Sunday, February 25, 2018

Alkitab Orang ISLAM TERJEMAHKAN PERTAMA

*Sejarah munculnya nama Allah dan Yesus dalam Alkitab Indonesia*

Ketika kebenaran tentang Nama Sejati dari Yahweh dan
Yeshua diberitakan, banyak orang yang menolaknya karena selain nama-Nya yang asli tidak pernah diberitakan dari atas mimbar gereja juga karena di dalam Alkitab
terjemahan LAI yang ada pada saat ini tidak pernah ada satupun nama asli dari Bapa dan Anak yang tercantum di sana, hanya ada nama-nama seperti: “Allah, Tuhan dan Yesus”. Bagaimanakah
sejarah munculnya nama “Allah” di dalam Alkitab ?
sementara kita tahu bahwa nama-Nya seharusnya adalah sebuah nama dari bahasa Ibrani?

Dalam sejarah penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa kita nama Abdullah bin Abdulkadir Munsyi tidak bisa dilupakan, dia adalah seorang muslim yang taat yang hidup sekitar tahun 1796 sampai 1854. Dia adalah seorang guru bahasa yang menerjemahkan Injil dan teks-teks rohani Kristen lainnya untuk Serikat Misionari London, serta pernah juga menjadi pegawai dari Thomas Stamford Rafles, pendiri Lembaga Alkitab di Batavia [Jakarta moderen]. Singkatnya Abdullah bin Abdulkadir Munsyi menjadi editor bahasa-bahasa yang digunakan di dalam Alkitab selama hidupnya.

Pada tahun 1814 salah seorang anggota Serikat Misionari London yang bernama William Milne datang ke Semenanjung Malaka dan meminta Munsyi Abdullah [sebutan Abdullah bin Abdulkadir Munsyi] merevisi Alkitab terjemahan Melchior Leijdecker, yang diterbitkan pada tahun 1733. Terjemahan Alkitab Leijdecker memakai bahasa Melayu tinggi, yaitu bahasa buku kesusastraan, dan banyak memakai kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan Persia, maka terjemahan itu sulit dibaca. Itulah sebabnya terjemahan Leijdecker ini perlu direvisi.

Ketika Abdullah bin Abdulkadir Munsyi menerjemahkan Injil dan teks-teks Kristen lainnya, dia mempertahankan nama “Allah” sebagai nama dari Sang Pencipta, yang merupakan nama pinjaman dari bahasa Arab yang digunakan dalam terjemahan M. Leijdecker, karena pada masa itu bahasa Melayu lazim ditulis dengan aksara Arab (di Semenanjung Malaka disebut aksara Jawi) – bahkan di beberapa tempat aksara Arab ini lebih dikenal dari pada aksara Latin. Hal ini tentu adalah sesuatu yang wajar karena pemahaman Abdullah bin Abdulkadir Munsyi adalah demikian berdasarkan Alquran bahwa Sang Pencipta itu bernama “Allah”.

Nama “Allah” dan “Isa” yang digunakan di dalam Alkitab Indonesia dari sejak terbitan pertama tidak pernah muncul dalam Kitab berbahasa Ibrani. Inilah faktanya: nama Sang Pencipta di dalam Alkitab yang asli adalah bukan “Allah” tetapi Yahweh dan nama Kristus bukanlah “Isa” atau “Yesus” tetapi Yeshua. Nama “Allah” dan “Isa” [yang kemudian menjadi “yesus”] terus digunakan hanya karena sebuah alasan sederhana: nama itu sudah terlanjur terkenal. Dengan tindakan ini nama-nama kudus dari Bapa dan Anak dilupakan dan tidak lagi dikenal orang.

Jika orang-orang Kristen mengetahui dan menerima fakta ini, maka seharusnya pertentangan seperti yang sudah sampai ke pengadilan di Malaysia mengenai sengketa penggunaan nama “Allah” yang digunakan oleh orang-orang Kristen di sana tidak perlu terjadi, karena adalah benar bahwa Nama Sang Pencipta di dalam Alkitab adalah bukan “Allah”.

Sebuah nama seharusnya tidak boleh diterjemahkan ketika sebuah buku atau kitab yang memuat nama itu diterjemahkan. Cara pelafalan dan arti dari sebuah nama akan sepenuhnya berubah ketika penerjemahan nama dilakukan.

Sebuah nama pribadi benar-benar tidak boleh diterjemahkan, jika dipaksakan maka itu akan menjadi sebuah kesalahan.

Contoh: Jika ada seorang warga negara Indonesia bernama Putri, yang dalam bahasa Indonesia berarti seorang anak “perempuan” pergi ke Inggris dan ditanya: What’s your name? Maka Putri tidak bisa menjawab My Name is Girl. Bahkan jika namanya diganti menjadi “perempuan” pun akan menjadi salah karena namanya adalah Putri. Demikian pula Nama Yahweh yang ada dalam Kitab Suci berbahasa Ibrani tidak bisa diganti menjadi “Allah” atau pun “TUHAN”.