Untuk pertama kalinya isu West Papua diangkat sebagai topik Debat Parlemen Inggris kemarin (8/05/2019). Robert Courts MP mengangkat topik ini dalam sidang debat yang dihadiri berbagai anggota Parlemen Inggris.
Ia menyampaikan sejarah aneksasi West Papua oleh Indonesia. Dimulai dari West Papua masih menjadi administrasi Belanda setelah pengakuan Internasional 1949 atas Indonesia yang mencangkup Sabang hingga Ambon. Belanda mempersiapkan kemerdekaan West Papua.
Berlanjut hingga perjanjian New York, dimana Indonesia tidak melaksanakannya sesuai pernjajian. Hingga pelaksanaan Pepera 1969 tanpa satu orang satu suara, dengan pelanggaran terhadap artikel 18 yang tidak sesuai prinsip internasional.
Anggota Parlemen, Jonathan Edward menyampaikan apakah isu ini sesuai dengan topik HAM yang hendak diperdebatkan? Robert menjawab penentuan nasib sendiri adalah hak asasi manusia yang fundamental, itu telah menjadi perhatian sejak abad 20 dalam kebijakan luar negeri Inggris. Penetuan nasib sendiri adalah masalah yang kita diskusikan.
Pepera 1969 dilakukan dengan curang dan penuh kekerasan dengan memaksa 1025 orang menyutujui untuk bergabung Indonesia. "Ini berlangsung seperti tragedi Yunani, kesimpulannya sudah ditentukan sebelumnya", sebagaimana kabel diplomatik Dubes AS untuk Indonesia melaporkan saat pepera 1969.
Pepera 1969 yang demikian melemahkan legitimasi Indonesia di West Papua. Dan kini genap 50 tahun sejak Pepera 1969 pelanggaran HAM terus terjadi. Penangkapan, penyiksaan, pembunuhan terus terjadi. Secara de fakto West Papua masih dikendalikan militer Indonesia. Universitas Sydney melaporkan 15.000 pasukan militer dikerahkan ke wilayah tersebut. Pelaku pelanggar HAM tak teradili.
Contoh tentang tindakan introgasi dengan ular menunjukkan tindakan kesewenang wenangan. Hanya bawa bendera bintang kejora divonis 15 tahun. Banyak pejuang kemerdekaan disiksa dan dibunuh.
Robert kemudian meminta Pemerintah Inggris untuk memastikan apa yang bisa dilakukan untuk situasi HAM West Papua dan masa depan West Papua. Kekuatan inggris terbatas tetapi Inggris harus menaikan tekanan diplomatik dengan Indonesia.
"Hal pertama yang saya minta agar Menteri pertimbangkan adalah mendorong Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk mengunjungi Papua Barat. Itu tidak boleh kontroversial; memang, dalam pertemuan Februari 2018 dengan Komisaris Tinggi PBB saat itu, Zeid Ra'ad Al Hussein, Presiden Indonesia Jokowi mengundang kantornya untuk mengunjungi Papua Barat. Sedihnya, sekitar 15 bulan kemudian, kunjungan itu belum terjadi, dan mantan Komisaris Tinggi PBB itu menyatakan keprihatinan tentang hal itu dalam pembaruannya pada sesi ke 38 Dewan HAM.
Kantor Luar Negeri, dan perwakilan kami di PBB, harus mendorong rekan-rekan Indonesia mereka untuk menghormati undangan itu dan mengizinkan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk mengunjungi Papua Barat. Penilaian Komisaris Tinggi PBB tentang hak asasi manusia di Papua Barat akan sangat penting untuk memberi tahu dunia tentang situasi di lapangan dan membawa perubahan positif di wilayah tersebut. Saya bertanya kepada Menteri hari ini apakah dia mau berkomitmen untuk mengangkat masalah undangan ini dengan mitranya dari Indonesia dan mendorong mereka untuk menghormatinya.
Wilayah kedua di mana saya akan menyarankan Inggris dapat memiliki pengaruh positif dalam mendorong peningkatan kebebasan pers di Papua Barat dan khususnya untuk akses yang lebih besar bagi wartawan asing ke wilayah tersebut. Saat ini, jurnalis asing pada dasarnya dilarang dari Papua Barat. Beberapa yang diberikan akses diawasi secara ketat oleh militer Indonesia dan tidak diperbolehkan untuk melapor secara bebas. Editor BBC Indonesia, Rebecca Henschke, diberikan izin khusus untuk melaporkan krisis malnutrisi di wilayah itu tahun lalu tetapi dikeluarkan tak lama setelah tiba setelah memposting tweet yang "melukai perasaan" tentara.
Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-124 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2019 dari lembaga amal kebebasan pers Reporters Without Borders. Badan amal itu menyimpulkan bahwa Presiden Jokowi tidak menepati janji kampanyenya untuk mengatasi kebebasan media di Papua Barat, dengan kepresidenannya sebagai gantinya melihat pembatasan drastis pada akses bagi jurnalis asing dan meningkatnya kekerasan terhadap jurnalis lokal yang berupaya melaporkan pelanggaran oleh militer Indonesia.
Tanggapan Menteru Luar Negeri Inggris untuk Asia Pasifik, Mark Field;
- mendukung integritas Indonesia di Papua dan Papua Barat.
- Menjelaskan Demokrasi yang membaik di indonesia di bawa jokowi, dengan pemilu 80% yang berhasil.
- akan mendorong komisi HAM PBB berkunjung ke Papua.
- mendorong pemerintah Indonesia membuka akses jurnalis
- menerima usul harus adanya investigasi independen untuk penggunaaan senjata kimia di Nduga.
- dll
Anda bisa baca transcript selengkapnya di link ini:
https://hansard.parliament.uk/commons/2019-05-08/debates/01b3c1c1-872a-470f-811a-6f17091fcfff/westpapuahumanrights?fbclid=IwAR1Z7ALT8H48xK20EBtsiq7ZLpn7ZXmbg3FHuVIg1a7tUUw7YTJDmWMlrtw
No comments:
Post a Comment