara terputus-putus dalam hal-hal penceritaan lainnya sampai pada Ul 34:1-12. (: Musa meninggal). Kebanyakan di kalangan para penyelidik ilmiah membedakan adanya suatu sumber ~Y.1. dan sumber ~Y.2. Sumber ~Y.1. itu lebih tua. Sumber ini tidak mau menonjol di dalam soal kebaktian dan belum dipengaruhi oleh para nabi. Sumber ~Y.2. itu lebih muda. Sumber ini menunjukkan suatu perhatian besar di dalam soal kebaktian. Sumber ini sudah kelihatan dipengaruhi oleh unsur kenabian yang nampaknya sedang muncul pada saat itu. Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa corak sumber ~Y itu menggunakan lukisan konkrit dan naif. Pandangannya soal sejarah adalah universal ( --> sejarah purba), pandangannya terhadap Tuhan anthropomorf (: Tuhan dilukiskan seperti manusia). Hampir semua para ahli menerima pandangan, bahwa sumber ~Y berakhir menulis sebelum tahun 721, bahwa sumber ~Y ini ada di kerajaan selatan dan bahwa di dalam abad berikutnya pekerjaan sumber ~Y dipersatukan dengan karya --> Elohis. Ke atas CERITA SUMBER P [Kamus Browning] Salah satu sumber dalam penyusunan --> Pentateukh ialah sumber --> P, yang pengarang(-pengarang)-nya adalah dari lingkungan para imam (abad ke-6 sM) dan mempunyai perhatian khusus untuk --> silsilah dan penyelenggaraan peribadahan, yang mereka harap akan dikukuhkan kembali setelah umat kembali dari --> pembuangan. Ke atas D [Kamus Browning] 1) Simbol yang digunakan dalam kritik teks untuk --> Kodeks Beza, manuskrip Injil-injil dan Kisah Para Rasul dari abad ke-5 dalam bahasa Yunani dan Latin, diserahkan ke perpustakaan Universitas Cambridge oleh seorang teolog Calvinis, Theodore Beza, pada 1581. Kodeks ini merupakan wakil utama naskah *Barat. 2) D juga merupakan simbol yang digunakan dalam *kritik sumber PL untuk sumber --> Deuteronomis dan untuk hukum-hukum Kitab Ulangan (Ul. 12-26), yang kadang-kadang dianggap sebagai kitab yang ditemukan di Bait Allah pada 621 sM, dan dipersembahkan kepada Raja --> Yosia (2Raj. 22:10). Kitab ini mengharuskan penghancuran tempat-tempat pemujaan --> Kanaan (Ul. 12). Ke atas DEUTERONOMIS [Kamus Browning] Seorang atau sekelompok pengajar yang memiliki pendirian sama di --> Yehuda, yang memiliki pandangan teologis dengan gaya oratoris yang khas mengenai kitab-kitab PL, khususnya dari Ulangan hingga 2 Raja-raja, yang sering disebut 'sejarah deuteronomistik'. Maksudnya adalah menjelaskan nasib bangsa Israel berhubung dengan *pengingkaran mereka terhadap --> ibadah yang benar kepada Allah suatu --> perjanjian dari pihak Allah, Allah memelihara perjanjian-Nya (Ul. 7:12), namun perdamaian dan kesejahteraan umat Israel tergantung pada kesetiaan mereka. Nubuat-nubuat --> Yeremia (dan sementara orang menambahkan banyak kumpulan nubuat yang lain) tampaknya sudah di edit untuk mengungkapkan sudut pandang Kitab Ulangan. Kejatuhan Yehuda pada 586 sM dan --> pembuangan di --> Babel dipahami sebagai penggenapan nubuat Ulangan tentang hukuman yang akan diterima jika mereka tidak setia (Yer. 36:29). Ke atas E [Kamus Browning] --> Simbol untuk untaian cerita dalam --> Pentateukh, yang menggunakan --> Elohim untuk nama Allah. Diperkirakan bahan ini berasal dari abad ke-9, atau ke-8 sM dari seorang editor di Israel. Namun, beberapa sarjana modern berpendapat bahwa perbedaan nama Allah bukan lagi menjadi dasar untuk memaksakan argumen yang membedakan dua sumber ( --> Y dan --> E). Ke atas H [Kamus Browning] Simbol yang secara umum digunakan oleh para sarjana PL untuk menandai Undang-undang Kekudusan, yang termuat dalam Im. 17-26. Dengan menaatinya, umat Israel membuat dirinya dipisahkan (itulah arti kesuciannya) dari bangsa-bangsa lain. Undang-undang Kekudusan tersebut merupakan bagian sumber --> P (Priestly, keimaman), meskipun banyak di antara bahannya lebih tua. Ke atas P [Kamus Browning] Simbol yang digunakan oleh para ahli PL, untuk menandai sumber Imamat (Priestly Source) yang oleh mayoritas ahli PL dipandang sebagai salah satu dari keempat sumber bahan utama dari --> Pentateukh. Bahan P dikenali karena perhatian utamanya untuk hal-hal ritual dan selalu mengutamakan --> Harun. P mempunyai doktrin tentang --> kejadian yang menampilkan Allah yang berkuasa atas semua bangsa di dunia, di mana --> Abraham dan keturunannya mempunyai suatu peran istimewa. P menyajikan *silsilah-silsilah dan catatan-catatan mengenai lembaga-lembaga peribadahan yang ditempatkan kembali ke dalam masa --> keluaran dan masa pendudukan --> tanah yang dijanjikan, padahal P sesungguhnya disusun pada masa --> pembuangan (abad ke-6 sM), walaupun tepatnya masih diperdebatkan. Ke atas PENTATEUKH [Kamus Browning] Kelima buku pertama dari PL, secara tradisional dipandang sebagai kitab Musa, tetapi secara ilmiah modern dipahami sebagai suatu himpunan tulisan yang disusun dari berbagai sumber dalam waktu yang berbeda-beda. Pentateukh juga dikenal sebagai Hukum Musa (dalam bahasa Ibrani: --> Torah). Orang Samaria berpegang pada kelima kitab ini sebagai Alkitab dalam terbitan mereka sendiri.Pentateukh adalah bagian Alkitab yang paling suci bagi orang Yahudi. Dan gulungan Torah ini diberi tempat terhormat di dalam --> sinagoga. Ke atas SUMBER-SUMBER [Kamus Browning] 1) PL. Walaupun --> Pentateukh itu terasa utuh dan lancar sebagai satu kesatuan, namun ditinjau lebih teliti ternyata mempunyai sejumlah sumber-sumber. Beberapa di antaranya malah disebutkan, misalnya 'Kitab Peperangan TUHAN' (Bil. 21:14-15). Bagian-bagian lain dalam PL agaknya pernah beredar tersendiri, seperti Ratapan Daud (2Sam. 1:18). Tetapi, penelitian kritis atas naskah Pentateukh telah menyatakan secara jelas bahwa sumber-sumber lama sekarang menyatu membentuk buku yang kita miliki sekarang. Misalnya, diketahui bahwa cerita kejadian mestinya berakhir pada Kej. 2:4a; lalu suatu cerita lain sejajar dengan itu, dengan gaya dan isi yang lain menyambung ke dalam Kejadian 2:4b. Hal serupa terdapat pada Kej. 6:5-9:19, cerita --> air bah memperlihatkan bukan hanya perbedaan gaya, tetapi juga hal-hal yang bertentangan dan tidak bersesuaian. Misalnya, tujuh pasang binatang harus masuk ke dalam --> bahtera (Kej. 7:2), tetapi menurut Kej. 6:19 hanya sepasang saja.Hipotesis yang luas diterima mengenai soal-soal ini dalam Pentateukh mengental padat, khususnya sekitar berbagai nama untuk Tuhan: Yahweh dan Elohim. Sumber-sumbernya diberi tanda pengenal --> Y, --> E, --> D. dan *PY dari Jahveh (dalam bahasa Jerman) dibayangkan oleh banyak ahli berasal dari selatan negeri, abad ke-10 sM; E (dari Elohim) dari utara, abad ke-8 sM; D (Deuteronomium) dihubungkan dengan Raja --> Yosia yang menemukan Kitab Hukum di Bait Suci (622 sM); dan P (Priestly = keimaman) ditempatkan sekitar masa pembuangan ke --> Babel, atau tidak lama sesudahnya, dengan perhatian khusus pada ritual dari tempat peribadahan dan persembahan-persembahan yang dibawakan oleh imam-imam dari suku --> Lewi. Hipotesis keempat dokumen ini berasal dari ahli-ahli Jerman, *Graf dan *Wellhausen, yang hingga kini menjadi batu loncatan bagi semua penelitian PL. Kendatipun demikian, banyak segi dari hipotesis ini diperdebatkan. Dan mungkin yang paling rawan adalah pandangan tentang adanya sumber E. Beberapa ahli berpendapat bahwa berbagai sama untuk Allah itu belum cukup menjadi alasan untuk menentukan berbagai sumber tulisan. Di bagian lain dalam PL disepakati bahwa Yes. 1-39 adalah suatu susunan pengarang dari beberapa sumber tulisan dan pasti berbeda dari Yes. 40-66.2) PB. Pada umumnya diterima bahwa kesamaan susunan dan perhatian yang ada di antara Injil-injil Sinoptik memerlukan suatu hipotesis tentang penggunaan sumber-sumber. Luk. 1:1 secara jelas menyatakan bahwa pengarangnya mengenal beberapa pendahulu dalam menuliskan Injil itu. Kalaupun tidak ada suatu penyelesaian yang diakui secara universal dalam soal Injil-injil Sinoptik itu, lazim sudah untuk mengatakan bahwa Injil Markuslah yang pertama dituliskan dan bahwa Matius dan Lukas menyerap Injil Markus ke dalam karangan mereka yang lebih luas. Bahan selebihnya yang sama-sama dikenal Matius dan Lukas dijelaskan dengan pandangan bahwa keduanya mempunyai suatu pengenalan sumber tradisi yang sama (yaitu --> Q), atau sebagian kecil ada yang menjelaskan bahwa Lukas mengenal baik Matius maupun Markus.Ada pandangan sebagian kecil peneliti bahwa Injil Yohanes adalah susunan dari sumber-sumber tulisan yang sudah ada sebelumnya, misalnya sumber tanda-tanda atau sumber percakapan. Bahan-bahan itu lalu disusun menurut judul perayaan-perayaan (Yahudi). Pola atas keseluruhan karya Injil Yohanes itu tentu berasal dari penyusunnya. Satu keberatan terhadap hipotesa ini adalah bahwa keseluruhan karangan Injil Yohanes mempunyai satu gaya yang tetap. Namun, mungkin pengarang Injil Yohanes memang mempunyai sumber bahan tertulis, seperti yang tampak dalam cerita pemberian makan kepada orang banyak pada Yoh. 6:1-21. Ke atas Y [Kamus Browning] Simbol yang digunakan oleh para sarjana PL Jerman (dari kata Jerman: Jahvist, atau Yahwist dalam bahasa Inggris), dan diikuti secara internasional untuk menunjukkan salah satu sumber --> Pentateukh, yang menggunakan Yahweh untuk nama Allah. Kemungkinan sumber ini ditulis di Selatan sekitar abad ke-10 (atau ke-9) sM, meskipun ada pula sarjana yang memperkirakan bahwa sumber itu bahkan ditulis setelah masa --> pembuangan. Y dicirikan dengan --> antropomorfisme (mis. Kej. 8:21), namun lebih dari itu, Y dicirikan dengan kesetiaan Allah terhadap --> janji yang telah diikat-Nya dengan para --> bapa leluhur. Ke atas PENTATEUKH [Ensiklopedia] Kelima Kitab pertama PL (Kej, Kel, Im, Bil dan Ul) membentuk bagian pertama dan yg terpenting dari Kanon Yahudi yg tiga bagian itu. Orang Yahudi biasa menyebutnya sefer hattora, 'kitab Taurat' (Neh 8:3), atau hattora, 'hukum Taurat' (Mat 5:17). (lih KB, hlm 403, saran ttg penurunan kata itu, yg pada dasarnya berarti 'ajaran', Yes 2:3; Ams 1:8, atau 'petunjuk', Ul 17:11); Kitab Pentateukh (Yunani, pentateukhos, 'kitab lima jilid') terkenal juga dengan nama 'lima-perlimaan hukum Taurat'. Selama abad yg lalu dan berikutnya, banyak ahli kritik mengikuti Alexander Geddes (kr thn 1800), cenderung mengabaikan tradisi yg membagi lima kitab itu, dan menerima Heksatukh yg meliputi Pentateukh dan Yos (bnd J Wellhausen, Die Composition des Hexateuchs, 1876-1877). Di pihak lain, kata 'Tetratukh' dianjurkan oleh I Engnell untuk memisahkan Kitab Ul dari keempat Kitab pertama (Gamla Testamentet, 1, 1945). Pra-dalil kritis yg mendasari saran ini akan dibahas di bawah. Watak kuno dari kelima bagian ini dibuktikan oleh Pentateukh Samaria dan LXX, yg menamai kitab-kitab itu menurut nama tradisi; orang Yahudi menyebut masing-masing kitab itu dengan ungkapan pertama setiap kitab. Pembagian kitab-kitab itu ditentukan baik berdasarkan pertimbangan pokok pembicaraan, maupun pertimbangan praktis: gulungan papirus hanya dapat mengandung seperlima dari tora. Menurut tradisi Yahudi setiap minggu dibaca sebagian hukum Taurat di sinagoge (rumah sembahyang). Diperlukan 3 thn untuk menyelesaikan pembacaan Pentateukh di Palestina; daftar bacaan modern, yg menyelesaikan pembacaan seluruh Pentateukh itu dalam 1 thn, menuruti kebiasaan di Babel. Mungkin sekali bahwa satu mazmur dibaca bersama bacaan tradisional dari tulisan nabi (haftara). Lima kitab bagian Mzm mungkin diberi pola menurut Pentateukh (bnd N. H Snaith, Hymns of the Temple, 1951, hlm 18-20). Kebanyakan acuan pada Pentateukh dalam PL, terdapat dalam Taw, Ezr, dan Neh, dan menggunakan berbagai sebutan: hukum Taurat (Ezr 10:3; Neh 8:2, 7, 14; 10:34, 36; 12:44; 13:3; 2 Taw 14:4; 31:21; 33:8); kitab Taurat itu (Neh 8:3); kitab Taurat Musa (Neh 8:1); kitab Musa (Neh 13:1; 2 Taw 25:4; 35:12); Taurat Tuhan (Ezr 7:10; 1 Taw 16:40; 2 Taw 31:3; 35:26); hukum Allah (Neh 10:28-29); kitab Taurat Tuhan, Allah mereka (Neh 9:3); kitab Taurat Musa, hamba Allah itu (Dan 9:11; bnd Mal 4:4). Tidak pasti, apakah hunjukan tentang hukum Taurat dalam kitab-kitab sejarah menunjuk kepada Pentateukh keseluruhan, atau kepada sebagian hukum-hukum Musa, ump hukum Taurat (Yos 8:34); kitab Taurat (Yos 1:8; 8:34; 2 Raj 22:8); kitab Taurat Musa (Yos 8:31; 23:6; 2 Raj 14:6); kitab hukum Allah (Yos 24:26). Dalam PB terdapat sebutan sbb: kitab Taurat (Gal 3:10; bukan 'kitab hukum Taurat'); kitab Musa (Mrk 12:26); hukum Taurat (Mat 12:5; seharusnya 'hukum Taurat', bukan 'kitab Taurat'; Luk 16:16; Yoh 7:19); hukum Taurat Musa (Luk 2:22; Yoh 7:23); hukum Tuhan (Luk 2:23-24). Keterangan mengenai Pentateukh dalam kedua Perjanjian menekankan penulisan yg ilahi dan manusiawi, kekuasaannya yg mengikat seperti hukum Taurat, dan bentuknya, yaitu Kitab. I. Isi Pentateukh menceritakan tindak kebijakan Allah terhadap dunia, dan terutama terhadap keluarga Abraham sejak penciptaan sampai kepada kematian Musa. Ada enam bagian utama. Pertama, asal mula dunia ini dan asal mula bangsa-bangsa (Kej 1-11). Bagian ini menceritakan penciptaan, kejatuhan manusia ke dalam dosa, permulaan peradaban manusia, air bah, Daftar Bangsa-bangsa dan menara Babel. Kedua, zaman Bapak-bapak leluhur (Kej 12-50) melukiskan pemanggilan Abraham, permulaan perjanjian dengan Abraham, kehidupan Ishak, Yakub dan Yusuf, dan bermukimnya keluarga perjanjian di Mesir. Ketiga, Musa dan Keluaran dari Mesir (Kel 1-18). Keempat, pemberian hukum di Sinai (Kel 19:1 -- Bil 10:10), mencakup pemberian hukum Taurat, pembuatan Kemah Suci, penetapan golongan Lewi, dan akhirnya persiapan untuk meneruskan perjalanan dari Sinai ke tanah Kanaan. Kelima, pengembaraan di padang gurun (Bil 10:11-36:13). Bagian ini menceritakan keberangkatan dari Sinai, menerima laporan utama dari para pengintai, hukuman Allah yg keras, nubuat nabi Bileam, Yosua ditetapkan mengganti Musa, dan pembagian tanah Kanaan kepada kedua belas suku Israel. Keenam, kata perpisahan terakhir dari Musa (Ul 1-34) yg meringkaskan peristiwa-peristiwa Keluaran, mengulangi dan meluaskan hukum-hukum yg diberikan di Sinai, menerangkan apa yg dimaksud dengan ketaatan dan pengingkaran, dan memberkati suku-suku Israel yg siap untuk memasuki tanah Kanaan. Bagian ini diakhiri dengan keterangan tentang kematian Musa dan cara penguburannya. II. Penulis dan kesatuan Berabad-abad lamanya orang Yahudi maupun Kristen tanpa ragu-ragu menerima tradisi bahwa Musa adalah penulis Pentateukh. Ben-Sira (Ekklus 24:23), Filo (Life of Moses, 3.39), Yosefus (Ant. 4.326), Misynah (Pirge Aboth 1.1) dan Talmud (Baba Bathra 14b) sepakat menerima Musa sebagai penulisnya. Satu-satunya perdebatan ialah mengenai berita tentang kematian Musa dalam Ul 34:5 dab. Filo dan Yosefus menerima bahwa Musa sendirilah yg memberi keterangan tentang kematiannya, sedang Talmud percaya, bahwa Yosua menulis delapan ay dari kitab Taurat, barangkali delapan ay terakhir. a. Kritik terhadap Pentateukh sebelum thn 1700 M Tradisi dalam 2 Esdras 14:21-22, yg mengatakan bahwa gulungan Pentateukh yg terbakar waktu Nebukadnezar mengepung Yerusalem, ditulis ulang oleh Ezra, rupanya diterima oleh Bapak-bapak gereja, ump Irenaeus, Tertulian, Klemen dari Aleksandria dan Yerome. Tapi mereka tidak menyangkal bahwa Musa-lah penulis kitab asli hukum Taurat. Penyangkalan pertama bahwa Musa penulis hukum Taurat terdapat dalam pernyataan Yohanes dari Damsyik tentang orang-orang Nasrani, yaitu suatu sekte Kristen Yahudi (bnd J. P Migne, PG 94. 688-689). Clementine Homilies mengajarkan, bahwa sisipan ditambahkan pada Pentateukh oleh setan-setan untuk memberi gambaran buruk tentang Adam, Nub dan Bapak-bapak leluhur. Setiap bagian yg tidak selaras dengan pra-dalil penulis Ebionit itu, diragukan dalam usaha pertama ini menjalankan 'kritik tingkat tinggi'. Antara gejolak kendala yg merongrong iman yg dicoba ditiadakan uskup Antiokhia, Anastasius dari Sinai (abad 7 M), terdapat perihal apakah Musa penulis Kej dan pertentangan yg menurut sementara orang terdapat di dalamnya (bnd J. P Migne, PG 89. 284-285). Selama abad pertengahan Eropa ahli-ahli Yahudi dan Islam mulai mengemukakan pertentangan dan anakronisme dalam Pentateukh. Ump Ibn Ezra (d. 1167), yg mengikuti saran Rabi Isaac ben Jasos (d. 1057) yg mengatakan bahwa Kej 36 tidak mungkin ditulis sebelum pemerintahan Yosafat karena Hadad disinggung di sana (bnd Kej 36:35; 1 Raj 11:14), mempertahankan bahwa bagian-bagian seperti Kej 12:6; 22:14; Ul 1:1; 3:11 adalah sisipan. Pembaharu gereja A. B Carlstadt (1480-1541), karena melihat tidak ada perubahan gaya bahasa Kitab Ul sebelum dan sesudah Musa mati, menyangkal bahwa Musa menulis Pentateukh. Seorang pakar Belgia bernama Andreas Masius, menulis buku tafsiran Kitab Yos (1574), dan berkata bahwa Ezra membubuhkan beberapa sisipan ke dalam Pentateukh. Pendirian itu dipegang juga oleh dua pakar Yesuit, Jacques Bonfrere dan Benedict Pereira. Dua orang filsuf termasyhur membantu merintis jalan untuk kritik modern tingkat tinggi (higher criticism) dengan memasukkan ke dalam tulisan mereka yg tersebar luas, beberapa kecaman mengenai kesatuan hukum Taurat. Thomas Hobbes (Leviathan, 1651) percaya, bahwa Musa menulis segala sesuatu dalam Pentateukh yg terkait dengan namanya. Tapi bagian Pentateukh lainnya ditulis mengenai Musa oleh penulis lain. Benedict Spinoza (Tractatus Theologico-politicus, 1670) memperluas lagi pengamatan Ibn Ezra. Dengan mencatat cerita kembar dan apa yg dianggapnya pertentangan, ia menyimpulkan bahwa Ezra sendiri menulis Kitab Ul, dan merampai Pentateukh dari berbagai dokumen (ada yg berasal dari tangan Musa). Puncak kritik Pentateukh abad 17 terdapat dalam karya Richard Simon dan pengikutnya LeClerc dalam thn 1685. LeClerc menentang pandangan Simon, bahwa Pentateukh merupakan bunga rampai yg didasarkan banyak dokumen, baik yg bersifat ilahi maupun bersifat manusia, dengan pendapatnya bahwa penulis Pentateukh hidup di Babel antara thn 722 sM dan zaman Ezra. b. Kritik terhadap Pentateukh dari thn 1700-1900 M (i) Masalah kepenulisan Musa. Walaupun banyak persoalan dikemukakan oleh ahli-ahli Katolik, Protestan dan Yahudi pada masa disebut di atas, namun golongan terbesar ahli dan kaum awam tetap menerima kepenulisan Musa. Suatu titik penting dalam kritik Pentateukh tercapai thn 1753. Seorang dokter Perancis, Jean Astruc, menerbitkan teorinya bahwa Kitab Kej disusun oleh Musa atas dasar dua riwayat hidup kuno (memoires) yg utama, dan berbagai dokumen yg lebih pendek. Kunci untuk menjabarkan kedua riwayat hidup (memoires) ini ialah nama Allah: yg satu memakai nama Elohim dan yg satu lagi nama Yahweh. Astruc tetap mempertahankan bahwa Musa menulis Kitab Kej, tapi mengemukakan teorinya tentang banyak sumber guna menerangkan beberapa pengulangan dan apa yg dianggap pertentangan, yg telah dicatat para pengkritik. Pandangan Astruc diperluas oleh J. G Eichhorn (Einleitung, 1780-1783) dan menjadi apa yg disebut 'teori sumber-sumber terdahulu'. Dengan melepaskan kepenulisan Musa ia berpendapat, ada redaktur final yg tidak dikenal yg mengatur sumber-sumber Elohis dan Yahwis dari Kitab Kej dan Kel 1 dan 2. Teori naskah sumber ini tambah diperluas lagi oleh K. D Ilgen (Die Urkunden des Jerusalemischen Tempelarchivs in ihrer Urgestalt, 1798), yg menjumpai dalam Kej ps 17 sumber-sumber yg terpisah, yg dapat ditelusuri pada tiga penulis, dua yg memakai nama Elohim, dan satu yg memakai nama Yahweh. Pekerjaan Astruc dilanjutkan (lk 1792-1800) oleh seorang Skotlandia bernama Alexander Geddes, imam RK, yg mengembangkan teori serpihan (teori fragmentis) bahwa Pentateukh disusun redaktur dari berbagai serpihan yg berasal dari dua lingkungan, satu lingkungan Elohis, yg lain lingkungan Yahwis. Teori fragmen ini dipegang dan diperluas oleh dua ahli Jerman, J. S Vater (Commentar uber den Pentateuch, 3 jilid, 1802-1805), yg berusaha menjejaki perkembangan Pentateukh dari lebih 30 serpihan; dan W. M. L De Wette (Beitrage zur Einleitung in das Alte Testament, 1807), yg menekankan bahwa banyak dari bahan legal berasal sesudah zaman Musa dan menjabarkan kitab Taurat yg ditemukan Yosia dengan Kitab Ul (dlm hal ini, yg sangat mempengaruhi riset kemudian hari, ia didahului oleh Yerome, 1.400 thn lebih dulu). Pandangan De Wette tentang satu sumber dasar, yg ditambah dengan berpuluh-puluh serpihan, dikembangkan oleh H Ewald (thn 1831) yg menyarankan, sumber utama bersifat Elohis. Sumber ini menyajikan cerita penciptaan sampai dengan Yos, dan ditambah oleh berita Yahwis, yg juga menjadi redaktur final. Walaupun kemudian Ewald mengundurkan 'teori penambahan' (teori suplemen) ini, namun teori itu tetap hidup dalam tulisan F Bleek (de libri G. eneseos origine, 1836) dan F Tuch (Genesis, 1838). Tokoh 'teori naskah sumber' yg berikut H Hupfeld (Die Quellen der Genesis and die Art ihrer Zusammensetzung, 1853), seperti Ilgen menemukan tiga sumber terpisah-pisah dalam Kitab Kej, yaitu Elohis pertama (E1), Elohis yg kemudian (E2), dan Yahwis (J). Setahun kemudian, setelah E Riehm menerbitkan bukunya Die Gesetzgebung Mosis im Lande Moab (1854) yg berusaha membuktikan sifat tersendiri dari Kitab Ul, maka keempat naskah sumber utama sudah disendirikan dan diberi urutan tanggal E1, E2, J, D (di Indonesia dipakai huruf E1, E2, Y, U). Pandangan E. G Reuss, J. F. L George dan W Vatke dikembangkan oleh K. H Graf (1866). Graf menekankan bahwa Et (yg disebut P untuk Peraturan imam-imam [Indonesia I] oleh ahli-ahli modern) bukan sumber tertua tapi sumber yg terakhir. Lalu perdebatan berkisar pada soal urutan peninggalan yg benar, E2 (E) JDP (E1) atau JEDP [Indonesia, E2 (E) YUI (E1) atau YEUI]. A Kuenen dalam The Religion of Israel (1869-1870) mempertahankan pendapat terakhir, dan dengan demikian mempersiapkan panggung untuk penampilan pemain bintang drama kritik Pentateukh, yaitu Julius Wellhausen. (ii) Pandangan Wellhausen. Uraian yg paling meyakinkan dan populer tentang teori naskah sumber ialah terbitan Wellhausen antara thn 1876-1884. Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa J (Y) (kr 850 sM) dan E (kr 750 sM) digabungkan oleh seorang redaktur (RYE) kr 650 sM. Waktu D (U) (hukum-hukum Ulangan, kr 621) ditambahkan oleh RD (kr 550) dan P (I) (kr 500-450) oleh RP kr 400 sM, maka pada dasarnya Pentateukh sudah lengkap. Uraian Wellhausen lebih daripada sekedar analisis naskah sumber. Ia menggabungkan penelitiannya dengan cara pendekatan evolusi terhadap sejarah Israel. Hal ini mengurangi sifat kesejarahan zaman Bapak-bapak leluhur sampai yg sekecil-kecilnya dan cenderung mengurangi keagungan Musa. Menurut dia, agama Israel bergerak maju dari korban-korban sembelihan yg biasa di atas mezbah keluarga pada zaman awal pendudukan tanah Kanaan, sampai pada peraturan dalam Imamat (P[I]) yg rumit dan legalis, yg bermula pada zaman Ezra. Dan seperti itulah berkembang lambat laun pikiran Israel tentang Allah, dari animisme dan politeisme pada zaman Bapak-bapak leluhur, melalui henoteisme (kepercayaan kepada satu Allah) zaman Musa dan monoteisme etis nabi-nabi abad 8, sampai pada kepercayaan akan Tuhan yg berdaulat dan dimuliakan seperti diberitakan Yes 40. Begitu asasinya pikiran Wellhausen bagi penalaran PL di kemudian hari, sehingga pengaruhnya dalam penelitian PL berulang-ulang disamakan dengan pengaruh Darwin dalam sains. Terutama melalui tulisan W Robertson Smith dan S. R Driver, uraian naskah sumber Pentateukh menurut aliran Wellhausen memasuki dunia bh Inggris. Di bawah ini dipaparkan (dengan sederhana) pandangan Wellhasuen. Cerita Yahwis J(Y) dikatakan berasal dari permulaan zaman kerajaan Israel (kr 950-850 sM). Singgungan-singgungan mengenai perluasan daerah (Kej 15:18; 27:40) dan kedudukan istimewa Yehuda (Kej 49:8-12) digambarkan menunjuk kepada zaman kerajaan Salomo. Sumber J(Y) menceritakan perilaku Allah terhadap manusia sejak penciptaan alam semesta sampai masuknya Israel di tanah Kanaan. Penggabungan kemegahan dengan kesederhanaan yg terdapat dalam J(Y), menandakan sumber ini sebagai contoh yg menonjol tentang sastra kepahlawanan, yg tepat dibandingkan dengan kitab Iliad dari Homerus. Sumber Yahwis yg berasal dari Yehuda mempunyai beberapa sifat sastra yg membedakannya dari yg lain, bukan hanya dalam hal mengutamakan nama Yahweh, yaitu: syifkha, 'budak perempuan', yg lebih disukai daripada 'ama (E); Sinai dipakai untuk mengganti Horeb (E); dan etimologi rakyat sering muncul, ump Kej 3:20; 11:9; 25:30; 32:27. Karena sangat keras bersifat nasional cerita J(Y) mencatat sampai ihwal kecil perbuatan-perbuatan keluarga Bapak-bapak leluhur, bahkan sampai kepada hal-hal yg tak layak dicatat. Secara teologi J(Y) menonjol karena memakai antropopatisme dan antropomorfisme (antropopatisme = Allah merasa secara manusia; antropomorfisme = Allah mempunyai tubuh seperti manusia). Allah dalam bentuk seakan-akan manusia berjalan dan berbicara dengan orang seorang, walau tak pernah diragukan bahwa sifat-Nya sebetulnya adalah transenden. Riwayat-riwayat hidup dari Bapak-bapak leluhur yg diceritakan secara lincah dan sederhana, mencirikan J(Y) secara mencolok. Cerita Elohis (E) biasanya dianggap berasal dari kr satu abad kemudian dari J(Y), yakni kr 850-750 sM. Ada yg berpendapat bahwa E berasal dari utara (Efraim) dengan alasan alpanya cerita-cerita tentang Abraham dan Lot yg berpusat di Hebron dan daerah Laut Mati dan penekanan khusus yg diberikan kepada Betel dan Sikhem (Kej 28:17; 31:13; 33:19-20). Peranan yg sangat penting dimainkan oleh Yusuf, nenek moyang suku Efraim dan Manasye, suku-suku wilayah utara. Walau lebih bersifat serpihan-serpihan dari J(Y), namun dalam E terdapat gaya bahasa yg khas, seperti: 'Sungai' yg dalam pengertian E maksudnya ialah S Efrat; pengulangan kata dipakai dalam kalimat langsung (bnd Kej 22:11; Kel 3:4); hinneni ('Ya, Tuhan!') dipakai jika menjawab Allah. Walaupun dari segi susunan sastra memang E kurang menonjol dibandingkan J(Y), tapi E terkenal karena penekanan yg diberikannya kepada moral dan agama. Dengan kesadaran akan dosa-dosa Bapak-bapak leluhur, E mencoba membuat hal itu dapat diterima akal, dan bentuk-bentuk antropomorfisme J(Y) diganti dengan pernyataan-pernyataan Allah melalui mimpi dan pengantaraan malaikat. Salah satu cerita E yg sangat menonjol, ialah tentang Allah mencobai Abraham pada peristiwa Abraham diperintahkan untuk mengorbankan Ishak (Kej 22:1-14). Di sini dilukiskan dengan sederhana tapi sangat menggugah hati, ketegangan antara kasih terhadap keluarga dengan ketaatan kepada Allah. Dan dengan kuasa roh kenabian disajikan pelajaran tentang sifat batiniah dari pengorbanan yg sungguh. Sumber Ulangan D(U), dalam penelitian Pentateukh secara kasar sesuai dengan Kitab Ul. Yg termasuk intisari teori naskah sumber ialah pandangan bahwa kitab Taurat yg ditemukan raja Yosia (2 Raj 22:3-23:25) merupakan, paling sedikit, bagian Kitab Ul. Hal-hal yg selaras pada D(U) dan pembaharuan Yosia yg layak diperhatikan ialah: ibadah Israel berpusat di Yerusalem (2 Raj 23:4 dab; Ul 12:1-7); kegiatan-kegiatan ibadah palsu dilarang secara khusus (2 Raj 23:4-11, 24; Ul 16:21-22; 17:3; 18:10-11). D(U) memberi penekanan kuat pada kasih Allah terhadap Israel dan pada tanggung jawab moral Israel untuk menanggapinya, pada suatu filsafat sejarah yg menerangkan syarat-syarat berkat atau hukuman Allah, dan pada perlunya rasa keadilan sosial yg kokoh dalam kerangka perjanjian dengan Allah. D(U) lebih merupakan kumpulan khotbah daripada kumpulan cerita, suatu tumpukan bahan yg bersifat hukum, teguran dan nasihat, yg dirampai selama kebutuhan yg mendesak pada pemerintahan Manasye dan yg digabungkan dengan YE sesudah zaman Yosia. Dalam sumber Imamat P(I) terkumpul hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan dari berbagai kurun sejarah Israel, disusun sedemikian rupa seperti mengorganisir struktur hukumiah dari Yudaisme sesudah zaman pembuangan. Memang terdapat beberapa cerita dalam P(I), tapi itu lebih mengutamakan silsilah dan asal mula praktik upacara-upacara dan praktik hukum pada zaman Bapak-bapak leluhur. Bagian-bagian formal seperti kesepuluh 'keturunan' dalam Kitab Kej dan perjanjian dengan Adam, Nuh, Abraham dan Musa umumnya dianggap berasal dari P(I). Kerumitan struktur hukum dan upacara P(I) biasanya ditafsirkan sebagai tanda sesudah pembuangan, terutama waktu P(I) (ump Kel 25-31; 35-40; Im; hukum-hukum dlm Bil) dibandingkan dengan rumpun upacara sederhana pada Hak dan 1 Sam. Sebagai dokumen sastra P(I) tak dapat dibandingkan dengan naskah sumber yg terdahulu, karena lebih mengutamakan rincian-rincian yg menyulitkan (ump silsilah dan keterangan-keterangan yg begitu rinci ttg Kemah Suci) sehingga cenderung mematahkan semangat kreatif sastra. Kegairahan gerakan keimaman akan kekudusan dan sifat transenden Allah jelas terdapat dalam P(I); di situ kultus keagamaan sebagai keseluruhan, dianggap suatu alat dari kasih karunia Allah, yg menjembatani jurang yg memisahkan diriNya dari Israel. c. Kritik Pentateukh sesudah thn 1900 M Analisis naskah sumber tidak berhenti pada penelitian-penelitian Wellhausen. Rudolf Smend, yg memperluas ide Karl Budde dalam thn 883, berusaha membagi sumber Yahwis menjadi J1 dan J2 (Y2, dan Y2) dalam seluruh Heksateukh (Die Erzahlung des Hexateuch auf, ihre Quellen untersucht, 1912). Apa yg disebut Smend J1 (Y1), disebut Otto Eissfeldt sebagai Sumber-Awam L(SA), sebab bertentangan langsung dengan sumber Imamat dan memberi penekanan pada cita-cita hidup pengembaraan, yg bertentangan dengan cara hidup bangsa Kanaan. Sumber Keni (SK), buah pena Julian Morgenstern, membicarakan riwayat hidup Musa dan hubungan bangsa Israel dengan bangsa --> Keni (1 Sam 27:10; Yos 15:56; S[Selatan Seir]) dari R. H Pfeiffer tentang Kej yg sedikit banyak selaras dengan L menurut Eissfeldt (ZAW, 48, 1930, hlm 66-73), juga dengan bagian IA dan IB dari sumber Imamat menurut Gerhard von Rad (Die Priesterschrift im Hexateuch, 1934); semuanya itu merupakan penyerpihan yg dilakukan oleh ahli-ahli kritik naskah sumber, yg telah mencapai puncaknya dalam analisa P(I) menjadi bagian-bagian kecil dalam karya B Baentsch tentang Kitab Im (1900), dan di situ 'ditemui' tujuh sumber dengan dijumpainya seorang redaktur atau lebih. Kecenderungan untuk memisah-misahkan sampai sekecil-kecilnya juga kelihatan dalam kerja C. A Simpson (terutama The Early Traditions ofIsrael: a Critical Analysis of the Pre-Deuteronomic Narrative of the Hexateuch, 1948). d. Reaksi terhadap teori Graf-Wellhausen Golongan konservatif yg sadar bahwa ajaran pengilhaman Alkitab dan seluruh teologi dibangun di atasnya, diancam oleh kritik naskah sumber, segera bangkit menentang analisis kritik naskah sumber itu. Tokoh konservatif antara lain adalah E. W Hengstenberg (Dissertations on the Genuineness of the Pentateuch, 1847) dan C. F Keil. Sesudah sintese Wellhausen yg berpengaruh itu muncul, perlawanan dilanjutkan oleh W. H Green (The Higher Criticism of the Pentateuch, 1895) dan James Orr (The Problem of the OT, 1906); penelitian cermat mengenai teori naskah sumber menemukan bahwa teori itu alpa dalam dua hal, yaitu bukti kesusastraan dan pra-dalil teologis. Pola yg dikemukakan oleh ahli-ahli ini dilanjutkan dalam penelitian R. D Wilson (A Scientific Investigation of the Old Testament, 1926, cetak ulang 1959), G. Ch Aalders (A Short Introduction to the Pentateuch, 1949), 03 Allis (The Five Books of Moses, 1943) dan E. J Young (Introduction to the Old Testament, 1949). Serangan kaum konservatif terhadap teori Wellhausen mengikuti garis-garis sebagai berikut: (i) Pemakaian nama-nama Allah. Pemakaian nama-nama Allah sebagai patokan untuk memisah-misah naskah sumber dipertanyakan atas empat alasan pokok: (1) Sesudah naskah-naskah diperiksa maka terbukti, terutama dari Pentateukh LXX, bahwa ada lebih sedikit keseragaman dan ada lebih banyak keberagaman dalam naskah-naskah terdahulu Sari Pentateukh ketimbang dalam Naskah Masoret (NM), yg justru dipakai sebagai dasar untuk teori naskah sumber (walaupun kitab J Skinner The Divine Names in Genesis, 1914, telah mengurangi kekuatan dalil ini). (2) Penelitian R. D Wilson mengenai nama-nama Allah dalam Alquran (PTR 17, 1919, hlm 644-650) menunjukkan bahwa beberapa sura mengutamakan istilah Allah (4; 9; 24; 33; 48; dst), tepat seperti bagian tertentu Kej mengutamakan Elohim (ump Kej 1:1-2:3; 6:9-22; 17:2 dab, 20, dst) dan bagian lainnya memakai Yahweh (ump Kej 4; 7:1-5; 11:1-9; 15; 18:1-19:28 dst). Karena jelas bahwa Alquran tidak boleh dibagi menjadi serpihan atas dasar penggunaan nama bagi Allah, maka sama halnya dengan Kej. (3) Pemakaian nama Tuhan Allah (Yahweh Elohim) Kej 2:4-3:24; bnd Kel 9:30) menimbulkan masalah khusus bagi teori Wellhausen, karena bentuk ini menggabungkan nama-nama, yg justru dianggap menjadi kunci untuk memisahkan naskah sumber; LXX kelihatannya mengandung lebih banyak contoh penggabungan ini (ump Kej 4:6, 9; 5:29; 6:3, 5). Untuk nama gabungan bagi para ilah terdapat banyak bukti dalam sastra Ugarit, Mesir dan Yunani (bnd C. H Gordon dlm Christianity Today, 23 Nov. 1959). (4) Agaknya penggantian nama Yahweh dan Elohim dalam Pentateukh merupakan usaha penulis untuk menekankan pikiran yg terkait dengan tiap-tiap nama itu (bnd I Engnell, Gamla Testamentet, 1, 1945, hlm 194 dst). Masalah ini dan masalah serupa berkaitan dengan nama-nama Allah, sudah lama memaksa ahli kritik meremehkan pentingnya soal, yg dulu adalah titik tolak seluruh proses kritiknya. (ii) Gaya ungkapan dan gaya bahasa. Perbedaan gaya ungkapan dan gaya bahasa, yakni unsur-unsur penting yg mendukung teori Wellhausen, sangat diragukan oleh beberapa ahli konservatif. Mereka mengatakan bahwa cerita-cerita Pentateukh terlalu fragmentaris untuk memberikan pengetahuan yg wajar perihal perbendaharaan kata seorang penulis; kadang-kadang teori Wellhausen tidak menyadari bahwa jenis sastra yg berbeda-beda menuntut kosa kata yg berbeda-beda. Kata-kata yg begitu khas menonjol pada suatu naskah (dokumen) bila juga ditemukan pada naskah lain, maka dikatakan redaktur kedua naskah itu adalah satu orang. Kebiasaan menganggap 'seorang redaktur' terlalu sering digunakan oleh para ahli teori kritik mengatasi kelemahan dan kesukaran mereka, bila kenyataan-kenyataan menimbulkan beberapa pertanyaan atas ketepatan dan kebenaran teori kritik itu. Mengenai soal gaya bahasa, ahli-ahli baik konservatif dan ahli-ahli lainnya sudah berulang-ulang menunjukkan kesubyektifan pertimbangan-pertimbangan teori kritik, dan amat sukar untuk menilai pendapat-pendapat seperti itu secara ilmiah. Jadi apa yg bagi seorang kritik nampak sebagai suatu cerita yg hidup dan menggetarkan hati, bisa nampak tumpul atau hampa bagi orang lain. Beberapa kesukaran yg dihadapi oleh kritik sastra telah disoroti oleh W. J Martin dalam karyanya Stylistic Criteria and the Analysis of the Pentateuch, 1955, walaupun kita harus hati-hati dalam memakai persamaan-persamaan antara kritik sastra Barat untuk meneliti sastra Timur. (iii) Cerita-cerita kembar. Adanya cerita-cerita kembar (yg kadang-kadang disebut dublet) telah dianggap sebagai bukti utama mengenai adanya sumber yg bermacam-macam. Aalders (hlm 43-53) dan Allis (hlm 94-110, 118-123) telah menyelidiki beberapa ulangan ini (ump Kej 1:1-2:4a; 2:4b-25; 6:1-8, 9-13; 12:10-20; 20; 26:6-11) dan menandaskan bahwa adanya cerita ulangan tidak perlu ditafsirkan sebagai bukti jamaknya sumber-sumber. Sebaliknya, pengulangan dalam prosa Ibrani bisa saja dihubungkan dengan sifat khas bh Ibrani (dan memang demikian semua bh Semit), yaitu memakai ulangan guna menekankan sesuatu. Gagasan dalam sastra Ibrani ditekankan bukan pada hubungannya yg logis dengan gagasan-gagasan lain, tapi dengan pengulangan supaya merangsang pikiran dan minat pembaca. (Bnd J Muilenburg, 'A Study in Hebrew Rhetoric: Repetition and Style', VT Supp 1, 1953, hlm 97-111; J Pederson, Israel, 1-2; 1926, hlm 123). Penggunaan nas-nas dari Pentateukh dalam liturgi dapat juga dianggap satu sebab pengulangan. Mengenai Kej, ada sumbangan dari P. J Wiseman dalam karyanya New Discoveries in Babylonia about Genesis, 1936; edisi baru, Clues to Creation in Genesis, 1977. Menurut dia, bagian-bagian toledot (yaitu bg yg mulai atau berakhir dgn ungkapan 'Demikianlah riwayat...', mis Kej 2:4a) menandakan berbagai sumber yg tersedia bagi Musa untuk merampai cerita-cerita yg sudah ada. Cara pendekatan ini dipopulerkan oleh J Stafford Wright dalam karyanya How Moses Compiled Genesis: A Suggestion, 1946. Tentang jawaban terhadap teori Wellhausen mengenai perkembangan susunan imamat, *IMAM-IMAM DAN GOLONGAN LEWI. Aliran konservatif selalu serta merta menggunakan kesimpulan-kesimpulan ahli-ahli lain, bila kesimpulan-kesimpulan itu cenderung meragukan teori naskah sumber. Serangan B. D Eerdmans melawan teori-teori pengikut Wellhausen adalah salah satu contoh tentang itu. Walaupun Eerdmans menyangkal Musa sebagai penulis Pentateukh, namun dengan kokoh ia membela keaslian cerita-cerita tentang Bapak-bapak leluhur, dan ia mengungkapkan keyakinannya akan kedinian dari tata cara keagamaan dalam P(I). T Oestreicher dan A. C Welch berusaha mematahkan teori naskah sumber dengan membongkar batu pijaknya, yaitu bahwa D(U) sama dengan kitab Taurat yg ditemukan pada pemerintahan Yosia. E Robertson (The OT Problem, 1950) memandang Kitab Ul dirampai karena pengaruh Samuel, sebagai kitab undang-undang bagi 'seluruh Israel'; kitab ini tidak digunakan tatkala perpecahan bangsa itu membuat penerapannya tidak mungkin, tapi ditemukan kembali pada pemerintahan raja Yosia, tepat pada waktunya ada kemungkinan lagi untuk menata 'seluruh Israel' sebagai satu kesatuan agamawi. Kesepuluh Hukum dan Kitab Perjanjian yg bersama-sama dengan orang Ibrani memasuki tanah Kanaan, pada awal pemukiman disimpan di beberapa tempat suci setempat. Di situ pula dikumpulkan naskah bermacam-macam kelompok hukum dan tradisi yg berpusat pada kedua kitab di atas, yg walaupun beraneka ragam, tapi tetap terkait dengan kedua kitab itu. Awal pembangunan kembali persatuan nasional pada zaman Samuel menuntut suatu kitab himpunan undang-undang untuk pemerintah pusat atas dasar bahan-bahan tersebut. Beberapa segi tertentu dari teori ini, yg berlandaskan bahan-bahan di atas, diperluas oleh R Brinker dalam karyanya The Influence of Sanctuaries in Early Israel, 1946. Dengan memakai patokan ilmu bahasa dan gaya bahasa, kesatuan Kej dipertahankan oleh U Casutto (La Questione della Genesi, 1934), dan kesatuan sastra dari seluruh Pentateukh dibela oleh F Dornseiff (ZA W 5253, 1934-1935); bnd karyanya Antike and Alter Orient, 1956. Dari sudut lain kita diperingatkan oleh AR Johnson, supaya awas terhadap apa 'yg kelihatan sebagai bahaya yg sungguh-sungguh dalam penelitian PL yaitu: lapisan-lapisan (strata) pikiran yg mungkin berbeda tapi sezaman, disalahtafsirkan sebagai tangga-tangga (stages) pikiran, yg kemudian diatur menurut penanggalan waktu supaya cocok dengan suatu teori tentang evolusi yg terlalu disederhanakan, atau dengan suatu teori pernyataan progresif yg serupa dengan itu' (The Vitality of the Individual in the Thought of Ancient Israel, 1949, hlm 3). (iv) Kritik bentuk. Walaupun tidak melepaskan teori sumber, perintis kritik bentuk, H Gunkel dan H Gressmann, memberi tekanan baik pada kualitas sastranya maupun pada panjangnya proses tradisi lisan (cerita) yg membentuk cerita-cerita yg beraneka ragam itu menjadi karya yg sangat indah. Kritik bentuk disambut baik karena bebas dari pendekatan yg dingin dan bersifat mengurai gaya para kritik naskah sumber, yg menggunting-gunting Pentateukh menjadi serpihan-serpihan sehingga cenderung menyangkal kekuasaan dan keindahan cerita. Upaya kritik bentuk merintis jalan bagi sekelompok ahli Skandinavia mengadakan penelitian dengan membuang pendekatan berdasarkan naskah sumber dan menggantinya dengan menekankan tradisi lisan. Mengikuti petunjuk J Pederson, yg terus-terang menolak teori sumber pada thn 1931 (ZAW 49, 1931, hlm 161-181), I Engnell (Gamla Testamentet, 1, 1945) mengokohkan bahwa Pentateukh sama sekali bukan hasil rampaian dari naskah sumber tertulis, tapi campuran dari tradisi-tradisi lisan yg dapat dipercaya, yg dikumpul dan dibentuk dalam dua kelompok tradisi utama, yaitu: kelompok P(I) yg bertanggung jawab tentang Tetrateukh, dan kelompok D(U) yg merumuskan Ul, Yos, Hak, Sam, dan Raj. Penulisan kitab-kitab itu dikaitkan pada masa pembuangan atau sesudahnya. Unsur-unsur utama dalam perkembangan aliran tradisi dan sejarah ini, ialah pengetahuan yg sudah lebih maju tentang psikologi Ibrani dan pemahaman yg berkembang dan mendalam tentang sastra Asia Barat kuno. Menurut Engnell, para ahli aliran Wellhausen cenderung menafsirkan PL dengan patokan-patokan metode sastra Eropa dan logika barat. Untuk ringkasan pandangan aliran Skandinavia, lih Eduard Nielsen, Oral Tradition, 1954. Pandangan H Gunkel tentang kelompok-kelompok sastra yg beraneka ragam itu (yg dapat ditentukan dgn mengamati bentuk sastra dlm Pentateukh) menunjukkan semacam bentuk kembali ke pendekatan secara fragmentaris yg diikuti oleh Geddes, Vater dan De Wette. Melihat ini, P Volz (dan sampai batas tertentu W Rudolph juga), menghimbau supaya menghidupkan kembali teori suplemen dengan memperkecil makna 'penulis Elohis' sekecil-kecilnya, yg menurut pandangan Volz, di kemudian hari merupakan redaktur utama dari penulis agung Kej, yaitu Yahwis. Demikianlah dengan cara yg kira-kira sama ditekankan pula oleh G von Rad (Das formgeschichtliche Problem des Hexateuchs, 1938) peranan unggul yg dimainkan Yahwis, baik sebagai pengumpul maupun sebagai penulis dari bahan Pentateukh, yg menjelma melalui jangka waktu yg panjang dengan sejarah tradisi yg kaya di belakangnya. Tanggal-tanggal dari sumber-sumber itu yg umum diterima, masih merupakan dugaan menurut von Rad, dan menggambarkan langkah-langkah terakhir dalam merampai bahan-bahan itu. Penerapan teori-teori von Rad mengenai Pentateukh pada ilmu teologi, dapat dibaca dalam bukunya Old Testament Theology 1, 1962. Teorinya bahwa pengakuan seperti Ul 26:5 dst merupakan titik tolak bagi perkembangan Pentateukh, baru-baru ini dibalikkan oleh J. A Soggin (IOT, E. T. 1976, hlm 93) yg berpendapat bahwa pengakuan tersebut bukan titik tolak tapi ringkasan Pentateukh. M Noth (Uberlieferungsgeschichte des Pentateuch, 1948) mendekati beberapa hasil dari aliran Uppsala, yg dipimpin Engnell dll, tidak melepaskan pendekatan atas dasar naskah sumber. Ia sangat memperhatikan sejarah tradisi lisan yg ada di belakang sumber-sumber itu, tapi tetap dipertahankannya pendekatan kepada J(Y), E, dan P(I) yg sudah amat lazim. Penyimpangannya dari tradisi Wellhausen yg paling terang dapat dilihat dalam penolakannya untuk mengakui adanya 'Heksateukh' dan dalam menyingkirkan kebanyakan isi Ul dari cengkeraman kritik Pentateukh. Seperti kelihatan dalam buku-buku Pengantar ke dalam PL modern, ahli-ahli masa kini lebih memperhatikan bentuk-bentuk bahan cerita, liturgi, perjanjian atau hukum ketimbang sumber naskah (kalau ada) Pentateukh yg didalilkan teori Wellhausen. Misalnya karya 0 Kaiser, IOT, E. T. 1975, memakai judul judul sbb: Macam Sastra Cerita Israel, Macam Sastra Hukum Israel, Perkembangan Cerita-cerita Pentateukh sebelum ditulis, dsb; lih juga karya J. A Soggin. Hubungan persis antara kritik bentuk dengan kritik naskah sumber masih belum jelas. Tapi ada suatu hal yg jelas, yakni: para ahli seharusnya memperhatikan kritik redaksional (= penelitian makna dari kelima Kitab Pentateukh baik masing-masing atau keseluruhannya), apa saja pendapat mereka tentang proses pengumpulan bahan-bahan kitab-kitab itu. (v) Bukti arkeologi. Perkembangan arkeologi modern memberikan sumbangannya untuk menilai ulang teori naskah sumber. Bahwa cerita-cerita Alkitab pada dasarnya dapat dipercayai berdasarkan sejarah, sudah berulangkali dikokohkan, terutama cerita tentang zaman Bapak-bapak leluhur. (Lih H. H Rowley, 'Recent Discov ry and the Patriarchal Age' dlm The Servant of the Lord 1965.) Rekonstruksi berdasarkan teori evolusi atas sejarah dan agama Israel makin diragukan oleh ahli-ahli arkeologi yg paling menonjol, seperti W. F Albright (ump From the Stone Age to Christianity, 1957, hlm 88 dsb, 282) dan C. H Gordon (ump Ugaritic Literature, 1949, hlm 5-7; 'Higher Critics and Forbidden Fruit', Christianity Today, 23 Nov. 1959). Versi baru yg berbeda sekali dari teori naskah sumber dari titik pendirian agama Israel terdapat dalam penelitian Yehezkel Kaufmann, yg mengokohkan sifat kekunoan P(I) dan bahwa P(I) lebih dulu dari D(U). Tambahan lagi, dipisahkannya Kitab Kej dari sisa Pentateukh, sambil mempertahankan bahwa Kej merupakan 'suatu lapisan tersendiri yg bahan-bahannya pada keseluruhannya sudah sangat tua' (The Religion of Israel, 1960, hlm 208). e. Keadaan sekarang ini Pengertian yg diperoleh dari kecaman teori Graf-Wellhausen bersama penelitian yg berjalan terus oleh pihak pendukungnya, telah menghasilkan perubahan besar dalam teori itu. Pandangan evolusi tentang sejarah dan agama Israel dikesampingkan. Keaslian asasi cerita-cerita Bapak-bapak leluhur diakui oleh banyak ahli setelah sinar arkeologi menerangi dunia cerita itu. Pengaruh atau milieu Mesir dalam lingkaran hidup Yusuf dan cerita Keluaran sudah dibuktikan oleh pertimbangan arkeologi, sastra dan ilmu bahasa (bnd A. S Yahuda, The Language of the Pentateuch in its Relation to Egyptian, 1931; C. H. Gordon, The World of the OT, 1958, hlm 139). Peranan --> Musa sebagai pemberi hukum dan tokoh agama Israel dikokohkan kembali. Walaupun tidak dibuang, namun teori naskah sumber diubah dan diperbaiki oleh ahli-ahli sekarang ini. Perkembangan setiap sumber sangat rumit dan umumnya sekarang dipandang sebagai hasil kerja satu aliran daripada hasil kerja seorang penulis saja. Pertumbuhan sumber-sumber yg beraneka ragam itu bukanlah susul-menyusul tapi berdampingan, karena dalam tiap sumber didapati unsur-unsur kuno, seperti yg ditunjukkan oleh unsur-unsur Pentateukh yg dipakai oleh nabi-nabi (bnd Aalders, hlm 111-138). Pencincangan ay-ay dan usaha menentukan secara positif termasuk pada naskah sumber mana potongan-potongan itu, pada umumnya tidak dipedomani lagi. Perubahan-perubahan dalam teori naskah sumber ini sebaiknya dipandang sebagai perubahan saja, janganlah sebagai berita kematian. Teori Wellhausen masih tetap hidup kuat dan menjadi tantangan yg terus-menerus bagi ahli-ahli ortodoks, yg kadang-kadang merasa puas hanya dengan bereaksi terhadap teori itu, tanpa menghasilkan pendahuluan (Pengantar) yg jitu bagi Pentateukh. Pengantar positif akan memberikan bukti bagi kesatuan asasi hukum Taurat, sambil mempertimbangkan sungguh-sungguh ciri-ciri keberagaman, yg merupakan dasar bagi teori naskah sumber. Penelitian-penelitian Aalders merupakan terobosan baru yg membuka jalan bagi perkembangan selanjutnya. Sumbangannya yg paling menolong ialah pengamatannya akan adanya dalam Pentateukh unsur-unsur sesudah Musa dan yg bukan dari Musa (ump Kej 14:14; 36:31; Kel 11:3; 16:35; Bil 12:3; 21:14-15; 32:34 dab; Ul 2:12; 34:1-12) dan kesadarannya bahwa baik PL dan PB tidak mempertanggungjawabkan muasal seluruh kerja itu kepada Musa, walaupun keduanya menganggap bagian-bagian inti berasal dari Musa. Ump kumpulan undang-undang yg agung khususnya dianggap berasal dari Musa (ump Kel 20:2-23:33; 34:11-26; Ul 5-26; bnd Ul 31:9, 24), sama seperti cerita perjalanan Israel yg disebut dalam Bil 33:2. Mengenai cerita-cerita Kej mungkin Musa yg merampainya dari sumber-sumber tulisan atau lisan tapi mungkin juga tidak. Bukti-bukti mengenai penyusunan Pentateukh sesudah zaman Musa terdapat dalam ay-ay di atas, terutama pada sumber-sumber kuno seperti 'Kitab Peperangan TUHAN' (Bil 21:14). Sukar untuk menentukan tanggal penyusunan Pentateukh. Saran Aalders bahwa penyusunan itu terjadi pada pemerintahan raja Saul dan Daud bisa diterima, walaupun di kemudian hari kosakata dan gaya bahasanya mungkin sudah 'dimodernisasikan'. III. Amanat Pentateukh 'Pentateukh harus diakui sebagai suatu sumber yg memberikan kepada Israel makna dan apa yg menyebabkan hidup Israel itu. Di sini dinyatakan melalui cerita, syair, nubuat dan hukum apa yg dikehendaki Allah mengenai tugas Israel di dunia ini' (A Bentzen, Introduction to the Old Testament2, 1952, 2, hlm 77). Sebagai laporan pernyataan dan jawab, Pentateukh memberi kesaksian mengenai tindakan-tindakan penyelamatan oleh Allah, Tuhan yg berdaulat atas sejarah dan alam semesta. Tindakan utama Allah dalam Pentateukh (dan dlm PL) ialah keluarnya Israel dari tanah Mesir. Di sini Allah mendobrak pintu kesadaran Israel dan menyatakan diriNya sebagai Allah yg melepaskan. Pengertian-pengertian yg didapati dari penyataan ini memungkinkan mereka dengan pimpinan Musa untuk menilai ulang tradisi-tradisi leluhur mereka, dan melihat di dalamnya tindak kebijakan kasih Allah terhadap mereka bagaikan putik bunga, yg mulai mekar demikian indahnya dalam penyelamatan dari tanah Mesir. Sesudah membuktikan diriNya dengan penuh kekuasaan dan secara terbuka sebagai Tuhan dalam Keluaran, dibimbing-Nya Israel untuk menyadari realitas, bahwa Dia-lah Pencipta dan Pemelihara alam semesta dan Raja atas sejarah. Urutan di sini sangat penting: pengenalan akan Allah yg menyatakan kasih karunia, mendorong orang untuk mengerti akan Allah alam semesta. Bahwa Allah menunjukkan diriNya sebagai Penguasa alam semesta dalam tulah-tulah yg terjadi di Mesir, dan Pemelihara dalam perjalanan di padang gurun, tentu bisa mempengaruhi bangsa Israel untuk memandang Allah sebagai Tuhan alam semesta maupun sebagai Tuhan sejarah. Kasih karunia Allah tidak hanya dinyatakan dalam penyelamatan dan pimpinan-Nya, tapi juga dalam pemberian hukum Taurat dan dalam memprakarsai perjanjian itu. Janji ketaatan Israel, dan sumpah setianya kepada Allah dan kehendak-Nya, itulah jawaban Israel. Tapi jawaban itu sendiri pun adalah pemberian kasih karunia Allah. Sebab Dia, walaupun bebas dari kewajiban, yg menentukan kata-kata dari perjanjian dan menetapkan sistem korban-korban itu sebagai alat untuk menjembatani jurang yg memisahkan Dia dari umat-Nya. Kasih karunia Allah menuntut supaya Israel mutlak mengakui ke-Tuhan-an-Nya, dan supaya taat seutuhnya kepada kehendak-Nya dalam setiap segi kehidupan ini. Tuntutan ini penuh kasih karunia sebab mencakup apa yg baik untuk Israel, apa yg membantunya untuk menyadari kemungkinan apa sebetulnya yg sungguh terbuka baginya, dan apa yg tidak mungkin ditemuinya tanpa penyataan dari Allah. Dari mana pun asalnya Pentateukh, kitab ini ada di hadapan kita sebagai dokumen, yg di dalamnya terdapat kesatuan batiniah yg kaya. Pentateukh mencatat bahwa Allah menyatakan diriNya dalam sejarah, dan bahwa Dia-lah merajai sejarah. Pentateukh memberi kesaksian tentang respons Israel dan kegagalannya dalam memberikan respons itu. Kitab ini menyaksikan kekudusan Allah, yg memisahkan Dia dari manusia, dan tentang kasih-Nya yg penuh belas-kasihan, yg mengikat Dia kepada manusia berdasarkan ketentuan-Nya sendiri. ( --> KEJADIAN; --> KELUARAN; --> IMAMAT; --> BILANGAN; --> ULANGAN.) KEPUSTAKAAN. A. T Chapman, An Introduction to the Pentateuch, 1911; G. Ch Aalders, A Short Introduction to t Pentateuch, 1949; O. T Allis, The Five Books of Moses, 1949; A Bentzen, Introduction to the Old Testament, 2, 1952, hlm 9-80; B. D Eerdmans, Alttestamentliche Studien, 1-4, 1908-1912; H. F Hahn, The Old Testament in Modern Research, 1956; Y Kaufmann, The Religion of Israel, 1960, hlm 153-211; W. J Martin, Stylistic Criteria and the Analysis of the Pentateuch, 1955; J. A Motyer, The Revelation of the Divine Name, 1959; A Noordtzy, 'The Old Testament Problem', BS, 1940-1941; C. R North, 'Pentateuchal Criticism', OTMS, hlm 48-83; N. H Ridderbos, 'Reversals of Old Testament Criticism', dalam Revelation and the Bible, red. C. F. H Henry, 1958; H. H Rowley, 'Moses and the Decalogue', BJRL 34, 1951, hlm 81-118; The Biblical Doctrine of Election, 1950; W Rudolph, Der 'Elohist'von Exodus bis Josua, BZA W 68,1938; P Volz dan W Rudolph, Der Elohist als Erzahler: ein Irrweg der Pentateuchkritik?, BZA W 63, 1933; J Wellhausen, Prolegomena to the History ofAncient Israel, ET 1885, cetak ulang 1957; G. E Wright, The God Who Acts, 1952; The Old Testament against its Environment, 1950; P. J Wiseman, Clues to Creation in Genesis, 1972; J. S Wright, How Moses Compiled Genesis: A Suggestion, 1946; E Robertson, The Old Testament Problem, 1950; R Brinker, The Influence of Sanctuaries in Early Israel, 1946; U Cassuto, The Documentary Hypothesis and the Composition of the Pentateuch, -1961; 1 Engnell, Critical Essays on the OT, 1970; K Koch, The Growth of the Biblical Tradition, 1969; M Noth, A History of Pentateuchal Traditions, 1972; R de Vaux, The Bible and the Ancient Near East, 1971. DAH/MHS/HAO

10 Shabbat Perhentian

Keluaran 16:23
Lalu berkatalah dia kepada mereka, “Inilah yang telah YAHWEH firmankan: Besok adalah perhentian, sabat kudus bagi YAHWEH. Apa yang akan kamu panggang, pangganglah dan apa yang ingin kamu rebus, rebuslah, dan simpanlah untuk dirimu sendiri semuanya yang masih tersisa, sebagai simpanan sampai pagi.”

Keluaran 31:15
Enam hari lamanya pekerjaan boleh dilakukan, tetapi pada hari yang ketujuh, yaitu Sabat, adalah perhentian kudus bagi YAHWEH. Setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari Sabat itu, haruslah dia mati dibunuh.

Keluaran 35:2
Enam hari haruslah pekerjaan dilakukan, dan pada hari ketujuh adalah kudus bagimu, yakni Sabat, perhentian bagi YAHWEH; setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari itu, ia harus dihukum mati.

Imamat 16:31
Itulah Sabat perhentian bagimu, dan kamu harus merendahkan jiwamu; suatu ketetapan selamanya.

Imamat 23:3
Enam hari lamanya haruslah pekerjaan dilakukan, dan pada hari ketujuh itulah Sabat perhentian, suatu pertemuan kudus, kamu tidak boleh melakukan segala pekerjaan; itulah sabat bagi YAHWEH di seluruh tempat tinggalmu.

Imamat 23:32
Itulah Sabat perhentian bagimu dan kamu harus merendahkan dirimu pada tanggal sembilan bulan itu pada petang hari; dari petang hingga petang, kamu harus merayakan sabatmu.”

Imamat 23:39
Demikian pula, pada hari kelima belas dalam bulan ketujuh, ketika kamu mengumpulkan hasil ladangmu, kamu harus mengadakan perayaan bagi YAHWEH tujuh hari lamanya; pada hari pertama adalah Sabat perhentian dan pada hari ke delapan adalah Sabat perhentian juga.

Imamat 25:4
Dan pada tahun ketujuh haruslah menjadi suatu Sabat perhentian bagi negeri itu, suatu sabat bagi YAHWEH. Engkau tidak boleh menabur benih di ladangmu dan engkau tidak boleh menyiangi kebun anggurmu.

Imamat 25:5
engkau tidak boleh menuai sisa tuaian yang telah tumbuh, dan engkau tidak boleh mengumpulkan buah anggurmu yang tidak terawat; tahun itu harus menjadi Sabat perhentian bagi negeri itu.

Ibrani 4:9
Jadi, masih ditinggalkan suatu Sabat perhentian bagi umat Elohim.