Friday, March 30, 2018

DARAH (Anak Domba)

Daftar Isi:

HAAG: Darah ; KECIL: Darah ; PEDOMAN: Darah ; BROWNING: DARAH ; ENSIKLOPEDIA: DARAH ; LAMBANG: Darah ; YUNANI: 129 αιμα haima ; STATISTIK: DARAH ;

Darah

Darah: (yang mengalir). Darah ditentukan dan disediakan Allah dalam kitab suci, sebab itu mengandung kuasa untuk mengadakan korban penenbusan, dan menjadi laknat bagi orang itu yang menumpahkannya dengan tidak senonoh, Kej 9:4Ima 7:26; 17:11-13. pembalasan terhadap seorang pembunuh ialah menuntut darahnya. Bil 35:27Ula 24:16. seorang yang menumpahkan darah dengan tak disengaja boleh melrikan diri kesalah satu kota perlindungan yang telah tersedia. Bil 35:22-23Ula 19:4-6. (Kamus Gering)

Ke atas

Darah [Kamus Haag]

Darah.

(1) ~D di dalam PL dianggap (seperti dalam semua agama purba) sebagai tempat adanya hidup (Kej 9:5Im 17:11dan lain-lain). Oleh karena hidup adalah milik Allah, maka penggunaan darah dilarang keras (1Sam 14:31-34Kej 9:3-4; mengenai tata-hukumnya lihat Im 3:17Ul 12:23 dan lain-lain). Dari sudut lain dikenal adanya berbagai ritus ~D di Isr.: Pada saat memerciki altar, ~D. dinyatakan sebagai milik Yahwe. ~D dipakai untuk mengadakan perdamaian (Ibr 9:22) dan mengukuhkan ikatan --> perjanjian antara Yahwe dengan umatNya (Kel 24:3-8). Kedua pihak menjadi semacam kerabat se ~D (anggota keluarga). Adapun ~D yang dicurahkan itu berteriak kepada Tuhan untuk menuntut balas (Kej 4:10: --> Pembalasan ~D).(2) ~D di dalam PB. Ungkapan PL "Daging dan D" menunjukkan hakiki manusiawi dalam kelemahan dan kedosaannya (Mat 16:171Kor 15:50Gal 1:16 dan lain-lain). Salah satu theologumenon PB yang paling utama adalah ~D Kristus yang telah dicurahkan (Ef 2:13Ibr 9:14 dan lain-lain). Seperti dulu PL dikukuhkan dengan ~D binatang kurban, demikian pula kini PB dikukuhkan dengan ~D Kristus (Mark 14:24 dsj; 1Kor 11:25). ~D merupakan beaya yang dipakai Kristus untuk membebaskan orang dari dosa-dosa (Ef 1:7), beaya untuk mendamaikannya dengan Tuhan (Rom 3:25), menguduskannya (Ibr 13:12) dan membenarkannya (Rom 5:9). Persekutuan dalam ~D Kristus (Yoh 6:54-561Kor 10:16) adalah suatu ungkapan tentang hubungan orang dengan Kristus yang akrab sekali (Perjamuan malam). Di situlah pandangan PL tentang persaudaraan oleh ~D antara Allah dengan manusia menemukan kenyataannya yang terakhir.

Ke atas

Darah [Kamus Kecil]

KS.-

binatang 
[PL] Kej 9:4Kel 12:7,13; 24:8Im 16:18,19; 17:11 1Sam 14:31-34 
[PB] Kis 15:29Ibr 9:12,13,18-22,25; 11:28manusia 
[PL] Kej 4:1-11; 9:6Ul 19:4-101Taw 28:3Yeh 35:6 
[PB] Mat 23:30,35Wahy 6:10; 16:6; 17:6; 18:24; 19:2Kristus 
[PB] Mat 26:28Mr 14:24Luk 22:20Yoh 6:53-56; 19:341Kor 10:16; 11:25,27Ibr 9:12,14; 10:29; 12:24; 13:121Pet 1:21Yoh 1:7; 5:6,8Wahy 7:14; 12:11; 19:13

Ke atas

Darah [Kamus Pedoman]

1. Nyawa (kehidupan) binatang.Kej 9:4Im 17:11,14
2. Cair.Ul 12:16
3. Merah.2Raj 3:22Yoel 2:31
4. Sama saja di dalam tubuh semua manusia.Kis 17:26
5. Dilarang dimakan oleh:5.1 Manusia setelah air bah pada zaman Nuh.Kej 9:4
5.2 Orang Israel yang tunduk kepada Taurat Allah.Im 3:17; 17:10,12
5.3 Orang Kristen pada zaman dahulu.Kis 15:20,29
6. Orang Yahudi seringkali bersalah karena makan - .1Sam 14:32,33Yeh 33:25
7. - binatang yang disembelih harus ditutup dengan tanah.Im 17:13Ul 12:16,24
8. Burung-burung buas suka - .Ayub 39:33
9. Binatang-binatang buas suka - .Bil 23:24Mazm 68:24
10. Penumpahan - manusia:10.1 Dilarang.Kej 9:5
10.2 Dibenci Tuhan.Ams 6:16,17
10.3 Mencemarkan tanah.Mazm 106:38
10.4 Mencemarkan orang.Yes 59:3
10.5 Sering kali dilakukan oleh orang Yahudi.Yer 22:17Yeh 22:4
10.6 Selalu dihukum.Kej 9:6
11. Cara mengadakan pendamaian terhadap orang yang bersalah karenamenumpahkan - .
Ul 21:1-9
12. Uang - tidak boleh digunakan untuk keperluan yang kudus.Mat 27:6
13. - korban persembahan menurut Taurat:13.1 Untuk pendamaian (penebusan).Kel 30:10Im 17:11
13.2 Untuk penyucian.Ibr 9:13,19-22
13.3 Bagaimana dicurahkan.Kel 29:12Im 4:7
13.4 Tidak dipersembahkan dengan ragi.Kel 23:18; 34:25
13.5 Tidak dapat menghapuskan dosa.Ibr 10:4
14. Penyembah berhala mengadakan persembahan minuman - .Mazm 16:4
15. Air yang berubah menjadi - sebagai tanda.Kel 4:9,30
16. Air di negeri Mesir berubah menjadi - sebagai hukuman.Kel 7:17-21
17. Melukiskan:17.1 (Membasuh kaki dalam - ) kemenangan-kemenangan.Mazm 58:11; 68:24
17.2 ( - sebagai dasar bangunan) penganiayaan dan kekejaman.Hab 2:12
17.3 (Mencurahkan) suatu hukuman.Yeh 35:6
17.4 (Atas diri sendiri) kesalahan.Im 20:92Sam 1:16Yeh 18:13
17.5 (Diberikan untuk diminum) hukuman yang hebat.Yeh 16:38Wahy 16:6

Ke atas

DARAH [Kamus Browning]

Dalam pemikiran Ibrani darah adalah tempat pusat --> kehidupan, atau bahkan diidentikkan dengan kehidupan itu sendiri. Karena itu, darah memiliki peran mendasar dalam persembahan --> korban, yang dalam masyarakat Ibrani sangat fundamental. Imam-imam dikuduskan dengan darah (Kel. 29:19-21); darah dipercikkan ke atas --> mezbah untuk menebus --> dosa (Im.17:6); darah dipercikkan kepada seluruh umat Israel untuk menegakkan --> perjanjian dengan Tuhan (Kel. 24:8).Dalam PB darah Yesus menandakan kuasa *kematian-Nya untuk menebus dosa. Dengan demikian, ketaatan dalam kehidupan dan kematian-Nya menjadi dasar bagi perjanjian baru (1Kor. 11:23-29). Perkataan Yesus pada ayat 25, 'Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku', merupakan catatan tertua dalam PB mengenai apa yang dilakukan dan dijelaskan Yesus pada --> Perjamuan Tuhan. Pemberitaan Paulus kemudian menambahkan perintah Yesus agar upacara itu selalu diulangi. Hal ini diterima sebagai perintah untuk perayaan *Ekaristi Gereja secara reguler. Dalam doktrin Katolik --> anggur di dalam cawan, begitu pula dengan --> roti, ketika diberkati dengan cara-cara yang tepat oleh imam yang benar-benar berwenang, atau uskup yang memiliki hak untuk itu, menjadi hakikat tubuh dan darah Kristus, meskipun wujudnya tetap roti dan anggur. Doktrin-doktrin Ekaristi lainnya, yang berasal dari Reformasi, berpegang pada pendapat bahwa kata 'adalah' tidak lebih berarti 'melambangkan': Perjamuan Kudus adalah peringatan bagi pengorbanan Kristus. Namun, kemungkinan kata 'adalah' lebih bersifat performatif ketimbang deskriptif. Kata tersebut mengubah kedudukan roti dan anggur. Minum dari cawan perjanjian baru berarti dipersekutukan dengan domba --> Paskah yang telah dibunuh bagi kita (1Kor. 5:7). Hal ini diberikan Yesus kepada para pengikut-Nya untuk memelihara hubungan dengan Dia yang telah mati di atas --> salibdan *bangkit dalam kehidupan baru pada hari raya Paskah.

Ke atas

DARAH [Ensiklopedia]

Pernah dipermasalahkan apakah dalam Alkitab 'darah' menunjuk kepada hidup atau maut. Ada yg mengatakan bahwa dalam rangka korban PL 'darah' menunjukkan hidup yg telah dibebaskan dari segala keterbatasan tubuh dan dimerdekakan untuk tujuan-tujuan lain. Tata upacara persembahan darah menunjukkan kepasrahan yg khidmat kepada Allah akan hidup yg diserahkan, dipersembahkan dan berubah. Maut hanya mempunyai tempat yg lebih rendah atau tidak mempunyai tempat sama sekali. Dalam pandangan ini 'darah Kristus' berarti 'hidup Kristus'. Tapi bukti tidak menyokong pandangan itu.

Pertama, bukti statistik. Dari 362 tempat yg memuat kata Ibrani dam dalam PL, 203 menunjuk kepada maut karena kekerasan. Hanya 7 tempat yg menghubungkan hidup dengan darah (17 menghunjuk pada makan daging dgn darah). Karena itu cukup terang, bahwa hubungan dengan mautlah yg muncul dalam pikiran bila 'darah' disebut.

Kedua, tidak ada bukti yg dapat diberikan untuk menyokong teori tentang hidup itu. Penganut pandangan ini menganggapnya cukup terang dalam ay seperti Im 17:11, 'nyawa makhluk ada di dalam darahnya'. Tapi ay ini juga bisa ditafsirkan sebagai hidup yg diserahkan dalam maut, tidak melulu sebagai hidup yg telah dilepaskan.

Tak dapat disangkal, bahwa penebusan dari hukuman dosa dikatakan diperoleh karena maut, mis Bil 35:33, 'sebab darah itulah yg mencemarkan negeri itu, maka bagi negeri itu tidak dapat diadakan pendamaian oleh karena darah yg tertumpah di sana, kecuali dengan darah orang yg telah menumpahkannya' (lih juga Kel 29:33Im 10:17). Jadi PL kadang-kadang tidak memberikan dasar bagi pernyataan-pernyataannya yg ekstrim. Pendamaian diperoleh dengan kematian korban, bukan oleh hidupnya. Arti ini dilanjutkan dalam PB. Di sini seperti dalam PL darah lebih sering dipakai dengan arti kematian karena kekerasan ketimbang arti lain. Dan berbicara tentang darah Kristus ada beberapa ay yg dengan jelas sekali menunjuk kepada kematian. Misalnya 'dibenarkan oleh darah-Nya' (Rm 5:9, sejajar dgn 'diperdamaikan ... oleh kematian AnakNya' ay 10), 'darah salib-Nya' (Kol 1:20), ay-ay tentang 'datang dengan air dan darah' (1 Yoh 5:6) dll.

Kadang-kadang kematian Kristus dianggap sebagai korban (mis darah perjanjian). Tapi kalau ay-ay ini disimak lebih teliti maka yg ditunjukkannya adalah, bahwa kata-kata ini dipakai dengan arti yg sama seperti di PL. Jadi korban-korban mencapai maksudnya oleh karena kematian korbannya. Dengan demikian 'darah Kristus' harus diartikan sebagai kematian yg mendamaikan oleh Juruselamat ( --> DAMAI, PENDAMAIAN).

KEPUSTAKAAN. TDNT 1, hlm 172-177; S. C Gayford, Sacrifice and Priesthood, 1953; Leon Morris, The Apostolic Preaching of the Cross', 1965; F. J Taylor dalam TWBR; H. C Trumbull, The Blood Covenant, 1887; A. M Stibbs, The Meaning of the Word 'Blood' in Scripture, 1947. LM/RS

Ke atas

Darah [Kamus Lambang]

(1) METONIMIA nyawa suatu makhluk, khususnya nyawa yang dibunuh untuk dijadikan korban (mis korban binatang). Pemercikan darah korban dalam PL menjadi TIPE penyucian kita dari segala dosa melalui kematian Kristus. Kej 9:4-6Im 17:11Ul 12:23Ibr 9:7-25.(2) LAMBANG pencemaran karena dosa. Im 20:18Yeh 16:6-22.

Ke atas

Yunani

Strongs #129 αιμα haima

haima {hah'-ee-mah}:darah, kematian (Kamus Yoppi)ατος [neuter] darah;
σαρξ manusia (Kamus Barclay)

Ke atas

Darah [Statistik]

Jumlah dalam TB : 379 dalam 312 ayat (dalam OT : 299 dalam 247 ayat) (dalam NT : 80 dalam 65 ayat)

Strong dalam PL : [<0639> אף ‎1x] [<01320> בשר ‎1x] [<01818> דם ‎276x] [<01931> חוא ‎1x] [<02873> טבח ‎1x] [<02874> טבח ‎2x] [<02875> טבח ‎1x] [<04046> מגפח ‎1x] [<05306> נפך ‎2x] [<05332> נצח ‎2x] [<05601> ספיר ‎2x] [<06106> עצם ‎5x]

Strong dalam PB : [<129> αιμα ‎84x] [<130> αιματεκχυσια ‎1x] [<846> αυτος ‎4x] [<1699> εμος ‎1x] [<3450> μου ‎6x] [<4675> σου ‎1x]

Monday, March 26, 2018

ALKITAB BAHASA ASLI

ALKITAB BAHASA ASLI

by BP » Thu Jun 15, 2006 4:33 am ALKITAB BAHASA ASLI

Umat Kristen pasti mempunyai rasa ingin tahu ('curiosity') tentang Alkitab bahasa asli. Terlebih ketika Alkitab terjemahan tidak menyelesaikan persoalan, maka timbul pikiran untuk melihat Alkitab dalam bahasa aslinya. Alkitab bahasa asli adalah 'final authority' untuk menyelesaikan segala macam perdebatan teologia maupun percekcokan doktrinal. Semua Alkitab terjemahan hanya memuat kebenaran konseptual bukan kebenaran secara arti kata dan tata bahasa. Oleh sebab itu, jika melakukan pembahasan Alkitab secara etimologi, maka harus kembali ke Alkitab bahasa asli karena peralihan bahasa menyebabkan perubahan bentuk kata dan juga susunan kalimat. Disadari pula bahwa ada perbedaan antara satu bahasa dengan yang lain. Ada bahasa yang banyak 'vocabulary'nya dan ada bahasa yang sedikit. Tidak dapat dikatakan bahwa Alkitab hasil terjemahan akan salah atau kurang bermutu, tetapi hanya ada kekurangan dalam menyampaikan semua idea penulis. Misalnya 'agape' dan 'fileo' dalam bahasa Indonesia kedua-duanya tetap diterjemahkan dengan kata "kasih" saja, sedangkan 'kurios' mempunyai makna ganda yaitu "Tuhan" dan "Tuan". Karena Allah mengilhamkan kebenaran-Nya dengan bahasa manusia, maka pemakaian tiap-tiap kata dalam wahyu tertulis-Nya pasti adalah dipilih-Nya secara khusus. Bahkan tata bahasa yang dipergunakan-Nya juga pasti yang sesuai dengan aturan tata-bahasa manusia pemakai bahasa itu agar tidak menyebabkan kebingungan bagi penerima wahyu. Selanjutnya karena Allah memakai bahasa Ibrani untuk penulisan kitab Perjanjian Lama dan bahasa Yunani untuk penulisan kitab Perjanjian Baru, maka kitab Perjanjian Lama yang bahasa Ibrani serta kitab Perjanjian Baru yang bahasa Yunani itu sangat enting setidaknya untuk dikenal oleh setiap orang Kristen, apalagi seorang penyampai Firman Tuhan, misalnya pendeta atau Pastur. Kitab Perjanjian Lama orang Kristen itu berasal dari kitab suci orang Yahudi. Jumlah kitab Perjanjian Lama bertambah sesuai dengan berjalannya waktu sampai nabi Maleakhi menuliskan pasal 4 ayat 6 yang jatuh pada kira-kira 400 tahun sebelum kelahiran Yesus. Pada waktu kejatuhan Yerusalem ke tangan Babilon, kelihatannya kitab-kitab Perjanjian Lama yang sudah ada pada saat itu diselamatkan oleh nabi Yeremia. Nabi Yeremia yang tahu persis apa yang akan terjadi menyadari bahwa kitab suci jauh lebih berharga dari apapun. Nebukadnezar yang tahu bahwa Yeremia menubuatkan kejatuhan Yerusalem sangat menghormati Yeremia. Bahkan ia membiarkan Yeremia memilih apakah ia mau tinggal di Yerusalem atau mau ikut ke Babel, dan akhirnya Yeremia memilih tinggal di Yerusalem. Hal ini dapat dibaca dalam Yeremia 39:11-14, "Mengenai Yeremia, Nebukadnezar, raja Babel, telah memberi perintah dengan perantaraan Nebuzaradan, kepala pasukan pengawal, bunyinya: 'Bawalah dan perhatikanlah dia, janganlah apa-apakan dia, melainkan haruslah kaulakukan kepadanya sesuai dengan permintaannya kepadamu!' Maka Nebuzaradan, kepala pasukan pengawal, beserta Nebusyazban, kepala istana, dan Nergal-Sarezer, panglima, dan semua perwira tinggi raja Babel, mengutus orang - mereka menyuruh mengambil Yeremia dari pelataran penjagaan, lalu menyerahkannya kepada Gedalya bin Ahikam bin Safan untuk membebaskannya, supaya pulang ke rumah. Demikianlah Yeremia tinggal di tengah-tengah rakyat." Ketika Nebukadnezar merebut Yerusalem, ia membawa pergi sekitar 25.000 orang, bagian terbesar adalah penduduk Yerusalem, ke pembuangan di Babel. Hal ini merupakan deportasi ke-3. Akan tetapi, orang-orang miskin di negeri itu ditinggalkan untuk menjadi tukang kebun anggur dan peladang di Palestina. Tidak mungkin orang-orang seperti itu akan mengadakan pemberontakan melawan kekuasaan Babel atas negeri tersebut, setelah para pemimpin politik terbunuh atau dideportasi. Nebukadnezar menunjuk seorang Yahudi bernama Gedalya untuk memerintah atas orang-orang Yahudi yang tetap tinggal di Palestina. Orang ini mengadakan ibu kotanya di Mizpa, sekitar 11 km sebelah utara Yerusalem. Yeremia datang ke Mizpa agar dapat bersama dengan Gedalya setelah kepala pasukan Nebukadnezar membebaskan nabi Yeremia dan menasehati dia untuk kembali kepada Gedalya. Serangan Nebukadnezar pada tahun 605, 597, dan 589-586 sebelum Masehi mengakibatkan banyak kerusakan dan kehancuran di Yehuda. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa banyak dari kota-kota Yehuda telah dihancurkan dan tidak dibangun kembali, suatu fakta yang secara khusus terbukti dalam penggalian-penggalian di Aseka, Bet-Semes dan Kiryat-Sefer, dan juga melalui pemeriksaan permukaan tanah di beberapa tempat. Penggalian di Lakhis juga menunjukkan bukti tentang penghancuran oleh Babel. Penyerbuan terakhir, pada tahun 589, memuncak dalam pengepungan dan penghancuran Yerusalem yang disusul oleh deportasi terakhir pada tahun 586 sebelum Masehi. Sekembali dari pembuangan, orang Yahudi mengalami kebangunan rohani. Mereka bukan hanya pergi ke Yerusalem tiga kali setahun, bahkan mendirikan 'sinagoge' di seluruh Israel. Keberadaan 'sinagoge' itu bukan hanya untuk kegiatan keagamaan, bahkan bermanfaat sebagai sekolahan membaca bagi anak-anak. Keadaan ini menyebabkan dibutuhkannya kitab-kitab Perjanjian Lama karena itu adalah bahan bacaan satu-satunya. Keadaan ini juga sekaligus melestarikan kanon kitab Perjanjian Lama karena jumlahnya menjadi semakin banyak sehingga kalau yang satu rusak, masih ada yang lain. Kini terkumpul sekitar 200.000 naskah kuno dalam bentuk 'fragment' dalam bahasa Ibrani dan Aramik. Dengan cara demikian Allah memelihara firman-Nya, yaitu agar orang-orang di kemudian hari dapat memperbandingkannya. Ada orang bertanya, "Apakah kitab Perjanjian Lama yang ada di tangan umat Kristen masih asli?" Jawabannya, "Tentu, karena ada kurang lebih 200.000 'fragment' yang terkumpul dan dibanding-bandingkan." Ketika Alexander Agung mengalahkan dunia pada abad ketiga sebelum kelahiran Yesus, bahasa Yunani menjadi bahasa internasional. Satu abad kemudian, yaitu abad kedua sebelum kedatang Yesus, generasi muda Yahudi perantauan menjadi lebih fasih berbahasa Yunani sehingga penerjemahan kitab Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani dirasakan sangat diperlukan. Kemudian sebuah kitab terjemahan dihasilkan oleh 72 orang penerjemah, dan disebut 'Septuaginta' yang artinya tujuh puluh, yaitu angka genap dari jumlah penerjemahnya. Akhirnya pada masa kehadiran Yesus, kitab Perjanjian Lama yang beredar ada dua macam, yaitu yang berbahasa Ibrani dan berbahasa Yunani ('Septuaginta'). Selain terdiri dari dua macam bahasa, ada juga versi yang dipakai di 'sinagoge' dan versi yang dipakai oleh pribadi di rumah. Versi 'sinagoge' disalin ulang dengan sangat teliti. Menurut Gleason L. Archer dalam bukunya "The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible" (Grand Rapid: Zondervan Publishing House, 1982), jika ditemukan empat kesalahan, maka dianggap rusak dan segera dimusnahkan. Mereka tidak menghendaki kehadiran salinan yang ada kesalahan agar jangan sampai makin hari makin banyak salinan yang salah. Kemudian pada tahun 70 Masehi terjadi penghancuran kota Yerusalem beserta Bait Allah. Orang Israel terkocar-kacir dan tersebar ke mana-mana. Mereka kehilangan identitas sebagai bangsa. Setelah melalui sebuah periode waktu yang agak panjang, sebagian orang Israel menyadari bahwa mereka perlu berbuat sesuatu agar identitas bangsa mereka tidak hilang sama sekali. Mereka menyadari bahwa kitab Perjanjian Lama adalah tumpuan jati diri orang Yahudi serta merupakan pusat integritas keluarga Yahudi. Jika masih ada kanon kitab Perjanjian Lama yang terus-menerus dibacakan di 'sinagoge' dan dalam keluarga masing-masing, maka keyahudian mereka pasti tidak akan hilang. Pada periode 70-900 Masehi, sekelompok orang Yahudi yang disebut 'Baly ha-masoret' ('master of tradition' atau guru adat-istiadat) berusaha mengumpulkan salinan-salinan untuk memantapkan eksistensi kitab Perjanjian Lama. Perlu diketahui bahwa yang terbakar adalah yang ada di kota Yerusalem, tetapi masih ada banyak salinan yang tersimpan di 'sinagoge-sinagoge' yang bisa dijadikan patokan. Alasan yang mendorong mereka melakukan pekerjaan itu ialah karena salinan yang ada hanya tertulis dengan huruf mati sedangkan generasi muda Yahudi yang sudah tersebar mengalami kesulitan untuk membaca tanpa huruf hidup. Bagi yang lancar berbahasa Ibrani, ia tidak membutuhkan huruf hidup, melainkan cukup dengan huruf mati (konsonan) saja sudah bisa membaca dan mengerti artinya. Jadi kalau kalimatnya, "Musa turun dari gunung Sinai" itu hanya ditulis "Ms trn dr gnng sn". Jadi "Baly ha-masoret" itu berusaha mengumpulkan salinan-salinan dan berusaha membubuhkan huruf hidup (vokal) agar generasi yang kurang fasih berbahasa Ibrani bisa belajar membaca. Hasilnya bukan saja iman Yudaisme mereka tetap terpelihara, bahkan bahasa Ibrani tetap lestari sementara bahasa Mesir, Persia dan lain-lain musnah terkikis waktu. Dengan demikian jati diri mereka sebagai orang Yahudi tetap terpelihara sekalipun mereka tersebar ke segala penjuru dunia. Dalam melaksanakan tugas yang sangat berat itu para 'Baly ha-masoret' dibantu oleh ahli tata-bahasa ('grammar') yang dalam bahasa Ibrani disebut 'nag danim'. Karena kitab Perjanjian Lama asli yang ditulis Musa, Daud, Samuel dan lain-lain tidak memakai huruf hidup ('vokal') dan juga tanpa tanda baca, maka sulit dimengerti oleh generasi muda Yahudi maupun bangsa lain yang mempelajari bahasa asli kitab Perjanjian Lama. Para 'Baly ha-Masoret' dan 'nag danim', orang-orang Yahudi yang masih sangat fasih bahkan ahli dalam bahasa Ibrani itu, menolong memasang huruf hidup dan tanda baca ke dalam teks yang tadinya hanya terdiri dari huruf mati dan tanpa tanda baca. Kesederhanaan teks yang ditulis jauh sebelum Masehi itu tentu bukanlah suatu kesalahan karena perkembangan pengetahuan bahasa pada saat itu cuma hanya sampai pada tahap itu. Penambahan huruf hidup dan tanda baca itu sama sekali bukan menambahi firman Tuhan, melainkan hanya menjadikan bunyi yang sudah ada ke dalam tanda baca. Misalnya, "makan" kalau dulu ditulis "mkn" saja, maka sekarang ditambahkan dua huruf "a" sehingga menjadi "makan". Bahkan bahasa Indonesia pernah mengalami beberapa kali penyempurnaan. Dulu "Soekarno" sekarang menjadi "Sukarno". Dulu "djangan" sekarang menjadi "jangan", dan dulu "tjepat" sekarang menjadi "cepat". Para 'Baly ha-Masoret' dan 'nag danim' yang hidup sesudah 70 Masehi, yang menguatirkan keimanan anak-cucu bangsa Israel telah dipakai Allah untuk memelihara kitab Perjanjian Lama yang sangat dibutuhkan jemaat Perjanjian Baru. Hasil karya mereka disebut 'Masoretic Text' (Teks Masoretik), dipakai oleh baik kaum Yahudi maupun Kristen. Pada tahun 1947 dunia kekristenan dikejutkan dengan diketemukannya Dead Sea Scroll. Seorang bocah Baduin yang berusaha mencari dombanya yang hilang tanpa sengaja memasuki gua di Wadi Qumran, sebelah barat daya Laut Mati. Di dalam gua yang gelap ia tersandung pada gulungan benda yang dua kaki panjang dan sepuluh inci tebal. Para gembala itu menjualnya ke toko antik di Bethlehem yang memberi beberapa gulung, dan seorang 'Archbishop' dari gereja Orthodox Syria membeli sisanya. Beberapa orang ahli menelitinya dan menyimpulkan bahwa itu tidak ada nilainya. tetapi E.L. Sukenik, dari Hebrew University di Yerusalem, mengenal keunikan gulungan itu dan membeli tiga gulungan. Gulungan lain dibawa ke American School of Oriental Research, diteliti oleh J.C. Trever dan W.F. Albright, seorang arkeolog Alkitab, akhirnya pada tahun 1948 menyadari bahwa itu adalah gulungan kitab-kitab Perjanjian Lama. Pada akhir tahun 1951 kembali di sekitar gua-gua Laut Mati, yaitu di gua Wadi Murabba'at ditemukan lagi gulungan-gulungan lain di antaranya juga terdapat gulungan teks 'Masoretik'. Pada tahun 1952 dilakukan eksplorasi yang lebih intensif dan di gua yang terletak di sebelah barat Khirbet Qumran ditemukan hampir keseluruhan kitab Perjanjian Lama kecuali kitab Ester. Adapun isi dari 'manuscript' (MSS) yang ditemukan di Qumran itu ada sebagian berbeda dari Teks Masoretik namun sama dengan 'Septuaginta' (LXX). Tetapi lebih banyak kesamaannya dengan Teks Masoretik daripada dengan LXX. Kelihatannya MSS yang ditemukan di Qumran adalah teks yang dipergunakan oleh pribadi, bukan yang dipergunakan di 'sinagoge', karena ada banyak catatan pinggir, dan naskah tua yang diperkirakan sebelum Yesus, ternyata ada tambahan huruf hidup (vokal). Diketahui bahwa naskah bahasa Ibrani sebelum para 'Baly ha-Masoret' memasangkan huruf hidup (vokal) naskah resmi yang dipakai di Bait Allah dan 'sinagoge' itu hanya terdiri dari huruf mati (konsonan) saja. Jadi kalau ada naskah sebelumnya yang terdapat selipan huruf hidup adalah naskah pribadi yang dipakai di keluarga. Biasanya karena anak-anak mereka belum terbiasa membaca tanpa huruf hidup, maka orang tua mereka membantu dengan menambahi huruf hidup bagi mereka. Kalangan Liberal menjadi kalang-kabut dengan ditemukannya 'Dead Sea Scroll', namun sebagian mereka menjadikannya dasar untuk membangun 'Critical Texts' (Teks Pengritik) untuk mendiskreditkan Teks Masoretik. Tetapi kalangan Fundamental tetap yakin bahwa Teks Masoretik adalah teks terpercaya karena bukan hanya telah dikerjakan dengan sangat hati-hati, bahkan sumber landasannya adalah naskah resmi yang dipakai di 'sinagoge-sinagoge', bukan naskah pribadi yang telah banyak penambahan dan pengurangan. Bisa dipahami kalau sesuatu itu milik pribadi maka bisa ditambah dan dikurangi seperti yang dilakukan terhadap Alkitab hari ini, di mana umat Kristen membuat catatan di pinggir dan menandainya dan lain sebagainya. Naskah-naskah kitab Perjanjian Baru telah terpelihara melalui orang-orang percaya yang menyayangi naskah itu sehingga orang berusaha memilikinya dengan memperbanyaknya. Dengan cara diperbanyak, maka naskah ini tidak dapat dimusnahkan, dan sekaligus dijaga keotentikannya karena di kemudian hari umat Kristen dapat membanding-bandingkannya. Menurut The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible volume V, kini telah tersimpan ± 3,000 copy naskah Perjanjian Baru tulisan tangan dalam bahasa Yunani dalam bentuk fragment dan 2,000 copy dalam bentuk penjelasan (telah ditambahkan berbagai penjelasan) untuk kebutuhan pembacaan tiap hari, 8,000 manuscript dalam bahasa Latin, dan sekitar 2,000 terjemahan versi kuno. Tersedianya naskah-naskah kuno itu telah menjamin sehingga pekerjaan mengedit sebuah kitab Perjanjian Baru ke dalam buku setelah kertas dan alat cepat ditemukan itu dapat dilakukan. Naskah ini telah dipelihara dengan cara diperbanyak dan disimpan hingga manusia dapat menjilidnya menjadi sebuah kitab pada saat menusia telah menemukan alat cetak dan kertas. Sesungguhnya naskah-naskah Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani telah tersebar ke mana-mana. Sesudah abad ketiga kelihatannya bahasa Latin menjadi bahasa yang cukup penting, terutama disebabkan karena pemerintahan Roma telah berlangsung cukup lama. Pada saat itu menurut Agustinus, hampir setiap orang yang tahu dua bahasa, yaitu Yunani dan Latin, berusaha menerjemahkan kitab-kitab Perjanjian Baru walaupun tidak lengkap. Itulah sebabnya kini terdapat sekitar 8,000 naskah kuno kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Latin. Secara resmi pada tahun 382, Paus Damasus menunjuk Jerome untuk menerjemahkan atau sebenarnya mengedit terjemahan-terjemahan tidak resmi terhadap empat Injil. Hasil revisi yang dikerjakan oleh Jerome itu itu kemudian dikenal dengan 'Vulgate' dalam bahasa Latin itu berarti "umum", mungkin maksudnya dipakai untuk umum. Versi 'Vulgate' dipakai secara resmi oleh gereja Katolik ratusan bahkan ribuan tahun. Buku tertua dalam cetakan ialah buku dalam tulisan Tionghoa 'Diamond Sutra', yang dicetak pada tahun 868 dengan alat cetak kayu. Pada abad ke-11, orang Tionghoa meningkatkan penciptaan alat cetak bergerak dengan tanah liat. Namun apa yang telah dicapai di China tidak ada hubungannya dengan penemuan alat cetak di Eropa. Menurut The New Book of Knowledge, Volume XV, Johannes Gutenberg adalah orang pertama yang menemukan alat cetak pada tahun 1440 di benua Eropa. Buku pertama yang dicetak oleh percetakan Gutenberg ialah Alkitab versi Vulgate yang cakap dalam ukuran folio, yang selesai pada tahun 1456, yang terkenal dengan sebutan 'Gutenberg Bible'. Pada tahun 1502, persiapan pencetakan Alkitab bahasa Yunani dimulai di bawah pimpinan Kardinal Ximenes dari Spanyol. Kitab Perjanjian Baru dicetak dalam bahasa Latin dan Yunani, dan Perjanjian Lama dicetak paralel tiga bahasa, yaitu Latin, Ibrani dan Yunani LXX. Proyek ini dilakukan di kota Alcala yang dalam bahasa Latin disebut Complutum sehingga Alkitab itu disebut 'Complutension Polyglot'. Perjanjian Baru selesai pada tahun 1514 dan Perjanjian Lama selesai 1517, namun belum pernah beredar karena pada tahun 1520 baru diterima oleh Paus dan pada tahun 1522 baru dipublikasikan. Sementara itu pada tahun 1515 seorang ahli bahasa yang bernama Desiderius Erasmus berusaha mengedit kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani dengan mendasarkannya pada lima 'manuscript' tradisional yang tersimpan di Basel dan menerbitkannya pada bulan Maret tahun 1516. Dengan demikian maka kitab Perjanjian Baru bahasa Yunani yang pertama dicetak adalah 'Complutension Polygot' sedangkan yang pertama terbit dan beredar di masyarakat adalah edisi Desiderius Erasmus. Tidak dapat dipungkiri bahwa kitab Perjanjian Baru ini telah memungkinkan Martin Luther menyadari kesalahan Gereja Katolik, demikian juga dengan Bapak-bapak Reformasi yang lain. Sangat disayangkan karena naskah yang dimiliki oleh Erasmus itu ternyata enam ayat terakhir dari kitab Wahyu telah hilang sehingga ia menerjemahkannya sendiri dari 'Vulgate' ke bahasa Yunani. Namun kemudian setelah ia mendapatkan naskah yang memiliki enam ayat terakhir kitab Wahyu masih utuh, ia memperbaikinya pada edisi kedua. Kemudian setelah melihat 'Manuscript Codex 61' Erasmus memasukkan 1 Yohanes 5:7,8 yang di kalangan teolog disebut 'Johannen Coma'. Dan Luther menerjemahkan edisi kedua yang terbit 1519 dan yang telah disempurnakan ini ke dalam bahasa Jerman. Penyempurnaan demi penyempurnaan dilakukan setelah melihat naskah-naskah kuno dan membanding-bandingkannya dengan 'Polyglot' sehingga keseluruhannya Erasmus menerbitkan lima edisi. Dalam tiap perbaikan itu tidak ada penambahan atau pengurangan firman Tuhan, melainkan memeriksa hasil karyanya dan membandingkannya dengan naskah-naskah yang jumlahnya sekitar tiga ribu naskah kuno. Rupanya menurut Robert Estienne, (yang lebih dikenal dengan Stephanus), hasil karya Erasmus masih perlu diperbagus lagi. Ia menerbitkan empat edisi berturut-turut tahun 1546, 1549, 1550, 1551, yang tiap edisinya terdapat perbaikan-perbaikan yang tidak terlalu berarti, seperti penambahan judul perikop dan lain-lain. Edisi ketiga (1550) dari Stephanus ini dikenal dengan sebutan 'Royal Edition (Edition Regia)'. Edisi keempat terbit tahun 1551 dengan dilengkapi pasal dan ayat sebagaimana yang dipakai oleh umat Kristen hari ini. Umat Kristen patut berterima kasih kepada Stephanus yang telah menolong mereka agar lebih gampang mencari bagian firman Tuhan yang diinginkan. Bayangkan jika tidak ada pasal dan ayat, pasti mereka (umat Kristen dan pembaca lainnya) akan mengalami banyak kesulitan. Mungkin Anda dapat melengkapi kajian kita bersama tentang pembagian ayat-ayat Al~Qur'an, siapakah nama mereka yang terlibat dalam pembagian ayat-ayat ini, karena umat Islam pun patut berterima kasih kepada mereka yang berjasa ini. Theodore Beza, seorang yang tersohor di kalangan Protestan, juga menerbitkan kitab Perjanjian Baru bahasa asli dalam ukuran folio dengan memakai teks Stephanus sebagai dasar. Ketenaran Theodore Beza turut mempopulerkan teks Erasmus dan Stephanus yang dipakainya sebagai dasar sehingga kalangan reformasi memakai teks mereka sedangkan kalangan Katolik memakai 'Polyglot'. Keluarga Elzevir, pemilik penerbit berbagai buku klasik, ikut meramaikan penerbitan kitab Perjanjian Baru bahasa asli yang sangat digemari masyarakat yang baru mengalami reformasi itu. Pada edisi kedua terbitannya tercantum tulisan, "Kini Anda memiliki teks yang telah diterima oleh semua kalangan, yang di dalamnya tidak ada penambahan maupun kesalahan." Akhirnya ungkapan 'received text' atau 'textum receptum' yang biasa disingkat dengan TR, menjadi nama dari teks yang pertama diedit oleh Desiderius Erasmus, diperlengkapi dan diperindah oleh Stephanus, dipromosikan Theodore Beza dan keluarga Elzevir, diberikan kepada teks yang diterima dan dipakai di kalangan umat Kristen. Teks ini kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa termasuk ke dalam bahasa Inggris, 'King James Version', yang diterjemahkan pada tahun 1611 atas perintah raja Inggris yang bernama James dan dikerjakan oleh lebih dari lima puluh ahli bahasa. Teks yang mereka pakai sebagai dasar ialah Teks Stephanus edisi ketiga dan empat dan edisi Beza terbitan tahun 1598. Masyarakat, terutama umat Kristen, sangat bersukacita atas tersedianya kitab suci dalam bentuk cetakan bahkan dalam bahasa mereka yang dapat mereka miliki secara pribadi dengan harga yang relatif lebih murah dari sebelumnya. Menurut The New Book of Knowledge volume XV, sebelumnya harga sebuah Alkitab tulisan tangan yang rapi itu sama dengan harga sebuah gedung berlantai dua di dekat 'London Bridge'. Sungguh amat disayangkan mereka yang tidak menghargai firman Tuhan yang ada di tangannya hari ini. 'Textum Receptum' (TR) dipakai oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia, dan diterjemahkan ke berbagai bahasa oleh misionari modern yang dipelopori oleh misionari Baptis, William Carey, ke India dan akhirnya banyak misionari ke seluruh penjuru dunia. Selama ± 380 tahun tidak ditemukan cara untuk menghalangi tersebarnya firman Tuhan ke seluruh dunia walaupun dilakukan juga serangan kecil-kecilan yang tidak membawa efek terhadap TR. Karl Lachmann dari Jerman tercatat adalah orang pertama yang menerbitkan edisi Perjanjian Baru yang sifatnya menyerang TR pada tahun 1831. Setelah dua edisi teks pengritik 'Critical Texts' (CT) diterbitkannya ternyata tidak ada yang menggubrisnya. Pada tahun 1857 Samuel Prideaux Tregelles di Inggris juga menerbitkan 'Critical Text' untuk menyerang TR. Kemudian Constantin Tischendorf seorang yang menemukan naskah Codex Sinaiticus turut menerbitkan teks Perjanjian Baru yang bersifat menyerang keakuratan TR. Serangan yang kelihatannya memakan banyak korban adalah yang dilakukan melalui dua orang, yaitu Brooke Fos Westcott, seorang Bishop gereja Anglikan, dan Fenton John Anthony Hort, seorang dosen dari Cambridge University. Untuk mempersingkat nama mereka, biasanya hanya ditulis WH. Mereka menerbitkan 'Critical Text' (CT) untuk menyerang 'Textum Receptum' (TR) pada tahun 1881. Mereka mendasarkan edisi yang mereka terbitkan pada naskah yang diberi nama 'aleph' yang ditemukan di Sinai yang juga disebut 'Sinaiticus' dan naskah yang diberi nama B yang kata mereka tersimpan di perpustakaan Vatikan. Menurut Dr. D.A. Waite dalam bukunya 'Defending the King James Bible', antara CT hasil WH dengan TR yang sudah dipakai lebih dari tiga ratus tahun terdapat 5,604 perbedaan yang terdiri dari 1,952 penghilangan (35%), 467 penambahan (8%), dan 3,185 perubahan (57%). Dengan perubahanyang besar-besar an ini kelihatannya serangan terhadap firman Tuhan semakin serius dan intensif. Gelombang pertama yang tumbang berjatuhan adalah teolog-teolog Liberal di Jerman. Keraguan mereka terhadap firman Tuhan mulai muncul bahkan akhirnya mereka melihat Alkitab hanya sekedar buku sejarah. Sementara teolog Jerman tumbang, kemudian angin pukulan CT melanda Eropa sehingga muncul berbagai kritik terhadap Alkitab (buku yang telah berjasa mengubah orang Eropa menjadi manusia bermoral). Akhirnya angina serangan terhadap Alkitab itu sampai juga ke Amerika. Bersama dengan itu muncul berbagai Alkitab bahasa Inggris terjemahan modern yang didasarkan pada teks CT, antara lain: English Revised Version (1881), American Standard Version (1901), New American Standard Version (1960), New English Version (1961), New International Version (1969). Bagaimana dengan Alkitab bahasa Indonesia? Dulu Alkitab bahasa Indonesia diterjemahkan dari TR. Kelihatannya Alkitab Terjemahan Baru sedikit terpengaruh oleh CT dari WH. Banyak pembaca tidak menyadari maksud di balik banyak ayat dalam Alkitab Terjemahan Baru yang diberi tanda kurung, contoh [...]. Sebagian dosen sekolah teologia di Indonesia yang sudah terhembus angin Liberalisme mengatakan kepada murid-murid mereka bahwa ayat itu tidak ada dalam Alkitab bahasa aslinya. Penjelasan demikian tentu akan mengundang banyak pertanyaan susulan, yaitu siapa yang menambahkan dan mengapa ditambahkan? Ternyata Lembaga Alkitab Indonesia memberi tanda kurung pada ayat-ayat yang ada dalam teks TR namun tidak ada dalam teks CT. Tindakan demikian masih baik daripada menghilangkan ayat itu sama sekali. Namun sebenarnya lebih baik tidak perlu diberi kurung karena itu adalah firman Tuhan. Westcott adalah seorang Bishop gereja Anglikan, gereja yang Doktrin Gereja ('ecclesiology')nya hampir sama dengan Gereja Roma Katolik. Perbedaannya hanya Gereja Roma Katolik berpusat di Roma sedangkan gereja Anglikan berpusat di London. Dan Gereja Roma Katolik dikepalai Paus sedangkan gereja Anglikan dikepalai Raja atau Ratu Inggris. Sedangkan Hort adalah seorang dosen Universitas Cambridge. Dr. D.A. Waite yang meneliti buku-buku yang ditulis mereka menyimpulkan bahwa sesungguhnya mereka bukan seorang yang telah "lahir baru". Istilah "lahir baru" ini dipergunakan oleh umat Kristen untuk menyatakan "bertobat". Dr. D.A. Waite tersebut menulis, "In this study, I quote from their writings extensively and show from five of their books that they are apostates, liberals, and unbelievers." Selain Westcott dan Hort, siapa lagi di balik CT yang makin hari makin dominan itu? Critical Text yang hari ini banyak dipakai di Sekolah Theologi adalah edisi ke-26 yang disebut Nestle/Aland Greek New Testament, 26th edition. Eberhard Nestle dan Kurt Aland, kedua-duanya orang Jerman yang membentuk sebuah komisi yang terdiri dari Kurt Aland sendiri, Matthew Black seorang yang imannya diragukan, Carlo M. Martini seorang Kardinal Gereja Katolik, Bruce Metzger dari Princeton, universitas yang sangat liberal, dan Alan Wigren dari Chicago. Mereka inilah yang mengatakan bahwa Rasul Matius salah tulis karena tidak melihat catatan di Bait Allah sehingga yang seharusnya Asa namun ditulis Asaf, demi untuk membela konsep mereka bahwa naskah kuno yang mereka pakai adalah yang terbaik, yang tidak terjamah oleh tangan-tangan jahil. Sebaliknya orang-orang yang mengedit Textum Receptum adalah orang-orang mengasihi Tuhan, menurut umat Kristen. Desiderius Erasmus, yang sering dikritik karena humanis, adalah humanis abad pertengahan yang berusaha melepaskan diri dari kungkungan universalisme gereja Roma. Ia bukan humanis masa kini yang filosofinya berpusatkan pada manusia dan mengagungkan manusia. Sedangkan Stephanus adalah orang Protestan, orang yang rela mengorbankan nyawa demi membela kebenaran. Apalagi Theodore Beza, teman dekat John Calvin, adalah tokoh reformasi yang sangat terhormat. Edisi Stephanus dan Beza-lah yang secara umum diterima oleh orang-orang Kristen yang baru mendapat kebangunan rohani melalui gerakan reformasi. Edisi keempat Stephanus tahun 1551 yang telah dilengkapi pasal dan ayat telah menjadi berkat bagi jutaan orang, terlebih setelah dijadikan dasar untuk penerjemahan ke berbagai bahasa termasuk King James Version. Baik Erasmus, Stephanus, maupun Beza, mereka berusaha mewujudkan kitab Perjanjian Baru bahasa asli hanya agar orang-orang Kristen memiliki firman Tuhan di tangan mereka yang praktis, agar mereka dapat mempelajari dan memberitakannya. Mereka tidak memikirkan masalah hak cipta dan lain sebagainya. Hasil karya mereka menyebabkan banyak orang melihat terang Tuhan. Masyarakat Eropa berubah total setelah reformasi dan tersedianya Alkitab dalam cetakan telah memungkinkan mereka membaca dan mempelajarinya. Tingkat moral masyarakat menjadi semakin tinggi demikian juga dengan tingkat kepatuhan mereka terhadap hukum. Setiap kali orang menyebut firman Tuhan, tentu yang dimaksud adalah Textum Receptum atau terjemahannya pada masing-masing bahasa. Namun setelah Westcott dan Hort menerbitkan edisi mereka, kebingungan mulai melanda, pertama-tama di kalangan intelektual, karena mereka terpaksa harus memilih teks mana yang harus mereka jadikan patokan, dan akhirnya juga melanda seluruh kekristenan. Di Indonesia hal ini tidak terasa karena umat Kristen hanya memiliki satu versi Alkitab yaitu terbitan Lembaga Alkitab Indonesia. Tetapi bagi masyarakat yang berbahasa Inggris, dengan tersedianya berbagai versi Alkitab, maka agak kerepotan juga. Pukulan yang paling menyakitkan ialah tertawaan dari pihak luar, misalnya pihak Islam, yang mengatakan bahwa Injil asli orang Kristen sudah tidak ada, yang ada sekarang adalah yang palsu. Adanya kesalahan pada teks Westcott dan Hort biasanya mereka jadikan bukti untuk statemen mereka. Mereka dapat mengatakan, "lihat, nama silsilah saja salah catat, tidak salah toh kalau itu adalah yang palsu?" Kehadiran Critical Text telah menyebabkan perdebatan yang tidak ada habis-habisnya. Musuh Alkitab mencatat sukses karena mereka berhasil menggoncang dasar iman orang Kristen dan meletakkan batu sandungan terhadap sebagian orang yang belum percaya. Sebagian orang yang tidak memahami masalah ini sempat tersandung karena mereka dipaksa untuk mempertanyakan aspek 'human error' dari teks bahasa asli yang ada pada saat ini. Tentu karena mereka tidak diberi informasi bahwa usaha pengeditan yang teliti telah dilakukan oleh Erasmus, Stephanus, Beda dengan membanding-bandingkan naskah demi naskah hingga akhirnya tidak ditemukan lagi kesalahan dan orang-orang yang benar-benar Kristen pun secara universal telah menerimanya. Pada saat Alkitab terjemahan tidak jelas terhadap suatu masalah atau terdapat perbedaan antara satu terjemahan dengan terjemahan yang lain, kemanakah umat Kristen akan mencari otoritas final untuk menjelaskannya? Mau tidak mau, Alkitab bahasa asli adalah otoritas final untuk menyelesaikan masalah baik yang praktis maupun yang bersifat doktrinal. Jika dunia kekristenan hanya memiliki satu versi Alkitab bahasa asli seperti keadaan abad 16, 17 dan 18, maka dengan gampang dan dengan kebulatan hati semua orang Kristen akan mengacu kepada Alkitab bahasa asli yang hanya satu itu. Kini setidaknya tersedia dua Alkitab bahasa asli yang didalamnya terdapat ± 5,604 perbedaan, maka dengan terpaksa setiap orang Kristen harus menetapkan versi manakah yang akan diakuinya sebagai Alkitab bahasa asli yang benar, atau otoritas yang final (The Final Authority). Teks yang diakui, Received Text atau Textum Receptum yang diedit pertama kali oleh Erasmus dan diperlengkapi oleh Stephanus dan Geza adalah yang telah diperiksa dan ternyata tidak ditemukan kesalahan serta telah membawa manfaat bagi penduduk Kristen dunia lebih dari tiga abad. Sedangkan Critical Text yang diedit oleh Westcott dan Hort serta diedit ulang oleh komite yang dipimpin oleh Nestle dan Aland ternyata terdapat kesalahan yang sangat konyol, yaitu Asa ditulis dengan Asaf. Masih ada banyak kesalahan lain lagi yang mereka akui, namun pada umumnya kesalahan itu mereka lemparkan kepada sang penulis untuk membangun asumsi bahwa penulis Alkitab tidak diilhami, atau bahwa Alkitab itu bukan buku istimewa melainkan sama seperti catatan sejarah lain. Untuk membangun doktrin yang benar, umat Kristen membutuhkan dasar yang benar. Doktrin alkitabiah adalah doktrin yang didasarkan "hanya" pada Alkitab saja. Lalu kalau diperhadapkan dua versi Alkitab bahasa asli, yang manakah yang akan mereka pilih? Kini banyak theolog telah kemasukan angin liberalisme, demikian juga sekolah-sekolah theologia. Masalah Alkitab bahasa asli bisa menjadi salah satu faktor untuk mengenal aliran sebuah sekolah theologia. Rata-rata sekolah theology aliran liberal lebih senang memakai Critical Text karena ketika dosen di sekolah tersebut belajar ke luar negeri, ia sudah terlanjur masuk ke sekolah liberal dan yang memakai Critical Text. Namun sekolah theologia aliran fundamental tetap bertahan pada Received Text atau Textum Receptum yang tidak ada kesalahan dan telah mendatangkan manfaat bagi umat Kristen. ----------------------------------------------------------------------- Sumber: Doktrin Alkitab Alkitabiah, Dr. Suhendra Liauw, Graphe: Jakarta (c) 1997 Note: Saya sering melihat orang-orang Kristen Indonesia sebagian ada yang meremehkan sajian Alkitab bahasa Indonesia LAI-TB, dan sebaliknya ada yang bangga sekali ketika membawa Alkitab Berbahasa Inggris KJV ke Gereja (karena merasa dirinya lebih elite terpelajar). Ya memang Alkitab KJV adalah salah satu terjemahan yang terbaik. Namun Alkitab terjemahan LAI juga sangat baik. Kalau ada kita temukan di LAI ada terjemahan kurang tepat, KJV pun ada juga dapat kita temukan terjemahan2 yang kurang tepat. Keduanya pangkatnya sama, sama-sama terjemahan. Alkitab LAI TB tidak diterjemahkan berdasarkan Bahasa Inggris, tetapi dari bahasa aslinya (Salinan naskah berbahasa Ibrani & Yunani). Bagaimanapun KJV hanyalah Alkitab terjemahan saja. Sama kelas dengan LAI juga. Kalau ada yg anggap KJV keren, LAI pun juga keren. Jika kita hendak menggali lebih dalam tentang Alkitab, bukan dengan membaca ALkitab bahasa Inggrisnya. Tapi mari kita belajar Alkitab Bahasa Asli Ibrani (PL) dan Yunani (PB). BP Merdeka dlm Kristus by BP » Fri Feb 09, 2007 12:39 pm Tanya : Kenyataan 1: Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew) bagi Israel, umat pilihan Allah. Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu merupakan bahasa antarabangsa. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Soalan 1: Ada sesiapa yang pegang kitab perjanjian lama sewaktu itu? Kalau ada siapakah mereka? Selama mana mereka terusir hingga menyebabkan mereka hilang identiti bahasa mereka? JAWAB : Anda bisa membaca dulu sejarah bangsa Israel di israel-vt134.html#p271 Meski Bahasa Ibrani pada suatu waktu tidak digunakan sebagai bahasa sehari-hari, bukan berarti bahasa Ibrani itu punah. Bahasa Ibrani tetap menjadi bahasa liturgis yang digunakan di sinagoga (rumah ibadah) dan juga di Bait Allah. Bahasa yang digunakan dalam Alkitab, ada tiga bahasa asli : yakni bahasa Ibrani, bahasa Aram, dan bahasa Yunani. Alkitab ditulis dalam ketiga bahasa tersebut, dan tergantung dari waktu bagian tertentu ditulis dlm bahasa apa. Bagian-bagian yang paling kuno dari Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani, yang merupakan bahasa sehari-hari dari bangsa Israel pada zaman itu. Lalu, berabad-abad kemudian, dipakai bahasa Aram. Perbedaan antara bahasa Ibrani dan bahasa Aram dapat digambarkan sebagai perbedaan antara bahasa Melayu Kuno dan Indonesia sekarang. Selama pembuangan ke Babel hingga kembali ke Israel ± tahun 538 sebelum Masehi di bawah pimpinan Ezra-Nehemia, bahasa yang digunakan oleh orang Yahudi sudah bercampur dengan bahasa Aram, disebut sebagai bahasa Aram Klasik, dan akhirnya mereka benar-benar berbahasa Aram hingga di era Yesus Kristus. Sebagian kitab Perjanjian Lama yang ditulis di era pembuangan ini, ditulis dalam bahasa Aram, seperti sebagian kitab Daniel, Ezra, dan Nehemia. Penggalian inskripsi-inskripsi di daerah Israel bertarikh 300 sebelum Masehi hingga 500 Masehi menunjukkan bahwa 70% ditulis dalam bahasa Yunani, 12% dalam bahasa Latin, dan hanya 18% ditulis dalam bahasa Aram. Tidak suatu pun yang ditulis dalam bahasa Ibrani. Jadi sama-sama bahasa orang Israel, namun yang satu dari zaman dahulu (kuno) yang lain dari zaman kemudian (modern), khususnya zaman Yesus dan para Rasul. Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa bahasa Ibrani adalah "Aram kuno," dan bahasa Aram adalah "Ibrani modern." Tetapi dalam periode yang lebih kemudian lagi, sudah menjelang zaman Yesus, orang menulis tidak hanya dalam bahasa Aram tetapi juga dalam bahasa Yunani. Maka dalam PL bagian terbesar ditulis dalam bahasa Ibrani, sedangkan sebagian kecil dalam bahasa Aram dan juga bahasa Yunani. Di Yerusalem sendiri, 40% dari inskripsi Yahudi sebelum tahun 70 Masehi (keruntuhan Yerusalem) ditulis dalam bahasa Yunani, sisanya ditulis dalam bahasa Aram (bukan Ibrani). Perjanjian Baru (PB) seluruhnya ditulis dalam bahasa Yunani, walaupun pada jaman PB didominasi oleh bahasa Ibrani Aramaik, saya ingin memberikan gambaran singkat mengenai kedudukan ketiga bahasa itu pada zaman Yesus, seperti kita sering berbahasa daerah (betawi, sunda atau jawa) tetapi dalam penulisan tetap dengan bahasa Indonesia. Bahwa inskripsi berbahasa Yunani pun ditemukan di daerah Iraq; Hal itu tidak mengherankan karena Aleksander Agung (336 - 323 sebelum Masehi) pernah menaklukkan kerajaan Persia, oleh karena itu banyak sekali kebudayaan terutama filsafat Yunani merasuk ke dalam peradaban Timur. Adanya perluasan jajahan dan pengembangan kebudayaan yang dilakukan oleh Aleksander Agung, bahasa Yunani berakar kuat di daerah Timur Dekat dan wilayah Laut Tengah yaitu mulai abad ke-4 sebelum Masehi. Pelayanan Yesus ditengah multi kultural dan bahasa : Salah satu keunikan Injil adalah pewartaan Yesus mula-mula di tengah dunia yang multi etnik dan multilingual di Galilea pada abad pertama Masehi. Dalam Yesaya 8:22 dinubuatkan daerah pelayanan Sang Mesiah: "DEREKH HAYAM EVER HAYARDEN GELIL HAGOYIM" (jalan ke laut, daerah seberang Yordan, Galilea wilayah bangsa-bangsa). Latarbelakang ini sangat mempengaruhi corak keagamaan Kristiani sejak semula. Beberapa ahli menyimpulkan, bahwa Yesus dan penduduk Galilea khususnya dan Israel pada umumnya berbicara dalam bahasa Ibrani, Aram dan sedikit Yunani. Pertama, mengenai bahasa Ibrani dan Aram sebagai dua bahasa serumpun. Kedua bahasa ini erat bertalian, banyak kata dalam kedua bahasa ini sama. Tata bahasa dan sintaksisnya juga sama. Pada zaman Abraham (kira-kira 1900 SM) kedua bahasa itu dapat dikatakan identik, artinya belum terpecah satu sama lain. Dalam sebuah liturgi Yahudi kuno, disebutkan: "ARAMI OVED AVI VAYERED", 'Bapaku dahulu seorang Aram, seorang pengembara' (Ulangan 26:5). Ini merujuk kepada Yakub, nenek moyang bangsa Israel, bahwa ia disebut orang Aram sebab disitulah letak geografis tempat tinggalnya, meskipun ia bukan dari suku itu. Dan juga karena Yakub pernah tinggal di Aram-naharaim dan anak-anaknya yang kemudian menjadi bangsa Israel. Berabad-abad kemudian (kira-kira 1,100 - 722 sM) dari bahasa yang satu itu melahirkan dua cabang bahasa: Ibrani di kalangan orang Yahudi di Palestina dan bahasa Aram di kerajaan-kerajaan Aram di Mesopotamia: Damaskus, Zobah dan Hamat. Bahasa Ibrani dipakai oleh Saul, Daud, Salomo dan nabi-nabi lainnya, sehingga Perjanjian Lama untuk sebagian besar ditulis dalam bahasa ini. Bahasa Ibrani (atau dikenal sebagai bahasa Ibrani klasik) bertahan sebagai bahasa resmi kerajaan Israel sampai jatuhnya Yerusalem tahun 587 sM. Sementara itu, bahasa Aram berkembang pesat ketika orang-orang Asyiria menguasai kembali Mesopotamia (883-606 sM) dan akhirnya bahasa Aram menjadi bahasa resmi kerajaan. Keadaan ini semakin kuat di kalangan orang-orang Babel (606-539 SM) dan kelak di kalangan Persia (539-333 SM). Pada zaman ini bahasa Aram terus mendesak bahasa Ibrani sampai zaman Yesus, khususnya di wilayah Galilea, Samaria dan daerah-daerah sekitarnya. Pada zaman itu bahasa Aram tersebar luas sebagai 'lingua franca' di wilayah Timur, sedangkan bahasa Yunani dipakai sebagai 'lingua franca' di wilayah Barat. Sementara itu bahasa Ibrani membeku sebagai "bahasa suci (bahasa liturgis)" di Bait Allah dan sinagoge-sinagoge Yahudi. Kendati secara praktis bahasa Aram berbeda dengan bahasa Ibrani klasik, namun kedua bahasa ini adalah satu rumpun dan pada zaman Yesus bahasa Aram disebut juga sebagai bahasa Ibrani. Hal ini tampak pada catatan-catatan Perjanjian Baru, yang menyebut kata-kata Aram seperti: Gabbatha (Yohanes 19:13) sebagai bahasa Ibrani juga. Begitu pula, sejarahwan Yahudi Flavius Yosephus memberitahukan kepada kita bahwa ia menulis bukunya The Jewish War ditulis dalam 'bahasa Ibrani', meskipun kenyataannya ia menulis "dalam dialek Ibrani", yaitu bahasa Aram. Karena pada zaman itu bahasa Aram, kendatipun dibedakan dari bahasa Ibrani sebagai "bahasa kekusasteraan rabbinis" (yang biasa disebut juga bahasa Ibrani Mishnah), tetapi bahasa Aram hanya dianggap sebagai dialek bahasa Ibrani tutur Galilea. Karena itu, Petrus dikenali karena dialek bahasanya (Matius 26:73). Bahasa Ibrani, Aram maupun Yunani dijumpai bersama-sama di wilayah Israel pada abad pertama Masehi. Penemuan inskripsi-inskripsi kuno (graffiti, monogram dan simbol) di bekas sinagoge Kapernaum yang ditulis dalam bahasa Ibrani Aram, Paleo-estrangelo Syriac, Yunani, bahkan Latin membuktikan dunia multi-etnik dan multi-lingual Yesus Kristus. Lebih-lebih lagi, jelas sekali dalam Injil Yohanes 19:19 dicatat bahwa inksripsi di atas kayu salib Yesus dicatat dalam bahasa Ibrani, Yunani dan Latin. Untuk pembaca bisa membayangkan, selain teks asli Yunani, di bawah ini dapat kita ikuti rekonstruksi bunyi inskripsi itu dalam Ibrani (baik Ibrani Mishnah maupun Ibrani tutur) dan juga dalam bahasa Latin: * iesous ho nasoraios ho basileos ton ioudaion (bahasa Yunani). * Yeshua ha natseri melak ha-yehudim (bahasa Ibrani Mishnah). * yeshua natsraya malka da yhudeim (bahasa Aram/Syriac). * iesus nazarenus rex yudaerum (bahasa Latin). Kalau begitu, bagaimana mengucapkan nama Sang Juru Selamat yang sah? Yeshua, Iesous atau Iesus/Yesus? Jawabnya, semua sah-sah saja, karena semua bahasa itu hidup pada zaman-Nya. Jadi, dalam bahasa Aram inilah Yesus berbicara sehari-hari dan mengajar murid-muridnya, begitu juga ketika dikatakan bahwa Yesus bebicara dengan Paulus dalam bahasa Ibrani (Kisah 26:14), kemungkinan besar dalam bahasa Ibrani tutur Galilea atau Aram. Tetapi ketika membaca Taurat dan Kitab Nabi-nabi di sinagoge, pasti Yesus mendaraskannya dalam bahasa Ibrani (Lukas 4:18-20). Tetapi Yesus juga berbicara dalam bahasa Yunani, misalnya dalam percakapannya dengan seorang perwira di Kapernaum (Lukas 7:1-10). Tidak hanya ke-3 bahasa itu saja yang berkembang pada masa pelayanan Yesus. Adanya penjajahan Romawi pula mengakibatkan adanya empat bahasa di era Yesus Kristus: [1] bahasa Ibrani merupakan bahasa liturgis, digunakan untuk membaca Torah, dan sebagainya, tidak digunakan sebagai bahasa sehari-hari, dikenal sebagai bahasa Ibrani Misyna karena adanya campur tangan para ahli Taurat menyusun Talmud; [2] bahasa Aram, digunakan oleh orang Yahudi lokal sebagai bahasa sehari-hari; [3] bahasa Yunani, digunakan oleh orang Yahudi pendatang sebagai bahasa pergaulan di Timur Dekat; pada umumnya Yahudi pendatang berbahasa Yunani ini mengunjungi Yerusalem dalam rangka transaksi bisnis dan ziarah ke Bait Allah; dan [4] bahasa Latin, bahasa kaum penjajah yang digunakan oleh orang-orang Romawi yang menjajah Israel sejak tahun 63 sebelum Masehi. Sesudah keruntuhan Yerusalem tahun 70 Masehi, bahasa Aram yang mereka gunakan pun berangsur-angsur punah, bercampur dengan bahasa Jerman, Polandia, dan Rusia sehingga timbul dialek-dialek Yahudi yang baru seperti Yidish (Yahudi-Jerman), Ladino (Yahudi-Spanyol), dan sebagainya. Sekitar awal 1800-an kalangan Yahudi yang dipelopori oleh seorang rabi mulai mengusahakan agar bahasa Ibrani kuno yang ditulis di dalam Tanakh (Taurat, Zabur, dan lain-lain) digunakan sebagai bahasa percakapan. Dan mulai saat itulah bahasa Ibrani baru digunakan kembali oleh orang Israel setelah tidak digunakan lebih dari 1000 tahun. Artikel Terkait : PERJANJIAN BARU, BAHASA, di perjanjian-baru-bahasa-vt155.html#p325 Tanya : Kenyataan 2: Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 - 246 SM) projek penterjemahan dari seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 72 ahli-kitab Yahudi - menurut tradisi - 6 orang dipilih mewakili setiap dari 12 suku bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 - 125 SM dan disebut Septuagint, Kitab ini sangat popular dan diakui sebagai Kitab Suci rasmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi, yang tinggal di wilayah Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan orang-orang Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak mengherankan kalau Septuagint adalah terjemahan yang digunakan oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300 kutipan dari Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah berasal dari Septuagint. Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Soalan 2: 3. Apakah kriteria atau kehebatan 6 orang yang dipilih itu? Dan siapa mereka? JAWAB : Tidak ada rujukan nama-nama dari para penterjemah Septuaginta (LXX, L=50, X=10, X=10) . Infomasi mengenai terjemahan Septuaginta, Anda bisa membaca di artikel yang berjudul SEPTUAGINTA, septuaginta-vt116.html Tanya : Kenyataan 3: Setelah Yesus disalibkan dan wafat, para pengikut-Nya tidak menjadi punah tetapi malahan menjadi semakin kuat. Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi (imam Yahudi) berkumpul di Jamnia, Palestina, mungkin sebagai reaksi terhadap umat Kristen. Dalam konsili Jamnia ini mereka menetapkan empat kriteria untuk menentukan kanon (=standard) Kitab Suci mereka: [1] Ditulis dalam bahasa Ibrani; [2] Sesuai dengan Kitab Taurat; [3] lebih tua dari jaman Ezra (sekitar 400 SM); [4] dan ditulis di Palestina. Atas kriteria-kriteria diatas mereka mengeluarkan kanon baru untuk menolak tujuh buku dari kanon Alexandria, yaitu seperti yang tercantum dalam Septuagint, yaitu: Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe, berikut tambahan-tambahan dari kitab Ester dan Daniel. (Catatan: Surat Nabi Yeremia dianggap sebagai pasal 6 dari kitab Barukh). Hal ini dilakukan atas alasan bahwa mereka tidak dapat menemukan versi Ibrani dari kitab-kitab yang ditolak diatas. JAWAB : Dalam penelitian para ahli kitab Yahudi ada beberapa kitab-kitab dalam terjemahan Septuaginta yang tidak lulus kanon. Untuk itu kitab tersebut tidak masuk dalam Kanon Yahudi (dalam Kitab TANAKH Ibrani) Kanon Yahudi Perjanjian Lama diikuti oleh golongan Kristen non Katolik. Mengenai Kitab Tanakh bisa dibaca di kitab-tanakh-vt115.html#p242 Tanya : Soalan 4&5: 4. Bilakah tarikh sebenar Jesus disalib dan wafat? JAWAB : Ada perkiraan bahwa Yesus lahir pada tahun 4 sM, berpijak pada perkiraan ini, karena Yesus disalib pada usia 33, maka tahunnya adalah 29 Masehi. Artikel terkait : TANGGAL BERAPA YESUS LAHIR ?, di tanggal-berapa-yesus-lahir-vt250.html Tanya : 5. Apakah kerana tidak diketemui dalam versi Ibrani terus ditolak? JAWAB : Pengukuran bukan dari tidak ditemukannya naskah bahasa Ibrani saja, tetapi ada ayat-ayat dalam kitab Deuterokanonika & Apokrip yang "tidak kanon" (tidak sesuai/ tidak ada rujukan/ tidak ada dasar) dengan kitab-kitab lain yang diakui Yahudi dalam Tanakh mereka. Tanya : Soalan 6: Apa pandangan sdr dan rerakan kristian yang lain, jika saya katakan bahawa orang Islam sekarang adalah sebenarnya pewaris Puak Hawariyyun, pengikut Nabi Isa yang taat dan yang benar? JAWAB : Saya Sebagai seorang Kristiani tidak keberatan jika Anda mengatakan begitu. Saya melihat sebagian dan banyak orang Muslim yang baik. Bagaimanapun Kitab Suci Al~Qur'an adalah kitab yang menghormati Yesus Kristus (Isa Al-Masih) sebagai nabi yang mulia. Blessings, BP Petri91 Re: ALKITAB BAHASA ASLI by Petri91 » Sat Jan 22, 2011 1:39 am hi, saya newbie. ada link buat download naskah asli Alkitab ga? saya mau download TR (Textus Receptus), MT (Masoretic Text), BHS, dan WH. thx kalo ada yang mau bantu nyambungin ke link. GBU. BP Merdeka dlm Kristus Re: ALKITAB BAHASA ASLI by BP » Sat Jan 22, 2011 5:14 am Bisa download di http://portal.sarapanpagi.org/sarapanpa ... index.html atau ada banyak situs2 lain di : http://scripturetext.com/genesis/1-1.htm http://interlinearbible.org/genesis/1.htm http://bibledatabase.net/html/septuagint/index.htm http://www.sacrednamebible.com/kjvstrongs/index.htm http://www.biblegateway.com/ http://bibledbdata.org/onlinebibles/greek_wh_utf8/ Petri91 Re: ALKITAB BAHASA ASLI by Petri91 » Sun Jan 23, 2011 8:15 pm yang di portal itu sumbernya dari MT dan TR, atau dari BHS dan WH ya? Display posts from previous: Sort by Go POST A REPLY 5 posts • Page 1 of 1 Return to Alkitab Jump to: Go WHO IS ONLINE Users browsing this forum: No registered users and 0 guests Board indexDelete all board cookiesAll times are UTC + 7 hours Powered by phpBB & phpBB SEO Sarapan Pagi (c)2006 by BP & Saxman Style we_universal created by Inventia.

Sunday, March 25, 2018

PASSOVER

PESAH (engl. PASSOVER)

Pesah (engl. Passover) je sveti jevrejski praznik koji nas podsjeća na oslobodjenje starih Hebreja iz misirskog ropstva (Misir - Stari Egipat). Praznik počinje 14-tog dana mjeseca nisana po jevrejskom kalendaru (odgovara periodu mart - april) i predstavlja jedan od tri "hodočasnička" praznika, za vrijeme kojih su Jevreji tradicionalno odlazili na hodočašće u Hram u Jerusalimu.

U priči o Eksodusu (Izlasku), u Bibliji piše da je Bog nanio deset velikih nesreća Egipčanima prije nego što je faraon odlučio da oslobodi Jevreje ropstva, pri čemu je deseta nesreća bio pomor svih prvorodjenih, počev od faraonovog sina do prvorodjenog sina običnog sužnja, uključujući i porode domaćih životinja. Jevreji su bili blagovremeno upozoreni da obilježe ulaze u svoje domove posebnim znakom koristeći krv "proljećnog" jagnjeta, a što je predstavljalo zaštitu da nesreća zaobidje njihove domove (odatle i potiče engleski naziv "Passover", čiji je korijen u engleskom glagolu "pass", što znači "zaobići"). Kada je faraon najzad odlučio da oslobodi Jevreje, znajući da on lako može i da promjeni odluku, Jevreji su sve napustili u takvoj žurbi da nisu mogli ni da sačekaju da "naraste" već umješeni hleb. U povodu toga, za vreme trajanja praznika Pesah jede se bezkvasni hljeb, a sam praznik se još naziva i "Praznik bezkvasnog hljeba". Maces (ili macot - bezkvasni hljeb) predstavlja glavno obilježje ovog praznika. To je posebna vrsta razvučenog (ravnog) hljeba koja se pravi samo od brašna i vode, i neprekidno miješa tako da ne može uopšte da naraste. Maces se može praviti mašinski ili ručno - ručno pravljeni se naziva "šmura maces" ("nadgledani" ili "čuvani" maces).

Reč "pesah" se prvi put pominje u dijelu Tore (Biblije) o Izlasku iz Egipta (Eksodus), i uglavnom se tumači kao "zaobišao", vezano za to da je Bog "zaobišao" kuće Hebreja u vrijeme bacanja desete anateme (nesreće) na Egipat. Medjutim, riječ "pesah" se može odnositi i na jagnje ili jare namjenjeno za žrtvovanje povodom praznika Pesah.
Priprema za praznik uključuje i kompletno čišćenje kuće od svih "kvasnih" ostataka hrane i pića, tzv. "hamec". Hamec (čije je značenje: "kvas", ili "vrenje") odnosi se ili na proizvode od žitarica koje se dobijaju fermentacijom (kao što su: hleb sa kvascem, neke vrste kolača, i mnoga alkoholna pića), ili na supstance koje izazivaju fermentaciju (kao sto su: kvasac, kiselo tjesto ili fruktoza iz kukuruznog sirupa). Konzumiranje hameca za vrijeme praznika Pesah je zabranjeno u svim jevrejskim zajednicama, iako postoje neke razlike u aškenaskim i sefardskim tumačenjima šta hamec tačno uključuje. U vrijeme samog praznika nije dozvoljeno čak ni posjedovati, ili imati i u kući, nešto što se smatra hamecom.

Tradicionalno, jevrejske porodice su se okupljale prve noći Pesaha na posebnu večeru zvanu "Seder" (naziv potiče od hebrejske reči za "red", i ukazuje na strogo definisan redosled odvijanja rituala tokom večere). Za postavku stola koristi se najfiniji porcelan i srebro što ukazuje na poseban značaj samog obroka. Za vrijeme večere, pričaju se posebne priče o Izlasku (Eksodusu) iz Egipta poznate pod imenom "Hagada". Tokom večeri ispijaju se i četri čaše vina u različitim fazama pripovjedanja. Sama procedura pripovjedanja Hagade dijeli veče na 15 pojedinačnih dijelova sa strogo definisanim protokolom jedenja, pijenja i uopšte, cijelokupnog ponašanja tokom večere.

Ritual i simbolika hrane pripremljene za Seder veče evociraju dvije osnovne teme tokom večeri: ropstvo i sloboda. Kod Hebreja (starih Jevreja) dan je počinjao sa zalaskom sunca, i završavao se sa sljedećim zalaskom sunca. Istorijski gledano, na početku 15-tog nisana po zalasku sunca u Misiru (starom Egiptu), jevrejski narod je bio u ropstvu pod faraonom. Pošto je deseta nesreća pogodila Misir u ponoć, ubivši svakog prvorodjenog sina u cijeloj zemlji, faraon je dozvolio Hebrejima da mogu ići, efektivno oslobadjajući ih ropstva samo za drugu polovinu noći (jer je ujutru opozvao svoju odluku).

Shodno tome, učesnici u Seder večeri se prvo prisjećaju ropstva koje je jos uvijek trajalo u prvoj polovini noći, tako što jedu maces ("sirotinjski hleb"), maror (gorke trave koje simbolizuju svu gorčinu ropstva), i haroset (slatku pastu koja predstavlja malter koji su jevrejski robovi koristili za povezivanje cigli). Zatim se prisjećaju slobode tokom druge polovine noći, tako što jedu maces ("hljeb slobode" a takodje i "hljeb tuge") i afikoman (odlomljeno parče macesa koje se čuva za kraj i ima poseban značaj i tretman), i piju četri čaše vina zavaljeni u svojim stolicama, i umaču povrće u slanu vodu (umakanje je znak dostojanstva i slobode, dok slana voda podsjeća na prolivene suze Jevreja tokom njihovog ropstva).

Naziv hrišćanskog praznika Uskrs na mnogim jezicima ima korijen u reči "pesah" (odnosno njegovom derivativu "pasha"), sa centralnom temom uloge Hrista kao žrtvenog jagnjeta u ljudskom liku - žrtvovanje od strane Boga (1 Korinćani 5:7-8). Takodje, Sinoptičko Jevandjelje navodi da je Hristova   Posljednja večera bila Seder večera za Pesah (Luka 22:15-16).

No living gods upon the Papuans

Monday, March 19, 2018

Passover

THIS PASSOVER

Passover is a very important memorial for all believers to keep; and if all things were as they were when the commandment was given, it would behoove us to adhere to the letter of the law as to restrictions and patterns. Sadly, all things are not as they were at the giving of this commandment; and while the memorial celebration of Passover is vital – even given as an injunction by Messiah/Christ to all his disciples – the fact is, our celebration of Passover is presently only a rehearsal for a time still yet to come in the Messianic age.

While the commandment surrounding physical circumcision has a big place in the celebration of Passover, it is important to remember that while circumcision of the heart does not replace physical circumcision, it certainly was required for physical circumcision to have any real meaning. I am not going to dismiss the importance of physical circumcision in the male believer’s flesh; that being said, I am going to emphasize the importance of circumcision of the heart, over the physical act, in our dispersion among the nations. We must remember, this is a rehearsal, and not an actual keeping of the commandment of Passover.

While the Messianic/Restoration Movement puts a lot of focus on keeping the Holy Days calendar, the reality is that none of the Holy Days can actually be kept according to Torah without a Temple, Priesthood, and access to Jerusalem. It is rather arrogant and over the top to suggest we are actually obeying the law when keeping the Holy Days calendar; and even more so to suggest that those who are not keeping them are sinning and damned to Hell. As believers, our hearts are in a process of restoration, and YaHWeH, as promised, is writing His Commandments upon our hearts. We have a Spiritual unction to keep the law of YaHWeH in every detail; but it is an unction that will never be satisfied until Messiah/Christ returns and restores all things. Those believers who do not appear to have this unction to return to keeping the laws of YaHWeH, have that desire stifled by bondage to religious doctrines of men, who turn their hearts from the authority of YaHWeH, to the authority of religious men. These brethren need to be edified and encouraged, rather than condemned and rebuked.

Yeshua/Jesus told his disciples to Keep the Passover in remembrance of him (Luke 22:19); he was not telling them to turn the Passover into a communion service of wonder bread and grape Juice. Messiah was giving the unleavened bread and wine during Passover a new - or better still, additional - symbolism. After the destruction of the Temple, Passover would never be the same for his followers, but it certainly would not be done away with, as even early “Church father” like Polycarp would testify. It was not until 321 A.D., when the Sun-god worshipping, anti-Semitic, Constantine arose,that Passover would become a thing of the past, replaced by a Christianization of the pagan celebration of Easter.

When you rehearse the Passover this year, do not hesitate to invite your Christian brethren, without regards to the Physical circumcised state. These brethren are justified by the finished work of Messiah/Christ; and whether you want to believe it or not, they are in the same process of sanctification as you are. Do not try to amaze your Christian guest with your proficiency in Hebrew; but as Paul said, be sure to interpret so they may be edified. Do not use this Holy time as a pretense to attack everything they believe; do not use this time to condemn the name Jesus; and do not use this time to tear them down. It is important that our brethren walk away refreshed by the revelation that comes by keeping the Passover; and let the Holy Spirit do the work in its own time.

In conclusion, enjoy your Passover rehearsal this year, and be thankful you have a Spiritual unction to keep that which we really are not able to presently keep. Be humble about the realities and limitations of our dispersion among the nations, looking forward to the return of our Savior and Messiah, when he shall restore all things, as well as the whole body of Christ.

The Torah Thumper
Jeremiah1616 Ministry
3/19/18 (Aviv 3)

Saturday, March 17, 2018

Kippah and Debate

The Kippah Debate
by Rabbi Robert O. Miller
It is customary for Nazarene Israelite males to wear a kippah out of respect for Yahweh, and as a sign of recognition that there is something greater and above us.  The kippah means "dome" or "covering." The Yiddish word for kippah is “yarmulke” derived from the expression “yarei malka”or “mei'Elohim,” ("in awe of the King" or “Elohim”).
Crowning Israel with Splendor
The uniqueness of a head covering is hinted at in the blessing we say every morning, thanking Yahweh for "crowning Israel with splendor" (Talmud – Brachot 60b)
The Talmud says that the purpose of wearing a kippah is to remind us of Elohim, who is the Higher Authority "above us" (Kiddushin 31a). External actions create internal awareness; wearing a symbolic, tangible "something above us" reinforces that idea that Yahweh is always watching. The kippah is a means to draw out one's inner sense of respect for Yahweh. Perhaps the best summary statement on the reasons for the head covering is so that "the fear of Elohim will be upon you" (Babylonian Talmud, Shabbat 156b).
The man who thinks that there is nothing higher in the universe than his intellect, considers it a contradiction to cover his head, the seat of his intellect, his pride and prized possession.
However, the man who believes in Yahweh has a different conception of man's status. We know that despite man's intellectual prowess, he is a very finite being; we realize that the intellect, unfortunately, far from getting us out of the mire of temptation, often is itself influenced by it, and acts as an accessory. Even the agnostic experiences shame by reason of the insignificance of his own intellect when faced with the realm of the Divine.
Thus, our covering the head with a kippah, is a demonstration of our awareness that there is something which is infinitely above our intellect, and symbolizes our humility and sense of worship in the presence of Yahweh (Yirath Shomaim).
The words of Isaiah the Prophet contributed to the idea. The angels that Isaiah saw in his vision of heaven were flying about and singing, "Holy, Holy, Holy is YAHWEH TZ'VA-OT! The whole earth is full of His Glory!" (Isaiah 6:3) If the whole earth was full of Yahweh's glory, then Yahweh was everywhere, not only in the Beit HaMigdash, the house of worship - the Temple - or in a Beit Midrash, a house of study.
The Kippah – The Sign
The kippah also serves as a symbol of Israelite identity and loyalty. It reminds us about our identity and hopefully makes us think twice before we do anything questionable. It builds our Israelite sense of belonging and gives us the courage to stand up for our values. And, it helps us fulfill our global mission of being “a light to the the nations." (Isaiah 49:6)
Indeed, wearing a kippah is a big statement, and obligates the wearer to live up to a certain standard of behavior. Wearing a kippah makes one a Torah ambassador and reflects on all of the Commonwealth of Israel. The actions of someone wearing a kippah can create a Kiddush Hashem (sanctification of Yahweh's name).
The Kippah Command
“…the word of Yahweh came to me… bind your kippah on your head, and put your sandals on your feet… Your kippah shall be on your heads and your sandals on your feet… is a sign to you; according to all that he has done you shall do; and when this comes, you shall know that I am Yahweh Almighty." (Ezekiel 24:17, 23, 24)'
In many translations of the Holy Scriptures the term “turban” is used but when we look up the word we find: TURBAN-#4021; migba’ah: from #1389 a CAP (as a hemispherical) bonnet. The HEMI-means half, SPHERE means globe, ball, and round. So, the migba’ah was shaped as a half a ball. It comes from #1389 –gib’ah meaning a hillock, hill, and little hill on just such a place Messiah YahShua was crucified.
“…the word of Yahweh came to me… bind your kippah on your head… Your kippah shall be on your heads … (it) is a sign to you.” The Kippa is a bit like a wedding ring. A wedding ring is a sign that you belong to someone. Same with the yarmulka. Only a very holy person could be conscious of Yahweh absolutely all the time. The rest of us men need something very tangible to remind us that He is always there. It is also to identify ourselves as Israelites in the eyes of those around us, that we "belong" to something and Someone. And we wear it with pride, because the Israelite people has a deeply loving relationship with Yahweh. True love is with you all the time, and you want to tell the world!
The Kippah in Ancient Israelite Culture
The Israelites on Sennacherib's marble relief appear with headdress, and although the ambassadors of Jehu on the Shalmaneser stele have head coverings, their costume seems to be Israelite.
The Israelites originally wore a headdress similar to that worn by the Priests as a "wrap around the cap" or kippah was called מַצַר matzar inferred from the use of the noun צַנִיף tzanif (the verb tzanaf meaning "to roll like a ball", Isaiah 22:18) and by the verb חַבָּש habash ("to wind", comp. Ezekiel 16:10; Jonah 2:6), as to the form turbans, nothing is known whether they may have varied according to the different classes of society.
We see Israelite men were first enjoined to keep their heads covered while praying or studying halakha in synagogue in the 8th century, when the command appears in Masekhet Sofrim (14:15). This was probably in response to question from the Believers in Western countries since the command was written in 8th century Palestine (occupied Israel).
Rabbenu Yerucham of Provence decreed wearing kippahs while in synagogue as halakha in the 14th century. At this time, seen akin to the medieval scholar cap showing that the Scriptures were mainly entrusted to the Jew. This agrees with Romans 3:1-4.
The kippah was often replaced by a “Jew hat” forced on Jews in different times and places, which had many variations but was basically a cone but even that was mystified by Gentiles into the sorcerer’s hat after seeing the miracles done by the Jews along with tallit hagadol seen as a magical robe, the “Yah pointer” seen as a magical wand, prayer book seen as a book of spells, and the injunction, “As the Father has said…” morphing into “abracadabra.”
It was Rabbi Joseph Karo of Shulchan Aruch fame who took a more radicle stance in the 16th century dictating that all Jewish men everywhere must have their heads covered at all times, this based on a passage in the Talmud in which Rabbi Huna son of Rabbi Joshua said: “May I be rewarded for never walking four cubits bareheaded” (Shabbat 118b) out of reverence to Elohim.
This prescript wasn’t universally adopted. Many Jews continued to only cover their heads when praying and studying the Torah.
Why Does the Pope Wear a Kippah?
If you’ve ever noticed the popes down thru the ages, you may have wondered, “Why are they wearing kippot?”  Actually, the Pope isn’t wearing a kippah, he’s wearing the zucchetto which is a part of the uniform of Roman Catholic clergy. Its name comes from Italian zucchetta, the diminutive of zucca - gourd or, by extension, head. Zucchetti is only a nickname for the undersized hat, which is officially called pileolus from the Greek pilos and is related to the beret (which itself was originally a large zucchetto). It was adopted circa the Early Middle Ages, if not earlier, to establish clerics' as men of learning. Its name derives from its resemblance to half a pumpkin - a zuccha, a squash.
The exact circumstances of when and why Catholic clergy began wearing zucchetti are unclear, though it is clear that it was before 1290, since a fresco in the Church of St. Francis at Assisi from that time shows cardinals wearing them.
The zucchetto’s color signifies its bearer’s rank. The pope's zucchetto is white. The pope may actually wear any color zucchetto he wishes in accordance with the five colors, but always wears a white zucchetto due to his white cassock. Those worn by cardinals are scarlet (red), and those of bishops, territorial abbots and territorial prelates are amaranth (violet). Priests and deacons wear a black zucchetto, although the use of the black zucchetto by priests is extremely rare. It is, however, quite common for priests assigned to the Vatican to always wear their black zucchetto. The one exception to the rule of color is the brown zucchetto frequently worn by ordained Franciscan friars.
The Catholic Clerics adopted the head covering in competition to the Netzarim Rabbis so they too would be seen as scholars of Scripture.
Does a Covered Head Violate Scripture?
Rabbi Sha’ul writes in 1 Corinthians 11:4:  "Every man who prays or prophesies with his head covered dishonors his head" he knew full well that the high priest would be required to wear a head-covering while performing his duties in Shemot (Exodus 28:4 & 40-41) to wear a turban (miter) in performing their priestly duties (Vayikra (Leviticus) 10:6. What did this turban symbolize? Exodus 28 states that the head covering of the Cohain HaGadol (High Priest) was to be embellished with the words "HOLY TO YAHWEH," Exodus 28:36-38. Clearly, this mitznefet was to be a reminder that Yahweh is characterized by the attribute of holiness.
So, one could argue, that from a biblical standpoint, only the Kohanim serving in the Temple were required to cover their heads (see Exodus 28:4). But didn’t Exodus 19:5, 6 say, “'Now then, if you will indeed obey My voice and keep My covenant, then you shall be My own possession among all the peoples, for all the earth is Mine; YOU WILL BE FOR ME A KINGDOM OF PRIESTS and a holy nation.' These are the words you are to speak to the Israelites.” That is why many centuries, the obligatory custom was clarified when facing Babylonian captivity: “…the word of Yahweh came to me… bind your kippah on your head…(it) is a sign to you.”
Rabbi Sha'ul would have known this and respected this, as the priests were still performing their duties until the destruction of the Beit Hamikdash (Temple) until C.E. 70. If Rabbi Sha'ul were writing against men wearing a head-covering of any kind here in 1 Corinthians 11, then he is saying that when performing their priestly duties, the High Priest were, by Yahweh's own command, dishonoring their heads; since the High Priest not only prays and intercedes on behalf of the people but also prophecies in the course of his duties.  Remember, Rabbi Sha'ul's newer revelations must not conflict with existing revelation.
Rebbe YahShua Himself stated: "Don't think that I have come to abolish the Torah or the Prophets. I have come not to abolish but to complete. Yes indeed! I tell you that until heaven and earth pass away, not so much as a yud or stroke will pass from the Torah - not until everything that must happen has happened. So whoever disobeys the least of these mitzvot and teaches others to do so will be called least in the Kingdom of Heaven. But whoever obeys them and so teaches others will be called great in the Kingdom of Heaven. (Matthew 5:17-19)"
Even when the critics of Rabbi Sha’ul brought charges that he spoke against the Temple, to include the priestcraft, and the Torah which was not true. The apostle himself had circumcised Timothy in order to prevent offense to the Torah (16:3). Rabbi Sha’ul had not opposed observing Torah —: Though Rav Yakkov (James) and the Netzarim elders did not agree with the assessment that Rabbi Sha’ul radically opposed Torah, they felt the matter needed remedy. Rav Yakkov and the Netzarim elders recommended to Rabbi Sha’ul that he worship publicly in the Temple in such a way as to demonstrate his faithfulness to the Temple, to include the priestcraft, and the Torah. The following solution, therefore, was proposed: There were four Hebrew men who had placed themselves under a Nazarite vow (Num. 6). It was near the time for that ritual to be consummated by a purification ceremony in the Temple. It was suggested, therefore, that Rabbi Sha’ul identify with them, paying their Temple offering, and, “purifying” himself along with them. Such a procedure was commanded in Torah. This would be done so that the Jews in general might see that Rabbi Sha’ul was “walking orderly, observing the Torah,” and this Rabbi Sha’ul did: “The next day Sha’ul took  the men, purified himself along with them and entered the Temple to give notice of when the period of purification would be finished and the offering would have to be made for each of them.” (Acts 21:26)
Since this Nazarite vow described in Acts 21, occurs almost 30 years after the death of YahShua, we must look no further than the commandments surrounding the Nazarite vow and these are recorded for us in Numbers 6:
Numb 6:13-21 “And this [is] the Torah of the Nazarite, when the days of his separation are fulfilled: he shall be brought unto the door of the tabernacle of the congregation: And he shall offer his offering unto YAHWEH, one he lamb of the first year without blemish for a burnt offering, and one ewe lamb of the first year without blemish for a sin offering, and one ram without blemish for peace offerings, And a basket of unleavened bread, cakes of fine flour mingled with oil, and wafers of unleavened bread anointed with oil, and their meat offering, and their drink offerings. And the priest shall bring [them] before YAHWEH, and shall offer his sin offering, and his burnt offering: And he shall offer the ram [for] a sacrifice of peace offerings unto YAHWEH, with the basket of unleavened bread: the priest shall offer also his meat offering, and his drink offering. And the Nazarite shall shave the head of his separation [at] the door of the tabernacle of the congregation, and shall take the hair of the head of his separation, and put [it] in the fire which [is] under the sacrifice of the peace offerings. And the priest shall take the sodden shoulder of the ram, and one unleavened cake out of the basket, and one unleavened wafer, and shall put [them] upon the hands of the Nazarite, after [the hair of] his separation is shaven: And the priest shall wave them [for] a wave offering before YAHWEH: this [is] holy for the priest, with the wave breast and heave shoulder: and after that the Nazarite may drink wine. This [is] the Torah of the Nazarite who hath vowed, [and of] his offering unto YAHWEH for his separation, beside that his hand shall get: according to the vow which he vowed, so he must do after the law of his separation.” Also, since Rabbi Sha’ul had recently been in Gentile lands, he would have been ceremonially “unclean,” and would have to receive the “water of separation” cleansing.
This demonstrated the fact that Rabbi Sha’ul does bring blood sacrifices COMMANDED BY THE TORAH testifies of him and should testify to us that the Torah had not passed away after YahShua's death as a pattern for life for Believers in YahShua and his message as we so often have been told and that Rabbi Sha’ul, that the world knows as Paul did not teach that the Torah had passed away.
The view that “a covered head dishonors his head,” does not harmonize with what the Scriptures say about the subject elsewhere. For example, the garments Yahweh commanded priests to wear included turbans for the head (Ex.28:40), and two times the High Priest was told "do not uncover your head" (Lev. 10:6; 21:10). In addition, we see King David and his men all praying with covered heads, and Yahweh answering their prayer (2 Sam.15:30f; 17:14).
The Interlinear Greek-English New Testament, by Nestle/Marshall, translates this passage: “Every man praying or prophesying down over (Gk. "kata") [his] head (Gk. "kephales") having [anything] shames the head of him. ( The Interlinear Greek-English New Testament, The Nestle Greek Text with a Literal English Translation by Alfred Marshall, D. Litt., copyright 1975 by Zondervan Publishing House, page 685.) In plain English: "Every man praying or prophesying having anything down over his head shames his head."
In Dr. David H. Stern's “Jewish New Testament Commentary,” copyright 1996 by Jewish New Testament Publications, Inc., Clarksville, MD, Dr. Stern writes: “Every man who prays in public worship meetings or prophecies wearing something down over his head. This is the literal translation, and it is used here to show that Sha'ul is talking about wearing a veil, not a hat. The usual translation, "with head covered," obscures this fact, and as a result an issue has arisen in Messianic Judaism that should never have come up at all, namely, whether it is proper for a Messianic Jewish man to wear a kippah ("skullcap" or, in Yiddish, yarmulke) in public worship. Of course it is proper, since objection to it is based only on a mis-translation of this verse. For more, see my Messianic Jewish Manifesto, pp 170-171).”
In “The Torah A Modern Commentary” edited by W. Gunther Plaut, it is brought out that many cultures in the Mediterranean had religious practices in which men dressed as women:
“The Torah forbids the wearing of apparel customary for the opposite sex... On the island of Cos, says Plutarch, priests of Hercules dressed as women; while, in Rome, men who participated in the vernal mysteries of that god did likewise. So too in the cult of Dionysis, males often adopted feminine costume, just as at the annual festival of Oscophoria boys were attired as girls and, at the Skirophoria, men were garbed like women. The same practice is attested also in connection with the cult of Leukippos in Crete...
The origin of the custom is disputed...it has also been suggested that, in cases where men wear women's clothes in the performance of magical rites, this reflects the widespread belief that magic (especially when it aims at promoting fertility) is primarily the province of the female sex, and that - at least in some instances - the usage may go back to a time when priesthood was in the hands of women.
(The Torah A Modern Commentary, Edited by W. Gunther Plaut, copyright, 1981 by the Union of American Hebrew Congregations, New York, page 1490)”
The Greek katakalupto describes something that "hangs down over" the head, which does not include a kippah. Rabbi Sha’ul is not condemning kippah; he is saying that a man should not wear "a shawl hanging down over his head" like a woman. A male should not cover his head "in that manner,", i.e., like a woman. Rabbi Sha’ul is simply reinforcing Torah: “A woman must not wear men's clothing, nor does a man wear women’s clothing, for Yahweh your Elohim detest anyone who does this.” (Deuteronomy 22:5)
In conclusion, the context of the 1 Corinthian 11 passage relative to head covering and sexual distinctives does not speak against the male wearing a kippah or yarmulke (since it is not a woman’s veil) when praying or prophesying. It does speak to the fact that women should veil their heads when praying or prophesying and to the headship of the husbands who is under the headship of Yahweh.
In 1 Corinthians 11:7-10 Rabbi Sha’ul writes that the woman is to wear a headcovering (l) because she was created for her husband and (2) because of her beauty she might tempt the angels.  Neither the order of creation nor the activity of angels is tied to culture; they are timeless realities.
It is equally clear that the Apostle Rabbi Sha’ul is describing an actual veil for the woman’s covering, rather than her hair.  The two Greek words used for hair and covering are not interchangeable, for katakalupto means to cover wholly, indicating some cloth hanging down that covers, a veil.  And Peribolaion comes from peri – perimeter – indicating the natural hair around the head.
We can see from 1 Corinthians 11:15 that long hair was Chavah's (Eve) covering in the Garden.  When sin came, the woman was uncovered and needed to put something on her head that represented her husband, as a symbol of her submission to his authority.  Long hair is her glory (verse 15) and that glory should be veiled when in the presence of Yahweh, just as the Tzar HaPanim (Angels of the Presence) in Isaiah 6 covered their faces.
In I Corinthians 1:2 Rabbi Sha’ul states that the teaching within this book is for all who call on the name of Yahweh everywhere so we uniquely with love surrender to this command.
To Be Worn In the Messianic Age
Finally, in the future Temple as described in Ezekiel 40-44, the cohanim will be required to wear a head covering (turban) during the officiation of their duties (Ezekiel 44:18). If we interpret that a man covering his head with anything while praying or prophesying dishonors his head, then these men shall be doing so in the future Millennial Kingdom of Messiah by Scriptural command. Therefore, to be honest with the 1 Corinthian 11 passage in relation to other Scripture, we find that a man is not prohibited from wearing a head covering such as a kippah while praying or prophesying in the assembly of Yahweh.

Friday, March 16, 2018

Yesus Berpuasa

[Video:] Dulu Yesus Berpuasa.

Luk 4:1 Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun.

Luk 4:2  Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa dan sesudah waktu itu Ia lapar.

Luk 4:3  Lalu berkatalah Iblis kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti."

Luk 4:4  Jawab Yesus kepadanya: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja."

Luk 4:5  Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia.

Luk 4:6  Kata Iblis kepada-Nya: "Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki.

Luk 4:7  Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu."

Luk 4:8  Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!"

Luk 4:9  Kemudian ia membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah,

Luk 4:10  sebab ada tertulis: Mengenai Engkau, Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindungi Engkau,

Luk 4:11  dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu."

Luk 4:12  Yesus menjawabnya, kata-Nya: "Ada firman: Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!"

Luk 4:13  Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik.

--
Puji Syukur 490

mi=a; 3/4 (1/4 =88)
Lagu: Antonius Soetanta, S.J. 1979/80
Syair: Antonius Soetanta, S.J. 1979/80, bds Mat 4:1-11; Luk 4:1-13; Mrk 1:12-13
Tata Suara: Antonius Soetanta S.J. 1979/80

YouTube pada tautan https://youtu.be/VZsL3wB27Xo