Friday, March 2, 2018

History of Papua Politics

Menu TABLOID WANI Menu LATEST NEWS 12:57 PM Penerimaan CPNS Tahun 2018 Segera Dibuka 10:52 PM Pasca-Gempa 7,5 SR, Papua Nugini Terbitkan Status Darurat 10:44 PM Gempa 7,5 SR Guncang Papua Nugini, 20 Orang Tewas 8:28 PM ULMWP Minta, agar Rakyat West Papua untuk Memberikan Belasungkawa Terhadap Warga PNG yang Terkena Dampak Bencana Gempa 8:28 PM ULMWP Turut Berbelasungkawa atas Bencana yang Dialami Masyarakat Melanesia di Papua Nugini 11:57 PM Wakil PM Vanuatu Terancam Masuk Penjara 11:50 PM Soedarmo Dilantik sebagai Penjabat Sementara Gubernur Papua 11:46 PM Pastor Neles Tebay: Dialog Papua bisa Dimulai 11:32 PM Mencegah Kecurangan Pemilu Gubernur Papua, KIPP akan Mengawal Jalannya Pesta Demokrasi 11:07 PM ULMWP (West Papua) vs NKRI-Indonesia 12:57 PM Penerimaan CPNS Tahun 2018 Segera Dibuka 10:52 PM Pasca-Gempa 7,5 SR, Papua Nugini Terbitkan Status Darurat 10:44 PM Gempa 7,5 SR Guncang Papua Nugini, 20 Orang Tewas 8:28 PM ULMWP Minta, agar Rakyat West Papua untuk Memberikan Belasungkawa Terhadap Warga PNG yang Terkena Dampak Bencana Gempa 8:28 PM ULMWP Turut Berbelasungkawa atas Bencana yang Dialami Masyarakat Melanesia di Papua Nugini 11:57 PM Wakil PM Vanuatu Terancam Masuk Penjara 11:50 PM Soedarmo Dilantik sebagai Penjabat Sementara Gubernur Papua 11:46 PM Pastor Neles Tebay: Dialog Papua bisa Dimulai 11:32 PM Mencegah Kecurangan Pemilu Gubernur Papua, KIPP akan Mengawal Jalannya Pesta Demokrasi 11:07 PM ULMWP (West Papua) vs NKRI-Indonesia Data Fakta Sejarah Papua Barat 11 13:59 Perayaan Kemerdekaan Indonesia di Papua adalah Pembohongan Publik  Saat pengibaran bendera Papua Barat tahun 1961. Oleh: Ones Suhuniap Tabloid-WANI -- Sejarah telah membuktikan bahwa, orang Papua barat tidak perna ikut terlibat dalam perjuangan kemerdekan indonesia selama 350 tahun. Perjalanan perjuagan indonesia tidak pernah orang Papua ikut terlibat dalam Sumpa pemuda, dalam organisasi perjuagan sampai dengan proklamasi 17 Agustus 1945. Sekalipun bangsa Papua dan Indonesia dijaah oleh satu penjaja yang sama yaitu belanda tetapi pengelolaan administrasi dikelola berbeda. Hubungan Sejarah Indonesia dan Papua Barat Tidak dapat dipungkiri bahwa pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia sebagai bagian dari wilayah negaranya didasarkan atas alasan sejarah. Sementara aksi pencaplokan itu sendiri kini telah menjadi sejarah yang harus dipelajari dan dipahami untuk dapat memetakan persoalan secara obyektif, yang kemudian dilanjutkan dengan aksi pencarian solusi yang terbaik bagi penyelesaian status politik wilayah Papua Barat dalam kekuasaan Indonesia. Dalam rangka untuk menggali hubungan sejarah antara Indonesia dan Papua Barat, maka beberapa hal perlu dikemukakan. Pertama, sejarah hidup Indonesia dan Papua Barat. Kedua, sejarah perjuangan Indonesia dan Papua Barat dalam mengusir penjajah. Ketiga, alasan pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia. Keempat, sejarah kemerdekaan Papua Barat. Kelima, proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969. Keenam, sejarah dalam kekuasaan Orde Baru dan terakhir masa kebangkitan Papua Barat Kedua (Era Reformasi Indonesia). 1.  Sejarah Hidup Indonesia dan Papua Barat Dalam sejarah hidup, rakyat Papua Barat telah menunjukkan bahwa mereka mampu untuk mengatur hidupnya sendiri. Hal itu terlihat dari kepemimpinan setiap suku, yang telah mendiami Papua Barat sejak lebih dari 50.000 tahun silam, dipimpin oleh kepala-kepala suku (tribal leaders). Untuk beberapa daerah, setiap kepala suku dipilih secara demokratis sedangkan di beberapa daerah lainnya kepala suku diangkat secara turun-temurun. Hingga kini masih terdapat tatanan pemerintahan tradisional di beberapa daerah, sebagai contoh: seorang Ondofolo masih memiliki kekuasaan tertentu di daerah Sentani dan Ondoafi masih disegani oleh masyarakat sekitar Yotefa di Numbay. Selain kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri (tidak dipengaruhi oleh pihak asing), juga sangat nyata di depan mata bahwa antara Papua Barat dan Indonesia mempunyai perbedaan yang sangat jauh. Bangsa Papua adalah ras Negroid sedangkan bangsa Indonesia pada umumnya adalah ras Mongoloid. Tom Beanal Dengan perbedaan ras ini menimbulkan perbedaan yang lainnya, entah perbedaan fisik maupun mental, dan kedua bangsa ini sama sekali tidak pernah mempunyai hubungan apapun dalam sejarah kehidupan di masa silam. Masing-masing hidup sebagai bangsanya sendiri dengan karakteristiknya yang berlainan pula. Sehingga tindakan pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia ini dianggap tindakan menjajah. Hal itu pernah diungkapkan oleh Wakil Ketua Presidium Dewan Papua, Tom Beanal, bahwa: Pertama, dalam kehidupan sehariannya, moyang kami tidak pernah melihat asap api kebun Indonesia apabila mereka berkebun. Moyang kami tidak pernah bercerita kepada kami bahwa kami punya dendam perang dengan keturunan Soekarno dan soeharto dan moyang bangsa Indonesia. Kami bangsa Papua tahu dan sadar akan diri kami bahwa kami berbeda dengan bangsa Indonesia. Kedua, Bangsa Papua termasuk ras Negroid mendiami kepulauan Melanesia di Pasifik selatan, karena bangsa Papua berbeda dengan bangsa Indonesia lainnya yang umumnya masuk ras Mongoloid dan Austronosoid yang mendiami kepulauan Melayu dan kepulauan Austronesia.” Dari gambaran di atas, sangatlah jelas, bahwa antara Indonesia dan Papua Barat sama sekali tidak mempunyai hubungan sejarah hidup yang sama yang bisa menyatukan kedua bangsa dalam satu negara yang bernama Indonesia. Alasan bahwa Indonesia dan Papua Barat mempunyai sejarah hidup yang sama sebagai sebuah bangsa pada masa sejarah sema sekali tidak obyektif, sebaliknya menjadi alasan politis untuk mengklaim Papua Barat sebagai bagian dari wilayah Indonesia. Hal semacam ini sering dibangun di Indonesia untuk membangun nasionalisme Indonesia bagi orang Papua (meng-Indonesia-kan orang Papua). 2.  Hubungan Sejarah Perjuangan Indonesia dan Papua Barat Indonesia (Sabang sampai Amboina) dijajah oleh Belanda selama 350 tahun, sedangkan Papua Barat (Nederland Nieuw-Guinea) dijajah oleh Belanda selama 64 tahun. Walaupun Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan Belanda, namun administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara terpisah. Indonesia dijajah oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya dikendalikan dari Batavia (sekarang Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang telah menjalankan penjajahan Belanda atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang sampai Amboina. Kekuasaan Belanda di Papua Barat dikendalikan dari Hollandia (sekarang Port Numbay), dengan batas kekuasaan mulai dari Kepulauan Raja Ampat sampai Merauke. Boedi Utomo Tahun 1908 Indonesia masuk dalam tahap Kebangkitan Nasional (perjuangan otak) yang ditandai dengan berdirinya berbagai organisasi perjuangan. Dalam babak perjuangan baru ini banyak organisasi politik-ekonomi yang berdiri di Indonesia, misalnya Boedi Utomo (20 Mei 1908), Serikat Islam (1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1913), Perhimpunan Indonesia (1908), Studie Club (1924) dan lainnya. Dalam babakan perjuangan ini, terutama dalam berdirinya organisasi-organisasi perjuangan ini, rakyat Papua Barat sama sekali tidak terlibat atau dilibatkan. Hal ini dikarenakan musuh yang dihadapi waktu itu, yaitu Belanda adalah musuh bangsa Indonesia sendiri, bukan musuh bersama dengan bangsa Papua Barat. Rakyat Papua Barat berasumsi bahwa mereka sama sekali tidak mempunyai musuh yang bersama dengan rakyat Indonesia, karena Belanda adalah musuhnya masing-masing. Rakyat Papua Barat juga tidak mengambil bagian dalam Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928. Dalam Sumpah Pemuda ini banyak pemuda di seluruh Indonesia seperti Jong Sumatra Bond, Jong Java, Jong Celebes, Jong Amboina, dan lainnya hadir untuk menyatakan kebulatan tekad sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air. Tetapi tidak pernah satu pemuda pub dari Papua Barat yang hadir dalam Sumpah Pemuda tersebut. Karena itu, rakyat Papua Barat tidak pernah mengakui satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air yang namanya “Indonesia” itu. Dalam perjuangan mendekati saat-saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak ada orang Papua Barat yang terlibat atau menyatakan sikap untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Tentang tidak ada sangkut-pautnya Papua Barat dalam kemerdekaan Indonesia dinyatakan oleh Mohammad Hatta dalam pertemuan antara wakil-wakil Indonesia dan penguasa perang Jepang di Saigon Vietnam, tanggal 12Agustus 1945. M. Hatta Saat itu Mohammad Hatta menegaskan bahwa “…bangsa Papua adalah ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri…”. Sementara Soekarno mengemukakan bahwa bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal yang sama pernah dikemukakan Hatta dalam salah satu persidangan BPUPKI bulan Juli 1945. Ketika Indonesia diproklamasikan, daerah Indonesia yang masuk dalam proklamasi tersebut adalah Indonesia yang masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda, yaitu “Dari Sabang Sampai Amboina”, tidak termasuk kekuasaan Nederland Nieuw-Guinea (Papua Barat). Karena itu pernyataan berdirinya Negara Indonesia adalah Negara Indonesia yang batas kekuasaan wilayahnya dari Sabang sampai Amboina tanpa Papua Barat. Baca juga: Akar Persoalan di Papua adalah New York Agreement, Aneksasi 1 Mei dan Pepera 1969 Ali Murtopo: Indonesia membutuhan Kekayaan Papua Tidak Termasuk Manusianya Tanggal 19 Agustus 1945 (dua hari setelah kemerdekaan Indonesia) Indonesia dibagi dalam delapan buah Propinsi. Salah satu Propinsinya adalah Maluku. Banyak kalangan berasumsi bahwa wilayah Papua Barat masuk dalam wilayah Propinsi Maluku. Padahal secara nyata penguasaan wilayah Papua Barat dalam kekuasaan Propinsi Maluku itu dipikirkan dan direalisasikan sejak pembentukan sebuah Biro Irian pada tanggal 14 Desember 1953 yang bertugas mengadakan penelitian mengenai daerah Indonesia yang bisa dijadikan sebagai jembatan untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Zainal A.S Dari hasil penelitian itu, ternyata pilihan jatuh pada wilayah Maluku Utara. Maka dengan lahirnya UU No. 15 Tahun 1956 tentang pembentukan Propinsi Irian Barat, Soasiu ditetapkan sebagai ibukota Propinsi Irian Barat dengan Gubernur Zainal Abidin Syah (Sultan Tidore) yang dikukuhkan pada 17 Agustus 1956 bersamaan dengan Peresmian Propinsi Irian Barat Perjuangan. Setelah peresmian Propinsi Irian Barat perjuangan, Papua Barat tetap menjadi daerah sengketa antara Indonesia dan Belanda. Beberapa persitiwa politik dalam memperebutkan Papua Barat oleh kedua bela pihak adalah: a).  Sebelum penandatangan Perjanjian Lingggarjati pemerintah Belanda pernah menyatakan agar Papua Barat dapat menerima status sendiri terhadap Kerajaan Belanda dan Negara Indonesia Serikat menurut jiwa pasal 3 dan 4 Perjanjian tersebut. Jadi di sini Belanda mengadakan pengecualian bagi Papua Barat agar kedudukan hukum wilayah tersebut tidak ditentukan oleh Perjanjian Linggarjati.  b).  Dalam Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag Belanda tanggal 23 Agustus-2 November 1945 disepakati bahwa mengenai status quo wilayah Nieuw Guinea tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, masalah kedudukan-kenegaraan Papua Barat akan diselesaikan dengan jalan perundingan antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda. Tetapi dalam kesempatan yang sama pula status Papua Barat (Nederland Niew Guinea) secara eksplesit dinyatakan oleh Mohammad Hatta, Ketua Delegasi Indonesia, bahwa “…masalah Irian Barat tidak perlu dipersoalkan karena bangsa Papua berhak menjadi bangsa yang merdeka.”  c).  Dalam konferensi para menteri antara Belanda dan Indonesia yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 25 Maret-1 April dibentuk sebuah panitia gabungan dengan surat Keputusan Para Menteri Uni Indonesia-Nederland No. MCI/C II/1/G.T. Berdasarkan keputusan tersebut, masing-masing pihak mengangkat tiga orang anggota sebelum tanggal 15 April 1950 dengan tugas untuk menyelidiki status Papua Barat secara ilmiah untuk menentukan apakah layak masuk dalam kekuasaan Indonesia atau Nederland. Akhirnya, berdasarkan hasil penyedikan masing-masing pihak tidak ada pihak yang mengalah, sehingga wilayah Papua Barat masih dipertahankan oleh Belanda. Selanjutnya disepakati bahwa penyelesaikan masalah Papua Barat akan diselesaikan kemudian oleh United Nations Commission for Indonesia (UNTEA) tanpa batas waktu yang ditentukan. d).  Karena dirasa wilayah Papua Barat dikuasai oleh Belanda, maka sejak tahun 1953 pihak Indonesia membawa masalah Papua Barat ke forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Konferensi Asia Afrika. Setelah semua perjuangan masing-masing pihak mengalami jalan buntu, maka selanjutnya wilayah Papua Barat menjadi daerah sengketa yang diperebutkan oleh Belanda dan Indonesia. Indonesia dan Belanda sama-sama mempunyai ambisi politik yang besar dalam merebut Papua Barat. 3.  Sejarah Manivesto Politik Papua Barat Ketika Papua Barat masih menjadi daerah sengketa akibat perebutan wilayah itu antara Indonesia dan Belanda, tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Memasuki tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool) di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat. Selanjutnya atas desakan para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik, maka pemerintah Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan Nieuw Guinea). Beberapa tokoh-tokoh terdidik yang masuk dalam Dewan ini adalah M.W. Kaisiepo dan Mofu (Kepulauan Chouten/Teluk Cenderawasih), Nicolaus Youwe (Hollandia), P. Torey (Ransiki/Manokwari), A.K. Gebze (Merauke), M.B. Ramandey (Waropen), A.S. Onim (Teminabuan), N. Tanggahma (Fakfak), F. Poana (Mimika), Abdullah Arfan (Raja Ampat). Kemudian wakil-wakil dari keturunan Indo-Belanda adalah O de Rijke (mewakili Hollandia) dan H.F.W. Gosewisch (mewakili Manokwari). Setelah melakukan berbagai persiapan disertai dengan perubahan politik yang cepat akibat ketegangan Indonesia dan Belanda, maka dibentuk Komite Nasional yang beranggotakan 21 orang untuk membantu Dewan Nieuw Guinea dalam mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat. Komite ini akhirnya dilengkapi dengan 70 orang Papua yang berpendidikan dan berhasil melahirkan Manifesto Politik yang isinya: MANIFESTO POLITIK PAPUA BARAT Bendera Papua Barat (Bintang Kejora) Lambang Negara Papua Barat (“One People One Soul”). Menetukan nama Negara        : Papua Barat. Menentukan lagu kebangsaan : Hai Tanahku Papua. Menentukan bendera Negara   : Bintang Kejora. Lambang Negara Papua Barat adalah Burung Mambruk dengan semboyan “One People One Soul”. Rencana pengibaran bendera Bintang Kejora tanggal 1 November 1961 tidak jadi dilaksanakan karena belum mendapat persetujuan dari Pemerintah Belanda. Tetapi setelah persetujuan dari Komite Nasional, maka Bendera Bintang Kejora dikibarkan pada 1 Desember 1961 di Hollandia, sekaligus “Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat”. Bendera Bintang Kejora dikibarkan di samping bendera Belanda, dan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Belanda “Wilhelmus”. Deklarasi kemerdekaan Papua Barat ini disiarkan oleh Radio Belanda dan Australia. Momen inilah yang menjadi Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat secara de facto dan de jure sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. 4.  Alasan Pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia Walaupun Papua Barat telah mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, tetapi kemerdekaan itu hanya berumur 19 hari, karena tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di Alun-alun Utara Yogyakarta yang isinya: Gagalkan Pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda Kolonial. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa. Saat Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di Alun-alun Utara Yogyakarta Realisasi dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda. Soeharto Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus). Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu. Mengapa Soekarno sangat “keras kepala” dalam merebut wilayah Papua Barat untuk memasukannya ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia? Soekarno mempunyai empat alasan utama dalam pencaplokan Papua Barat ke wilayah Indonesia. Keempat alasan itu adalah klaim yang dipegang oleh Indonesia sebagai tindakan pembenaran kekuasaan atas wilayah Papua Barat. Keempat klaim itu adalah: Papua Barat dianggap sebagai bagian dari kerajaan Majapahit. Kepulauan Raja Ampat di daerah kepala burung, Papua Barat, oleh sultan Tidore dan Soekarno diklaim sebagai bagian dari Kesultanan Tidore. Kesultanan Tidore diklaim oleh Soekarno sebagai bagian dari daerah “Indonesia Bagian Timur”. Papua Barat diklaim sebagai bagian dari negara bekas Hindia Belanda. Soekarno yang anti barat ingin menghalau pengaruh imperialisme barat di Asia Tenggara. Di samping itu, Soekarno memiliki ambisi hegemoni untuk mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit (ingat: “Ganyang Malaysia”), termasuk Papua Barat yang ketika itu masih dijajah oleh Belanda. Mungkin juga Soekarno memiliki perasaan curiga, bahwa pemerintah Nederlands Nieuw Guinea di Papua Barat akan merupakan benteng Belanda untuk sewaktu-waktu dapat menghancurkan Negara Indonesia. Hal ini dihubungkan dengan aksi militer Belanda yang kedua (tweede politionele aktie) pada 19-12-1948 untuk menghancurkan negara RI. Indonesia Menklaim Wilayah Papua Barat 1. Klaim atas Kekuasaan Majapahit Kerajaan Majapahit (1293-1520) lahir di Jawa Timur dan memperoleh kejayaannya di bawah raja Hayam Wuruk Rajasanagara (1350-1389) Ensiklopedi-ensiklopedi di negeri Belanda memuat ringkasan sejarah Majapahit, bahwa “batas kerajaan Majapahit pada jaman Gajah Mada mencakup sebagian besar daerah Indonesia”. Sejarawan Indonesia mengklaim bahwa batas wilayah Majapahit terbentang dari Madagaskar hingga ke pulau Pas (Chili). Hingga saat ini belum ditemukan bukti-bukti sejarah berupa ceritera tertulis maupun lisan atau benda-benda sejarah lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan-bahan ilmiah untuk membuat suatu analisa dengan definisi yang tepat bahwa Papua Barat pernah merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit. Peta: Wilayah Kekuasaan Kerajaan Majapahit Mengklaim Papua Barat sebagai bagian dari kerajaan Majapahit tentunya sangat meragukan, karena Soekarno tidak memenuhi prinsip-prinsip membuat analisa dan definisi sejarah yang tepat, khususnya sejarah tertulis. Berkaitan dengan kekuasaan wilayah kerajaan Majapahit di Indonesia, secara jelas dijelaskan panjang lebar oleh Prof. Dr. Slamet Muljana, bahwa kekuasaan kerajaan Majapahit, dalam Nagarakretagama pupuh 13 dan 14 disebutkan bahwa kerajaan Majapahit mempunyai wilayah yang luas sekali, baik di kepulauan Nusantara maupun di semenanjung Melayu. Pulau-pulau di sebelah timur pulau Jawa yang paling jauh tersebut dalam pupuh 14/15 ialah deretan pulau Ambon dan Maluku, Seram dan Timor; semenajung Melayu disebut nama-nama Langkasuka, Kelantan, Tringgano, Paka, Muara Dingin, Tumasik, Klang, Kedah, Jerai. Demikianlah, wilayah kerajaan Majapahit pada zaman Hayam Wuruk menurut Nagarakretagama meluputi wilayah yang lebih luas dari pada Negara Republik Indonesia sekarang. Hanya Irian yang tidak tersebut sebagai batas yang terjauh di sebelah timur. Boleh dikatakan bahwa batas sebelah timur kerajaan Majapahit ialah kepulauan Maluku. Ini berarti Papua Barat tidak masuk dalam kekuasaan kerajaan Majapahit. Karena itu sudah jelas bahwa Soekarno telah memanipulasikan sejarah. 2. Klaim atas Kekuasaan Tidore Di dalam suatu pernyataan yang di lakukan antara sultan Tidore dengan VOC pada tahun 1660, secara sepihak sultan Tidore mengklaim bahwa kepulauan Papua atau pulau-pulau yang termasuk di dalamnya merupakan daerah kesultanan Tidore Peta Wilayah Kekuasaan Tidore Soekarno mengklaim bahwa kesultanan Tidore merupakan “Indonesia Bagian Timur”, maka Papua Barat merupakan bagian daripadanya. Di samping itu, Soekarno mengklaim bahwa raja-raja di kepulauan Raja Ampat di daerah kepala burung, Papua Barat, pernah mengadakan hubungan dengan sultan Tidore. Apakah kedua klaim dari sultan Tidore dan Soekarno dapat dibuktikan secara ilmiah? Gubernur kepulauan Banda, Keyts melaporkan pada tahun 1678 bahwa dia tidak menemukan bukti adanya kekuasaan Tidore di Papua Barat.Pada tahun 1679 Keyts menulis lagi bahwa sultan Tidore tidak perlu dihiraukan di dalam hal Papua Barat. Menurut laporan dari kapten Thomas Forrest (1775) dan dari Gubernur Ternate (1778) terbukti bahwa kekuasaan sultan Tidore di Papua Barat betul-betul tidak kelihatan. Pada tanggal 27 Oktober 1814 dibuat sebuah kontrak antara sultan Ternate dan Tidore yang disaksikan oleh residen Inggris, bahwa seluruh kepulauan Papua Barat dan distrik-distrik Mansary, Karandefur, Ambarpura dan Umbarpon pada pesisir Papua Barat (daerah sekitar Kepala Burung) akan dipertimbangkan kemudian sebagai milik sah sultan Tidore. Kontrak ini dibuat di luar ketahuan dan keinginan rakyat Papua Barat. Berbagai penulis melaporkan, bahwa yang diklaim oleh sultan Tidore dengan nama Papua adalah pulau Misol. Bukan daratan Papua seluruhnya. Ketika sultan Tidore mengadakan perjalanan keliling ke Papua Barat pada bulan Maret 1949, rakyat Papua Barat tidak menunjukkan keinginan mereka untuk menjadi bagian dari kesultanan Tidore. Adanya raja-raja di Papua Barat bagian barat, sama sekali tidak dapat dibuktikan dengan teori yang benar. Lahirnya sebutan ‘Raja Ampat’ berasal dari mitos. Raja Ampat berasal dari telur burung Maleo (ayam hutan). Dari telur-telur itu lahirlah anak-anak manusia yang kemudian menjadi raja. Mitos ini memberikan bukti, bahwa tidak pernah terdapat raja-raja di kepulauan Raja Ampat menurut kenyataan yang sebenarnya. Rakyat Papua Barat pernah mengenal seorang pemimpin armada laut asal Biak: Kurabesi, yang menurut F.C. Kamma, pernah mengadakan penjelajahan sampai ke ujung barat Papua Barat. Kurabesi kemudian kawin dengan putri sultan Tidore. Adanya armada Kurabesi dapat memberikan kesangsian terhadap kehadiran kekuasaan asing di Papua Barat. Pada tahun 1848 dilakukan suatu kontrak rahasia antara Pemerintah Hindia Belanda (Indonesia jaman Belanda) dengan Sultan Tidore di mana pesisir barat-laut dan barat-daya Papua Barat merupakan daerah teritorial kesultanan Tidore. Hal ini dilakukan dengan harapan untuk mencegah digunakannya Papua Barat sebagai papan-loncat penetrasi Inggris ke kepulauan Maluku. Di dalam hal ini Tidore sesungguhnya hanya merupakan vassal proportion (hubungan antara seorang yang menduduki tanah dengan janji memberikan pelayanan militer kepada tuan tanah) terhadap kedaulatan kekuasaan Belanda, tulis C.S.I.J. Lagerberg. Sultan Tidore diberikan mandat oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1861 untuk mengurus perjalanan hongi (hongi-tochten, di dalam bahasa Belanda). Ketika itu banyak pelaut asal Biak yang berhongi (berlayar) sampai ke Tidore. Menurut C.S.I.J. Lagerberg hongi asal Biak merupakan pembajakan laut, tapi menurut bekas-bekas pelaut Biak, hongi ketika itu merupakan usaha menghalau penjelajah asing. Pengejaran terhadap penjelajah asing itu dilakukan hingga ke Tidore. Untuk menghadapi para penghalau dari Biak, sultan Tidore diberi mandat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Jadi, justru yang terjadi ketika itu bukan suatu kekuasaan pemerintahan atas teritorial Papua Barat. Setelah pada tahun 1880-an Jerman dan Inggris secara nyata menjajah Papua New Guinea, maka Belanda juga secara nyata memulai penjajahannya di Papua Barat pada tahun 1898 dengan membentuk dua bagian tertentu di dalam pemerintahan otonomi (zelfbestuursgebied) Tidore, yaitu bagian utara dengan ibukota Manokwari dan bagian selatan dengan ibukota Fakfak. Peta: Wilayah Papua Barat dan Papua New Guinea Jadi, ketika itu daerah pemerintahan Manokwari dan Fakfak berada di bawah keresidenan Tidore. Mengenai manipulasi sejarah berdasarkan kekuasaan Tidore atas wilayah Papua Barat ini, Dr. George Junus Aditjondro menyatakan bahwa: Kita mempertahankan Papua Barat karena Papua Barat adalah bagian dari Hindia Belanda. Itu atas dasar apa? Hanya karena kesultanan Tidore mengklaim bahwa dia menjajah Papua Barat sampai teluk Yotefa mungkin? Maka kemudian, ketika Tidore ditaklukan oleh Belanda, Belanda belum merasa otomatis mendapatkan hak atas penjajahan Tidore? Belanda mundur, Indonesia punya hak atas semua eks-jajahan Tidore? Itu kan suatu mitos. Sejak kapan berbagai daerah di Papua barat takluk kepada Tidore?... Saya kira tidak. Yang ada adalah hubungan vertikal antara Tidore dan Papua Barat, tidak ada kekuasaan Tidore untuk menaklukan Papua Barat. Atas dasar itu, klaim bahwa Indonesia berhak atas seluruh Hindia Belanda dulu, merupakan imajinasi.” Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Soekarno telah terbukti memanipulasikan sejarah untuk mencaplok Papua Barat. Karena wilayah Papua Barat tidak masuk dalam kekuasaan Tidore. 3. Klaim atas kekuasaan Hindia Belanda Secara historis penjajahan, Papua Barat sesungguhnya bukan bagian dari Wilayah Republik Indonesia, karena Papua Barat bukan bagian dari Hindia Belanda Pada tanggal 24 agustus 1828 di Lobo, Teluk Triton Kaimana (pantai selatan Papua Barat) diproklamasikan penguasaan Papua Barat oleh Sri Baginda Raja Nederland. Sedangkan di Bogor, 19 Februari 1936 dalam Lembaran Negara Hindia Belanda disepakati tentang pembagian daerah teritorial Hindia Belanda, yaitu sabang sampai Amboina tidak termasuk Papua Barat (Nederland Neiw Guinea). Juga perlu diingat bahwa walaupun Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan Belanda, namun administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara terpisah. Indonesia dijajah oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya dikendalikan dari Batavia (sekarang Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang telah menjalankan penjajahan Belanda atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang sampai Amboina (Hindia Belanda). Kekuasaan Belanda di Papua Barat dikendalikan dari Hollandia (sekarang Port Numbay), dengan batas kekuasaan mulai dari Kepulauan Raja Ampat sampai Merauke (Nederland Nieuw Guinea). Selain itu saat tertanam dan tercabutnya kaki penjajahan Belanda di Papua Barat tidak bertepatan waktu dengan yang terjadi di Indonesia. Kurun waktunya berbeda, di mana Indonesia dijajah selama tiga setengah abad sedangkan Papua Barat hanya 64 tahun (1898-1962). Tanggal 24 Agustus 1828, ratu Belanda mengeluarkan pernyataan unilateral bahwa Papua Barat merupakan daerah kekuasaan Belanda. Secara politik praktis, Belanda memulai penjajahannya pada tahun 1898 dengan menanamkan pos pemerintahan pertama di Manokwari (untuk daerah barat Papua Barat) dan di Fakfak (untuk daerah selatan Papua Barat. Tahun 1902, pos pemerintahan lainnya dibuka di Merauke di mana daerah tersebut terlepas dari lingkungan teritorial Fakfak. Tanggal 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan Papua Barat ke dalam PBB. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Soekarno telah terbukti memanipulasikan sejarah untuk mencaplok Papua Barat. Karena wilayah Papua Barat tidak masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda. 4. Menghalau Pengaruh Imperialisme Barat di Asia Tenggara Soekarno mengancam akan memohon dukungan dari pemerintah bekas Uni Sovyet untuk menganeksasi Papua Barat jika pemerintah Belanda tidak bersedia menyerahkan Papua Barat ke tangan Republik Indonesia. Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada waktu itu sangat takut akan jatuhnya negara Indonesia ke dalam Blok komunis. Soekarno dikenal oleh dunia barat sebagai seorang Presiden yang sangat anti imperialisme barat dan pro Blok Timur. Pemerintah Amerika Serikat ingin mencegah kemungkinan terjadinya perang fisik antara Belanda dan Indonesia. Maka Amerika Serikat memaksa pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua Barat ke tangan Republik Indonesia. Di samping menekan pemerintah Belanda, pemerintah AS berusaha mendekati presiden Soekarno. Soekarno diundang untuk berkunjung ke Washington (Amerika Serikat) pada tahun 1961. Perjanjian New York Agreement. Tahun 1962 utusan pribadi Presiden John Kennedy yaitu Jaksa Agung Robert Kennedy mengadakan kunjungan balasan ke Indonesia untuk membuktikan keinginan Amerika Serikat tentang dukungan kepada Soekarno di dalam usaha menganeksasi Papua Barat. Untuk mengelabui mata dunia, maka proses pengambil-alihan kekuasaan di Papua Barat dilakukan melalui jalur hukum internasional secara sah dengan dimasukkannya masalah Papua Barat ke dalam agenda Majelis Umum PBB pada tahun 1962. Dari dalam Majelis Umum PBB dibuatlah Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang mengandung “Act of Free Choice” (Pernyataan Bebas Memilih). Act of Free Choice kemudian diterjemahkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai PEPERA (Pernyataan Pendapat Rakyat) yang dilaksanakan pada tahun 1969. 5. Proses Ilegal Pentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 Penandatanganan New York Agreement (Perjanjian New York) antara Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, U Thant dan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker pada tanggal 15 Agustus 1962. Beberapa hal pokok dalam perjanjian serta penyimpangannya (kejanggalan) adalah sebagai berikut: New York Agreement (Perjanjin New York) adalah suatu kesepakatan yang tidak sah, baik secara yuridis maupun moral. Perjanjanjian New York itu membicarakan status tanah dan nasib bangsa Papua Barat, namun di dalam prosesnya tidak pernah melibatkan wakil-wakil resmi bangsa Papua Barat. Sejak 1 Mei 1963, bertepatan dengan Unites Nations Temporrary Executive Administratins (UNTEA) atau Pemerintahan Sementara PBB di Papua Barat menyerakan kekuasaanya kepada Indonesia, selanjutnya pemerintah Indonesia mulai menempatkan pasukan militernya dalam jumlah besar di seluruh tanah Papua, akibatnya hak-hak politik dan hak asasi manusia dilanggar secara brutal di luar batas-batas kemanusiaan. Pasal XVIII ayat (d) New York Agreement mengatur bahwa “The eligibility of all adults, male and female, not foreign nationals to participate in the act of self determination to be carried out in accordance whit international practice…”. Aturan ini berarti penentuan nasib sendiri harus dilakukan oleh setiap orang dewasa Papua pria dan wanita yang merupakan penduduk Papua pada saat penandatanganan New York Agreement. Namun hal ini tidak dilaksanakan. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dilaksanakan dengan cara lokal Indonesia, yaitu musyawarah oleh 1025 orang dari total 600.000 orang dewasa laki-laki dan perempuan. Sedangkan dari 1025 orang yang dipilih untuk memilih, hanya 175 orang saja yang menyampaikan atau membaca teks yang telah disiapkan oleh pemerintah Indonesia. Selain itu masyarakat Papua Barat yang ada di luar negeri, yang pada saat penandatangan New York Agreement tidak diberi kesempatan untuk terlibat dalam penentuan nasib sendiri itu. Peserta Musyawara PEPERA 1969 Teror, intimidasi dan pembunuhan dilakukan oleh militer sebelum dan sesaat PEPERA 1969 untuk memenangkan PEPERA 1969 secara sepihak oleh pemerintah dan militer Indonesia. Buktinya adalah Surat Rahasia Komandan Korem 172, Kolonel Blego Soemarto, No.: r-24/1969, yang ditujukan kepada Bupati Merauke selaku anggota Muspida kabupaten Merauke, isi surat tersebut: “Apabila pada masa poling tersebut diperlukan adanya penggantian anggota Demus (dewan musyawarah), penggantiannya dilakukan jauh sebelum MUSAYAWARAH PEPERA. Apabila alasan-alasan secara wajar untuk penggantian itu tidak diperoleh, sedang dilain pihak dianggap mutlak bahwa anggota itu perlu diganti karena akan membahayakan kemenangan PEPERA, harus berani mengambil cara yang ‘tidak wajar’ untuk menyingkirkan anggota yang bersangkutan dari persidangan PEPERA sebelum dimulainya sidang DEMUS PEPERA. …Sebagai kesimpulan dari surat saya ini adalah bahwa PEPERA secara mutlak harus kita menangkan, baik secara wajar atau secara ‘tidak’ wajar.” Mengingat bahwa wilayah kerja komandan Korem 172 termasuk pula kabupaten-kabupaten lain di luar kabupaten Merauke, maka patut diduga keras surat rahasia yang isinya kurang lebih sama juga dikirimkan ke bupati-bupati yang lain. Penandatangan Kontrak Karya Freeport tahun 1967. Dok WANI Pada tahun 1967 Freeport-McMoRan (sebuah perusahaan Amerika Serikat) menandatangani Kontrak Kerja dengan pemerintah Indonesia untuk membuka pertambangan tembaga dan emas di Pegunungan Bintang, Papua Barat. Freeport memulai operasinya pada tahun 1971. Kontrak Kerja kedua ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991. Kepentingan Amerika Serikat di Papua Barat, yang ditandai dengan adanya penandatanganan Kontrak Kerja antara Freeport dengan pemerintah Republik Indonesia, menjadi realitas. Ini terjadi dua tahun sebelum PEPERA 1969 dilaksanakan di Papua Barat. Di sini terjadi kejanggalan yuridis, karena Papua Barat dari tahun 1962 hingga 1969 dapat dikategorikan sebagai daerah sengketa. Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969 tidak sah karena dilaksanakan dengan sistem “musyawarah” (sistem local Indonesia) yang bertentangan dengan isi dan jiwa New York Agreement, di samping itu PEPERA 1969 dimenangkan oleh Indonesia lewat terror, intimidasi, penangkapan, dan pembunuhan (pelanggaran hukum, HAM dan esensi demokrasi). Kemenangan PEPERA secara cacat hukum dan moral ini akhirnya disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat Resolusi Nomor 2509 dan diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 7 tahun

Sumber:

70 Shabbat & Passover.

Bless Bibi

Your Message of Support

Shalom, Elius,

One of the holiest times of year for both Jews and Christians is fast approaching!

In just one month, during Passover, Jews will remember the Exodus and their escape from bondage in biblical times. And Christians will celebrate the joyous holiday of Easter.

Of course, Israel is beloved by both Christians and Jews. And, during this, her 70th birthday year, we all give special thanks to God that Jews have found freedom and sovereignty in their own nation.

Help us celebrate the holidays in a special way – send a special Passover blessing to Israeli Prime Minister Benjamin Netanyahu to show unwavering support for his courageous leadership of this great nation.

Send your message of support, solidarity, and blessing today! Give thanks to God that Israel has strong, faithful leaders to guide her through difficult and challenging times.

And, in this season of Passover, give thanks too that the Exodus gave birth to the modern miracle that is the state of Israel – a true “light unto the nations.”With prayers for shalom, peace,

Rabbi Yechiel Eckstein
Founder and PresidentBless BibiPS Send your blessing to Prime Minister Netanyahu today to help usher in this sacred season of Passover!

View in Browser 

         

Donate Now  |   About The Fellowship  |   Contact Us  |   Tell a Friend

800-486-8844  |  Unsubscribe | ​Email Preferences  |   Privacy Policy 

© International Fellowship of Christians and Jews ®
30 North LaSalle Street, Suite 4300, Chicago, IL 60602 US

The Fellowship is a 501(c)(3) tax-exempt, non-profit organization ® 2018 International Fellowship of Christians and Jews

Since 1983, various stories of destitute Jewish people, whose names and photos may have been changed for privacy and security have been used to bless Israel and her people. Through these retellings, generous friends like you have helped feed, clothe, and shelter as well as provide medical care and heating for tens of thousands of those who struggle greatly.

   

Hari Perhentin

HENTI, PERHENTIAN [Ensiklopedia]

Arti non-teologis 'perhentian' menonjol dalam Alkitab. Umpamanya, Tuhan berhenti dari pekerjaan-Nya (Kej 2:2 dab); hari sabat haruslah menjadi hari perhentian (Kel 31:15); tanah perjanjian harus mempunyai masa perhentian setiap 7 thn (Im 25:4dab); dan Bait Allah merupakan tempat perhentian Tuhan di antara umatNya (Mzm 132:8, 14).

Arti teologis 'perhentian' lebih menonjol lagi dalam Alkitab. Kepada Israel dijanjikan oleh Tuhan tempat perhentian di tanah Kanaan (Ul 3:20), dan ke tempat perhentian inilah orang-orang buangan akan kembali dari Babel (Yer 46:27). Perhentian dan kebahagiaan merupakan pemberian besar dari Daud kepada Israel (1 Taw 22:7-10). Sayang, gagasan perhentian akbar ini tetap tidak tergenapkan dalam pengalaman Israel (Ibr 3:7-4:10) karena ketidakpercayaan dan ketidaktaatan (Mzm 95:8-11).Tapi, meskipun perhentian dalam PL tetap tinggal janji, dalam PB janji itu digenapi. Orang Kristen, dengan percaya kepada Kristus, telah masuk ke dalam perhentian (Ibr 12:22-24). Kristus adalah damai mereka. Kepada semua yg datang kepada Kristus, Ia berikan perhentian. Perhentian adalah kelegaan, kelepasan, dan kepuasan bagi jiwa (Mat 11:28-30).

Tapi 'perhentian' dalam Alkitab mempunyai juga isi eskatologis. 'Tersedia suatu hari perhentian' baik bagi orang Kristen maupun bagi Israel (Ibr 4:9). Kota sorgawi dan tanah air sorgawi (Ibr 11:10, 16) adalah tetap masa datang. Hari ini ada tugas (1 Kor 3:9), perjuangan iman yg gigih (Ef 6:10-20), perjalanan (Ibr 11:13-16). Bahkan perhentian yg untuknya kematian merupakan pendahuluan (Why 14:13), itu pun bukan kesempurnaan perhentian (Why 6:9-11). Namun mereka yg telah masuk ke dalam perhentian iman, dengan melabuhkan sauh sampai ke belakang tabir (Ibr 6:19) ke mana tujuan Kristus, yakin bahwa tahap terakhir perhentian adalah terjamin. JGSST/BS

Thursday, March 1, 2018

PURIM by Mike Evans

To view this email as a web page, click here

Dear Elius,

We are delighted to introduce our newly updated Jerusalem Prayer Team prayer wall. With more than 35,000,000 Believers around the world joined together, we are the largest prayer army in history. And in addition to our fervent intercession for the Jewish people, we are committed to praying for each other. We encourage you to visit the prayer wall to see and join in praying for the needs of others and to post your own prayer requests.

Click the banner above to view the prayers and post your own

This is just another way we can minister to your life and family, as we stand together in defense of God's Chosen People. Thank you so much for being part of this unprecedented global prayer movement. God bless you for blessing His Chosen People in this vital way.

Your ambassador to Jerusalem,

Mike EvansDonate Online

PURIM

To view this email as a web page, click here

Dear Elius,

We are delighted to introduce our newly updated Jerusalem Prayer Team prayer wall. With more than 35,000,000 Believers around the world joined together, we are the largest prayer army in history. And in addition to our fervent intercession for the Jewish people, we are committed to praying for each other. We encourage you to visit the prayer wall to see and join in praying for the needs of others and to post your own prayer requests.

Click the banner above to view the prayers and post your own

This is just another way we can minister to your life and family, as we stand together in defense of God's Chosen People. Thank you so much for being part of this unprecedented global prayer movement. God bless you for blessing His Chosen People in this vital way.

Your ambassador to Jerusalem,

Mike EvansDonate Online

PURIM COSTUMES: WE ARE WHAT WE WEAR

PURIM COSTUMES: WE ARE WHAT WE WEAR

    

Tags: PurimHolidaysJewish IdentityChagim

by Rabbi Binny Freedman

As we dress in costumes for the Purim celebration, it should be noted that one of the stories in the Megillah of Esther is very much about clothing.

Mordechai, a hero of the story, had recently saved the life of the Persian King Achashverosh from an assassination attempt, and it came to the King’s attention that Mordechai was never properly repaid for his service. The reward? Mordechai is led through the streets on a horse, dressed in “royal garb worn by the king,” while someone calls out before him: “So shall be done for the man whom the King desires to honor.” (Esther 6: 8-11)

The opening verses of the book of Esther point out that Achashverosh ruled a kingdom of 127 provinces; he had inherited the entire Babylonian empire, and yet the reward for saving his life was to be paraded on a horse wearing royal robes?

This story reminds us of another garment that played an important role in our history: the cloak of many colors given to Joseph by his adoring father Yaakov. There too, one wonders why Yaakov has chosen a piece of clothing as a symbol of his love for his son.

And when Mordechai, on hearing of Haman’s evil intention to destroy the Jews, wants to make a statement, he goes to the gates of the palace and puts on sackcloth. What is the message behind what we wear?

Imagine it is the evening of your son’s Bar Mitzvah, and you announce that you have a special gift for him on this special evening. Full of expectation, he comes forward to the front of the hall, and you unwrap for him … a colored bathrobe!

Or perhaps it is even a gift for your wife in appreciation of all that she does and all that she is to you, and you surprise her with … a mink coat! Where is the spiritual significance? Is this the message I want to give my children? That the item I view as the pinnacle of appreciation on this special evening is a piece of clothing?

According to Jewish tradition, one of the three things that allowed the Jewish people to survive the exile in Egypt for 200 years was that they kept their Jewish clothing. The externalities are really the first thing we see, and they are the first vehicles for any message we choose to communicate. Every morning we clothe ourselves in our Jewish clothing, our Tefillin and Tallit. The first symbol we wear as a sign of marriage are the wedding rings on our fingers.

But even deeper, clothing in this world is not only of cloth.

We also wear a different type of clothing; mystically, our actions are what really clothe us. The Sefer HaChinuch points out that the clothing was also a message to the Kohen that people are influenced by everything about him that they see.

Entire articles in business magazines are devoted to what a person should wear when going on important job interviews. Companies, understanding that the clothes of their employees influence the clients they come in contact with, devote an enormous amount of time to developing policies for just what their employees should and should not wear.

Perhaps the coat Yaakov gave Joseph was really a message that Joseph needed to hear. Joseph, according to the narrative in the Torah (Genesis 37:2) brought the tales of his brothers, especially the sons of the handmaidens, to Yaakov his father. He was a talebearer. So perhaps Yaakov was trying to teach Joseph that it takes many different colors to make a beautiful coat.

Perhaps the Jews of Shushan, who according to the book of Esther were more Persian than the Persians, needed to learn a similar lesson. They came to Achashverosh’s feast, wearing their Persian clothes and impressed by all the trappings of Persian royalty (Esther 1:4-7). And they later saw Mordechai wearing the Royal robes. Finally, Mordechai wears sackcloth, understanding that we are influenced by what we see, and not just by what we hear.

We all live to some degree, in America, and make no mistake about it, even in Jerusalem, America is everywhere.

America is the Persia of today, and she rules all the one hundred and twenty seven provinces with her influence. And we wear our American clothing so well, we are often more American than the Americans.

How many Jews today are readily recognizable as Jews? Have we disappeared in our costumes, into the landscape of western society? Purim reminds us that our clothing is in the end a costume. An important one, with many messages, to be sure, but a costume nonetheless.

There is an amazing story of Rav Levi Yitzchak of Berditchev, which I actually read to our daughter in the hospital, in the Intensive Care Unit: “Everybody knows that the great and holy Rav Levi Yitzchak of Berditchev and Rav Baruch of Medzibozh were complete opposites.

Rav Baruch was very civilized. When he prayed, he hardly moved. When he sat with his family at the Shabbat table, he was so regal; he was king of the world.

But when Rav Levi Yitzchak prayed he jumped from one end of the room to the other. He would dance, turn around, and even fall to the ground. At his table, one had to be very careful. You never knew what to expect. In the middle of Kiddush, he might suddenly go absolutely wild; throw his cup in the air… You could end up with your Kiddush all over your lap.

Rav Levi Yitzchak wanted so much to spend a Shabbat with Rav Baruch, the Baal Shem’s grandson, that he finally invited himself. Rav Baruch said: “You can come, but you have to behave my way. Especially at the table, with my family, you must be very proper.” Rav Levi Yitzchak thought about it.

“The only way I can behave is if I don’t open my mouth. I won’t even pray, except to say ‘Amen.’ Because the minute I pray I’m not myself anymore, and the ecstasy carries me away…”

So he said to Rav Baruch: “When we’re making Kiddush, don’t ask me to say a blessing. Let me be absolutely silent, because it’s the only way I can control myself.”

The two Rebbes agreed, and Rav Levi Yitzchak came to Rav Baruch for Shabbat. All through the prayers he only answered ‘Amen.’ The prayer went beautifully. But everyone was sure that by Kiddush Rav Levi Yitzchak wouldn’t be able to hold it together, and he’d start jumping on the table. But Rav Baruch made Kiddush, and again, Rav Levi Yitzchak just answered ‘Amen.’

Now everybody knows that we always eat fish on Friday night. But some start with sour fish and some start with sweet fish. Rav Baruch was very civilized, so he had one of his Chassidim, acting as a waiter, bring around the fish and ask everyone if they would like some fish.

So the waiter came to Rav Levi Yitzchak and asked him, “Do you like sweet fish?” And that was all the poor Chassid had to ask. Rav Levi Yitzchak heard the question and began to yell: “Do I like fish? Do I love fish? I love Hashem! I love only G-d!” That was all it took for him to reach a state of spiritual ecstasy, and he jumped up on the table, grabbed the platter of fish and threw it up in the air. The fish hit the ceiling and began to drip on Reb Baruch’s Tallit (in those days the great Rebbes wore their tallit on Friday night at the table.) Everyone was aghast. Everyone except Rav Baruch, who for all his civilized behavior would never wash his Tallit after that feast, because, he said, the stains were holy. “These stains were made by a Jew who really loves G-d. How can I ever wash them out?”

After Rav Baruch’s death, the Tallit was passed down from one Rebbe to another to wear on Shabbat, but never washed. It became so precious that the Rebbes only wore it on Yom Kippur.

The holy Munkatcher Rebbe, the last to possess it, wore it only for Neilah, the final prayer of Yom Kippur. He must have foreseen the destruction that would be coming into the world with the Holocaust; his last will was to be buried in Rav Baruch’s Tallit, covered with the stains caused by one who loved only G-d.

There are many different types of holy clothing, but they are all ultimately meant to clothe what is really valuable: the person who lies beneath. And as with all things we come in contact with, they hide the deepest and highest meanings of the things that are truly valuable in this world. Beneath the clothing of sinew and bones, tissue and limbs that are our bodies, lies the soul, that indomitable fire of joy and light that is who we really are.

This Purim, may Hashem bless us all with a glimpse beneath the “cloak” that often hides us from each other, so that we can better appreciate the inner beauty of all those around us, and all people everywhere.

Rabbi Binny Freedman is a founder and Dean of Orayta, a leadership training program designed to equip post-high school boys with the requisite intellectual, textual and personal development skills necessary for becoming Jewishly engaged campus and community leaders. Rabbi Binny’s dedication to the development of this leadership cadre is predicated upon the vision that the quality of Jewish and Zionist education provided to our young adults directly shape their engagement with Israel and their Jewish heritage. He holds the rank of captain (res.) in the IDF, made Aliyah as a lone soldier and fought in the first Lebanon War. Binny is a survivor of the Sbarro’s pizzeria bombing in 2000, has appeared on CNN, MSNBC, and Fox news and has lectured in Universities and congregations around the world. He is married to Doreet and they are the proud parents of 4 children.

Recommended for you:

A PURIM REMEMBRANCE

WHAT'S IN YOUR NAME?

THE HEROES OF PURIM

8 WAYS TO SHOW ISRAELIS YOU CARE, PURIM STYLE

CELEBRATE PURIM WITH ISRAEL FOREVER

Bring Israel into your Purim celebrations today!

➥ Back to TheBlog@IsraelForever ➥

    

Tags: PurimHolidaysJewish IdentityChagim

Comment on Facebook

Leave a Comment on Israel Forever

Email*

First Name*

Last Name

Title

Comment*

Show Formatting Help

COMMENT

* Required information

Preview

Title

Comment

Tags

HolidaysDiplomacyHeidi Krizer DaroffActivismJudy Lash BalintEric GartmanDr. Elana Yael HeidemanDiane Weber BedermanRachel MooreArts and CultureTu B'ShevatSukkotSylvie ChmielewskiMolly LivingstoneDiversityLand and NatureMediaAm YisraelTagsChagim

More Tags »

CALENDAR OF EVENTS

Mar1

Purim - פורים

Mar1

Shushan Purim - פורים שושן

Mar1

Yitzhak Rabin birthday (1922)

Mar5

I Am Zion, Hear Me Roar: Women Fulfilling Herzl’s Vision

All Events

FacebookTwitterInstagramBlog

BE A PART OF BUILDING
ISRAEL FOREVER

 CONTRIBUTE NOW

CONNECT HERE

Not yet a VCI? JOIN NOW

STAY CONNECTED

Join Israel Forever

SIGN UP

Follow us on:

      

SEARCH ISRAEL

What are you looking for?

SEARCH

CONTRIBUTE

Your tax-deductible contribution enables us to develop unique programs toward building understanding, respect, pride and involvement with Israel.

CONTRIBUTE TODAY

HomeAbout UsInitiativesExplore IsraelBlogGet InvolvedInteractContributePrivacy PolicyContact UsSite Map

Copyright © 2018 · The Israel Forever Foundation
1146 19th Street NW · Fifth Floor · Washington, DC 20036

Powered by ARCOS Design by Plus Three

PURIM: THE DANGER OF NOT KNOWING THE DIFFERENCE

PURIM: THE DANGER OF NOT KNOWING THE DIFFERENCE

    

Tags: PurimHolidaysMemoryDr. Elana Yael Heideman

By Dr. Elana Yael Heideman

Ad = עַד until 
Lo = לָא  = not/don't
Yada = יָדַע know 

Until one no longer knows? What is it that we are not supposed to know? And if we don't know, how can we remember?

According to the sages, the books, and good ole' Jewish memory, it is a tradition that every Jew should party on Purim until they no longer know the difference between the blessed Mordechai, who saved the Jews, and the cursed Haman who set out to destroy us.

As we can see in the headlines year after year, the Nation of Israel is at no shortage of people who are set out to destroy us. Many times the reaction to these newsbits is a heaving sigh... "yada, yada, yada, what else is new?" 

Of course there are many who say, come on quit your kvetching! Stop the silly paranoia!" And for this reason, aren't there dangers in reaching the point where we cannot differentiate between those who do indeed hate us and wish the destruction of the Jewish People and the Jewish State alike?(Because frankly, they are usually one and the same...)

Indeed, where would we be without our national memory? While others might think it emerges from some eternal state of victimhood, it is indeed our memory of our collective sufferings throughout the ages that has helped the Children of Israel outlast one attempt after another to destroy us. 

In which case we must ask: how can we ensure that we know what needs to be remembered so that future generations don't fall into to the "yada, yada, yada, this doesn't matter to me at all" trend?


It's all well and good to get hammered on Purim, one of the many customs that have been passed down generation after generation (21+ only please! ID required!). Even the most committed who partake of not one but two public readings of Megillat Esther do not necessarily internalize every single detail of the long drawn out tale (history buffs excluded, for they, ahem, werevel in the details). 

It used to be that we would identify with the personalities of Jewish heroism, but even that has faded in the wake of the ever popular Power Rangers and Superheroes (does it count that most of their creators were Jews?) whose costumes are so buff, so colorful and so, well, unrelated to Purim in any way. (Have you seen the one of the 12Chassidic Santas wandering through Bnei Brak? Get your laughs ready.)

David and Leora Nissan in Purim Costumes, Tehran, Iran, 1964 (Courtesy of David Nissan, on display at Fowler Museum, UCLA)

It isn't hard to find inspiration in this story of great courage and sacrifice. So WHY do we ignore the essence of the story that we celebrate with such glamour and gusto - that the People of Israel survive, that a woman is the real hero of the story, and that the repeated attempts to wipe us out should most certainly encourage an Israel connection as an expression of thanks for the fact that we do, finally, have a home in our ancient homeland where NO ruler can declare our destruction or expulsion (well, ok - they do, and they can, but they don't get away with it so easily anymore!).

But where, if at all, is the Israel connect? (It's a JEWISH story, silly lady, NOT an Israeli one!) AND WRONG YOU WOULD BE!

Let us turn to the first ADLOYADA (ad lo yada), held in Tel Aviv in 1912. Not only was this a celebration of the continued existence of the Jewish nation, but also a celebration of our return to our ancient homeland where we can live free as Jews.

Over the years, these parades have become a prominent Israeli custom. In communities around the country, carnival processions with decorated floats through the main streets accompanied by bands, in costume parties for kids in every gan and school (yes, my oldest has been dressing up every day for the last 2 weeks....), and some grand festivities for adults of all ages (our moshav Purim party brings out some VERY interesting costumes, and a good bit of "ad lo yada" since we're all in walking distance).

And, of course, baking/eating Hamentaschen (Oznei Haman in Hebrew) - the triangular pockets of poppy-filled dough - has become a fashionable food worthy of exotic flavors and twists, with the traditional poppy (Haman, or ha-mohn, get it, Yiddish for poppy) filling still a favorite even when sidled right next to the caramel or jelly-filled options (or thesavory stylings of today, if you're up for something different!)

Why a triangle you ask? Well, some say they represent a triangular-shaped hat worn by Haman that we eat to remember how his evil plot was foiled. Others say they represent Esther’s strength and the three founders of Judaism: Abraham, Isaac and Jacob. An interesting explanation is based only on the Hebrew “oznei (ears of) Haman” drawn from an ancient custom of cutting off the ears of criminals before they were executed. Which do you think is most fitting for our modern celebration of this historical holiday?


Whatever you may call them, we eat these goodies for the same reason: to remember the threat against the Jewish nation and to celebrate the fact that, yet once again, AM YISRAEL CHAI!


So let's all make a l'chaim to forgetting our enemies, but remembering to be proud, committed, and to always bringing some IsraeLove into your life!

Recommended:

THIS PURIM, HAMANTASCHEN WITH A NEW ATTITUDE

Haaretz

NEW PRE-PURIM CLIP CELEBRATES MIRACLES

A NARRATIVE OF THE JEWISH PEOPLE THROUGH PURIM PICTURES

IT'S TIME TO PARTY: PURIM IN ISRAEL

CELEBRATE PURIM WITH ISRAEL FOREVER

Bring Israel into your Purim celebrations today!

➥ Back to TheBlog@IsraelForever ➥

    

Tags: PurimHolidaysMemoryDr. Elana Yael Heideman

Comment on Facebook

Viewing comments 1-2 of 2

Rhonda Blender2/23/2013, 6:12 am

I love what you wrote here! It was educational and witty. I know it must be remarkable to celebrate these holidays in Israel.

Anonymous2/23/2013, 3:24 pm

Cool:)

Leave a Comment on Israel Forever

Email

First Name

Last Name

Title

Comment*

Show Formatting Help

COMMENT

* Required information

Preview

Title

Comment

Tags

Natasha Rosenstock NadelHumorYom HaShoahAdvocacyRecipeCausesArts and CultureAliyahLiving IsraelLiving Beyond TerrorIsrael Under FireChagimSarah ZadokVolunteerLawLeadershipScience and TechnologyRomi SussmanHistoryJewish Unity

More Tags »

CALENDAR OF EVENTS

Mar1

Purim - פורים

Mar1

Shushan Purim - פורים שושן

Mar1

Yitzhak Rabin birthday (1922)

Mar5

I Am Zion, Hear Me Roar: Women Fulfilling Herzl’s Vision

All Events

FacebookTwitterInstagramBlog

BE A PART OF BUILDING
ISRAEL FOREVER

 CONTRIBUTE NOW

CONNECT HERE

Not yet a VCI? JOIN NOW

STAY CONNECTED

Join Israel Forever

SIGN UP

Follow us on:

      

SEARCH ISRAEL

What are you looking for?

SEARCH

CONTRIBUTE

Your tax-deductible contribution enables us to develop unique programs toward building understanding, respect, pride and involvement with Israel.

CONTRIBUTE TODAY

HomeAbout UsInitiativesExplore IsraelBlogGet InvolvedInteractContributePrivacy PolicyContact UsSite Map

Copyright © 2018 · The Israel Forever Foundation
1146 19th Street NW · Fifth Floor · Washington, DC 20036

Powered by ARCOS Design by Plus Three